Perilaku negatif remaja yang terlibat dalam aktivitas geng motor merupakan fenomena sosial yang semakin meresahkan masyarakat. Perilaku negative geng motor tidak hanya merusak ketertiban umum, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa dan harta benda. Para remaja yang tergabung dalam geng motor tidak jarang terlibat dalam berbagai tindakan kriminal seperti balap liar, perusakan fasilitas umum, pencurian, kekerasan, , dll. Adanya kejadian – kejadian tersebut menjadi salah satu contoh nyata dari dampak destruktif aktivitas geng motor terhadap kehidupan remaja yang berimbas kepada masyarakat secara umum. Artikel ini akan mengkaji perilaku negatif remaja yang terlibat dalam aktivitas geng motor dengan fokus pada kasus tersebut dari perspektif kriminologis.
Dalam konteks kriminologi, perilaku kriminal yang dilakukan oleh remaja dalam geng motor dapat dianalisis melalui berbagai teori. Teori kontrol sosial mengemukakan bahwa perilaku kriminal bisa muncul karena lemahnya kontrol sosial dan ikatan sosial dalam keluarga dan masyarakat. Sementara itu, teori asosiasi diferensial menyatakan bahwa perilaku kriminal dipelajari melalui interaksi dengan individu lain yang memiliki nilai dan norma yang mendukung tindakan kriminal. Selain itu, teori strain menjelaskan bahwa remaja yang mengalami tekanan atau ketidakpuasan hidup mungkin mencari jalan keluar melalui aktivitas kriminal sebagai bentuk pelampiasan.
Teori Kontrol Sosial (Travis Hirschi, “Causes of Delinquency",1969)
Travis Hirschi menyatakan bahwa perilaku kriminal bisa muncul karena lemahnya kontrol sosial dan ikatan sosial dalam keluarga dan masyarakat. Hirschi berpendapat bahwa individu yang memiliki ikatan kuat dengan masyarakat, keluarga, sekolah, dan pekerjaan cenderung lebih sedikit melakukan tindakan kriminal. Ada empat elemen utama dalam teori kontrol sosial:
- Attachment (Keterikatan): Ikatan emosional dengan keluarga, teman, dan individu lain yang signifikan. Remaja yang memiliki hubungan yang kuat dan positif dengan orang tua dan teman-teman cenderung lebih sedikit melakukan kejahatan.
- Commitment (Komitmen): Keterlibatan dalam aktivitas konvensional seperti pendidikan dan pekerjaan. Remaja yang berkomitmen pada pendidikan dan memiliki tujuan masa depan yang jelas cenderung lebih patuh pada norma sosial.
- Involvement (Keterlibatan): Partisipasi dalam kegiatan yang sah seperti olahraga, kegiatan keagamaan, atau pekerjaan. Remaja yang sibuk dengan kegiatan positif memiliki lebih sedikit waktu untuk terlibat dalam kegiatan kriminal.
- Belief (Kepercayaan): Keyakinan pada nilai-nilai dan norma-norma masyarakat.
- Remaja yang percaya pada aturan dan hukum cenderung lebih patuh dan menghindari perilaku kriminal.
Teori Asosiasi Diferensial (Edwin H. Sutherland)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kriminal dipelajari melalui interaksi dengan individu lain yang memiliki nilai dan norma yang mendukung tindakan kriminal. Ada beberapa konsep kunci dalam teori ini:
- Belajar melalui Interaksi Sosial: Perilaku kriminal dipelajari melalui komunikasi dan interaksi dengan orang lain, terutama dalam kelompok kecil seperti teman dan keluarga.
- Frekuensi, Durasi, dan Intensitas: Semakin sering, semakin lama, dan semakin intens interaksi dengan individu yang memiliki nilai-nilai kriminal, semakin besar kemungkinan seseorang akan mempelajari dan mengadopsi perilaku kriminal.
- Pembelajaran Nilai dan Teknik: Melalui asosiasi dengan individu yang mendukung kejahatan, seseorang belajar teknik untuk melakukan kejahatan serta motif, sikap, dan justifikasi untuk tindakan tersebut.
- Perbedaan Definisi: Seseorang akan cenderung melakukan kejahatan jika mereka lebih sering terpapar pada definisi yang mendukung kejahatan daripada definisi yang menentangnya.
Teori Strain (Robert K. Merton, "Social Structure and Anomie", 1938).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kriminal muncul ketika individu mengalami tekanan atau ketidakpuasan hidup. Menurut teori ini, masyarakat menekankan tujuan budaya tertentu seperti kekayaan dan kesuksesan, tetapi tidak semua individu memiliki cara yang sah untuk mencapainya. Ada beberapa bentuk strain yang dapat memicu perilaku kriminal:
Tekanan Ekonomi: Ketika individu tidak dapat mencapai tujuan ekonomi melalui cara-cara yang sah, mereka mungkin mencari jalan keluar melalui kejahatan untuk mendapatkan uang atau status.
Tekanan Sosial: Tekanan dari teman sebaya atau kelompok sosial untuk mencapai status atau penghargaan dapat mendorong individu untuk melakukan tindakan kriminal.
Tekanan Keluarga: Ketidakpuasan atau konflik dalam keluarga dapat menyebabkan remaja mencari pelarian melalui geng motor dan aktivitas kriminal.
Pengaruh Strain pada Remaja: Remaja yang mengalami tekanan dari berbagai aspek kehidupan mereka mungkin merasa frustrasi dan tidak puas, yang kemudian mendorong mereka untuk mencari pelarian melalui aktivitas kriminal sebagai bentuk pelampiasan atau cara untuk mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai melalui cara-cara yang sah.
Ketiga teori ini memberikan pandangan yang berbeda namun saling melengkapi tentang mengapa remaja mungkin terlibat dalam aktivitas geng motor dan perilaku kriminal lainnya. Teori Kontrol Sosial menyoroti pentingnya ikatan sosial yang kuat untuk mencegah perilaku kriminal. Teori Asosiasi Diferensial menekankan pembelajaran perilaku kriminal melalui interaksi sosial dengan individu yang memiliki nilai-nilai kriminal. Teori Strain menjelaskan bagaimana tekanan dan ketidakpuasan hidup dapat mendorong individu untuk mencari jalan keluar melalui kejahatan. Dengan memahami ketiga teori ini, kita dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mencegah dan menangani perilaku kriminal di kalangan remaja, khusunya yang terlibat dalam aktivitas / kegiatan geng motor.
Mengapa banyak remaja yang tertarik bergabung ke dalam Geng Motor?
Geng motor sendiri biasanya berawal dari adanya komunitas motor, yang merupakan sekumpulan orang yang memiliki hobi atau ketertarikan dengan sepeda motor yang sering melakukan kegiatan secara bersama – sama misalnya modif sepeda motor, touring, dll. Komunitas seperti ini dilakukan semua kalangan tanpa memandang umur termasuk remaja. Masa remaja merupakan masa pencarian identitas, masa dimana seorang individu mencarai jati diri dan membutuhkan pengakuan. Berkumpul dan membentuk suatu perkumpulan merupakan perwujudan dimana remaja merasa diterima oleh lingkungannya dan menunjukan eksistensinya dengan berbagai perilaku. Namun yang meresahkan adalah jika perilaku tersebut berubah menjadi tindak kriminalitas yang meresahkan. Tidak jarang pergaulan remaja yang serba ingin tahu dan ingin mencoba hal-hal yang baru berujung dengan tindakan kriminal. Bisa kita lihat dalam berbagai acara liputan kriminal di media massa, hampir setiap hari selalu ada berita mengenai tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja.
Istilah “geng motor” sendiri sudah bermakna negative, dimana geng dapat diartikan kelompok orang yang sering kali berkumpul atau bersama – sama yang memiliki hobi, minat, tujuan dan aktivitas yang sama, yang mana dalam geng motor individu – individu tersebut disatukan dalam beberapa aspek diatas dengan ditunjang sarana atau kepemilikan sepeda motor dalam kebanyakan aktivitas mereka. Dalam konteks tertentu, terutama di Indonesia, istilah "geng motor" seringkali diasosiasikan dengan perilaku negative terutama tindakan criminal. Geng motor biasanya memiliki pemimpin atau orang yang paling disegani di dalam kelompok tersebut, yang sering disebut bos atau ketua.
Geng motor biasanya memiliki identitas yang kuat, termasuk nama, logo, seragam, dan simbol-simbol lain yang menunjukkan keanggotaan mereka. Anggota motor sering kali memakai pakaian atau aksesori tertentu untuk menunjukkan afiliasi mereka dengan geng tersebut. Dikarenakan rata – rata anggota geng motor masih berusia muda, yang masih butuh validasi atau pengakuan dari orang / khalayak terkait eksistensi mereka. Solidaritas dan loyalitas tinggi di antara anggota geng adalah ciri khas. Sesama anggota geng sering kali merasa memiliki ikatan kuat dengan sesama anggota dan berkomitmen untuk saling melindungi. Hal tersebut yang seringkali membuat awal munculnya perbuatan – perbuatan yang berakhir dengan tindak pidana atau perbuatan criminal.
Penerapan jiwa korsa yang bukan pada tempatnya
Penerapan jiwa korsa yang bukan pada tempatnya tersebut menjadikan para anggota geng motor merasa apabila salah satu rekan mereka memiliki permasalahan terutama dengan orang / kelompok lain, sebagai sesama anggota mereka merasa memiliki kewajiban untuk membela rekanya tersebut tanpa melihat penyebab dari adanya permasalahan, apakah rekan mereka di pihak yang benar atau salah, mereka tidak akan melihat hal tersebut, dimana bagi mereka solidaritas dan rasa senasib sepenanggungan. Mereka merasakan kenyamanan dan kemanan saat sedang berada dengan kelompoknya, semakin sering bersama ikatan diantara mereka bisa dipastikan menjadi semakin kuat, bahkan kelompok tersebut bisa menjadi keluarga kedua selain keluarga mereka dirumah, apalagi bagi individu yang memiliki kehidupan kurang harmonis dalam keluarga mereka, atau mungkin sudah tidak memiliki keluarga dalam kehidupan mereka, akan membuat rasa senasib, sepenanggungan, solidaritas, serta loyalitas adalah hal yang utama dan harus dijunjung tinggi diantara mereka. Semua hal tersebut diatas selaras dengan ketiga teori sosial yang digunakan penulis untuk melakukan analisa dari sudut pandang kriminologis pada perilaku negative keterlibatan remaja di dalam geng motor yaitu Teori kontrol sosial, teori asosiasi diferensial, dan Teori strain.
Lebih lanjut, seharusnya apabila ditempatkan pada hal yang positif, jiwa korsa dapat menjadikan rasa persaudaraan yang saling mengikat antar anggota menjadi suatu hal yang bermanfaat bagi anggota yang lain, keluarga anggota ataupun masyarakat luas, seperti misal bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak bencana alam atau bantuan kepada salah satu anggota yang mungkin mengalami musibah, tentunya hal tersebut akan sangat bermanfaat dan dapat menjadikan citra dari kelompok mereka baik di mata masyarakat dan keluarga para anggota, sehingga aura positif dari kelompok tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari – hari para anggota kelompok tersebut.
Peran pemerintah dan masyarakat
Adapun untuk mewujudkan kegiatan positif dari adanya suatu perkumpulan anak muda tersebut, harus ada peran serta dari pemerintah dan masyarakat luas, adanya kelompok – kelompok tersebut sebisa mungkin diwadahi dan difasilitasi guna menunjang hobi yang positif dari kelompok tersebut misal dengan diadakannya even balap motor resmi yang saat ini sudah banyak diterapkan beberapa kota Di Indonesia , Himbauan – himbauan atau edukasi perlu dilakukan oleh pemerintah khususnya dalam hal ini kepolisian untuk meminimalisir kegiatan negative yang dilakukan oleh perkumpulan motor tersebut, edukasi bisa dilakukan dalam konteks ketertiban berkendara atau lalu lintas, serta edukasi pengetahuan hukum dan konsekuensi yang akan dihadapi apabila kelompok tersebut mengarah atau melakukan tindak pidana. Pendataan dari kelompok motor tersebut juga perlu dilakukan pemerintah dan kepolisian guna meminimalisir apabila ada individu dari luar kelompok yang melakukan perbuatan negative dengan menggunakan identitas kelompok tertentu yang dapat memicu adanya konflik lebih luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H