Mohon tunggu...
Taufik Derajat
Taufik Derajat Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Untirta

Saya Taufik Derajat, Asal dari Kabupaten Tangerang. Saya punya ketertarikan dibidang Desain Grafis, Videografi, Fotografi dan Musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Teori Negosiasi Wajah Dalam Komunikasi Antar Budaya

7 Desember 2021   08:04 Diperbarui: 9 Desember 2021   11:06 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source Image: Pinterest

Oleh Taufik Derajat, Nina Yuliana

Ketika berkomunikasi dengan membahas suatu perbedaan, paling kental ialah berkaitan dengan kebudayaan, bisa dari etnik, ras, kasta sosial-ekonomi, dan golongan lainnya, ini biasa disebut dengan istilah ‘Komunikasi Antar Budaya’. Definisi dari komunikasi antar budaya ialah komunikasi yang terjadi pada orang-orang yang memiliki perbedaan budaya.

Dalam studi komunikasi antar budaya juga, banyak teori yang dikemukakan oleh banyak akademisi. Fokus teori yang ingin diambil penulis lebih mengarah pada konflik/kontra dalam budaya. Salah satunya ‘Teori Negosiasi Wajah’ yang dikembangkan oleh Stella Ting Toomey. Teori ini dibuat karena dipengaruhi oleh teori yang dikemukakan oleh Brown & Levinson yaitu ‘teori kesantunan’. Teori negosiasi wajah menyatakan bahwa ‘wajah’ menjadi sebuah fenomena universal yang mencakup seluruh budaya, yang membentuk sebuah dasar untuk menimbang bagaimana manusia akan menangani konflik berdasarkan ‘wajah’ dalam suatu kebudayaan yang berbeda. Wajah disini beracu pada ‘citra diri’ seseorang dihadapan orang lain, seperti kehormatan, kesetiaan, dll.

Teori ini mengidentifikasi bahwa setiap orang yang memiliki budaya berbeda dapat bernegosiasi atau mengatasi konflik dalam komunikasi tanpa harus ada pihak yang merasa menang atau kalah. Wajah menjadi identitas budaya seseorang dan pesannya disebut ‘facework’ yang digunakan untuk menjaga, mempertahankan, dan penyempurnaan identitas diri dalam budaya.

Karena didasari dari ‘teori kesantunan’, maka teori ini juga diasumsikan bahwa orang akan menerapkan strategi kesantunan dengan dilandasi persepsi ancaman wajah, dibagi menjadi dua kebutuhan universal, yaitu positive face (keinginan untuk dikagumi khalayak hidup), dan negative face (keinginan memiliki otonomi & tidak dikekang).

Teori negosiasi wajah ini mengusut isu yang berkaitan dengan konflik antar budaya, yang diidentifikasi dalam 3 masalah, yang pertama Konten Konflik mengacu pada isu-isu intisari eksternal dalam individu yang terlibat. Yang kedua Relasional Konflik mengacu pada individu-individu yang dapat mengartikan hubungan dalam konflik tertentu. Dan yang ketiga Identitas Konflik mengacu konflik dari isu-isu identitas, konfirmasi/ penolakan, rasa hormat/ menghormati, serta persetujuan/ ketidaksetujuan. Dari hal diatas, teori negosiasi wajah memandang konflik antar budaya, sebagai situasi yang menuntut manajemen "facework" yang aktif dari kedua pihak yang saling berkonflik.

Stella Ting Toomey membuat tiga model dalam manajemen konflik dari teori negosiasi wajah ini, mulai dari emotional expression (mengartikulasikan perasaan orang untuk ditangani), lalu passive aggressive (reaksi terhadap konflik yang menyudutkan pada kesalahan), dan third party help (pihak ketiga sebagai penengah untuk mencari solusi konflik).

Selain itu gaya komunikasi wajahnya terhadap konfliknya juga dibentuk berdasarkan kebutuhan individualistik yang menunjukan kepedulian pada diri sendiri dengan mempertahankan wajah dari budaya pribadi, dan kebutuhan kolektivistik yang menunjukan kepedulian pada kelompok/orang lain dimana mempertahankan wajah dan mendukung orang lain sebagai bagian dari kelompok.

Dapat disimpulkan teori negosiasi wajah ini cukup berkaitan erat dengan komunikasi antar budaya yang menekankan beberapa elemen seperti wajah, konflik, dan kultur. Tentunya saat kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, dengan pemahaman teori negosiasi wajah ini, kita dapat mengerti batasan-batasan komunikasi antar budaya dan bisa menentukan gaya komunikasi serta konflik yang akan dihadapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun