Kejahatan ekonomi (economic crime) adalah tindakan kriminal yang terjadi dalam konteks kegiatan ekonomi, seperti penipuan, pencucian uang, penipuan pajak, manipulasi pasar, dan lain sebagainya. Ini melibatkan penggunaan kekuatan, penipuan, atau manipulasi untuk mendapatkan keuntungan ekonomi secara ilegal atau tidak etis. Kejahatan semacam ini bisa dilakukan oleh individu, kelompok, atau bahkan organisasi besar.
     Menurut Encyclopedia of Crime and Justice (1983, Sanford, H. Kadish), dibedakan tiga tipe tindak pidana dibidang ekonomi, yaitu: Property crimes (Kejahatan dibidang poperti),  Regulatory crimes (Kejahatan Regulasi), dan Tax crimes (Kejahatan Pajak). Regulatory crimes (Kejahatan Regulasi) sendiri mengacu pada pelanggaran terhadap peraturan, undang-undang, atau regulasi yang dibuat oleh badan pemerintah atau otoritas pengatur. Ini berbeda dari kejahatan konvensional dalam arti bahwa pelanggaran terjadi terhadap aturan yang dibuat untuk mengatur perilaku dalam suatu industri atau sektor tertentu. Kejahatan regulasi terkadang sulit untuk terdeteksi dikarenakan kompleksitas peraturan serta perlunya pengetahuan khusus dalam bidang hukum yang bersangkutan. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap kejahatan regulasi memerlukan kerjasama antara badan pemerintah, lembaga penegak hukum, dan sektor terkait. Contoh-contoh regulatory crime/ kejahatan regulasi mencakup pelanggaran terhadap peraturan lingkungan, pelanggaran keamanan dan kesehatan kerja, atau pelanggaran terhadap peraturan keuangan.  Adapun pembahasan artikel ini berfokus pada Regulatory crimes / kejahatan regulasi didalam sektor perbankan.
     Sektor perbankan merupakan salah satu sektor vital dalam perekonomian suatu negara. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki peran penting dalam mengelola dana masyarakat, menyediakan kredit, serta mendukung berbagai kegiatan ekonomi. Namun, kompleksitas dan sifat sensitif dari operasional perbankan menjadikannya rentan terhadap berbagai bentuk kejahatan, termasuk kejahatan regulasi. Regulatory crime di sektor perbankan sering kali muncul dalam bentuk penyalahgunaan wewenang, manipulasi data, pencucian uang, dan pelanggaran terhadap aturan-aturan perbankan yang ditetapkan oleh otoritas pengawas. Kejahatan ini tidak hanya berdampak pada kerugian finansial bagi korban, tetapi juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan mengganggu stabilitas ekonomi.
     Pengertian Bank menurut UU Perbankan yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Undang -- Undang mengenai perbankan sendiri diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, adapun salah satu pertimbangan diperbaruinya UU Perbankan tersebut yaitu sebagai upaya menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, selain itu memasuki era globalisasi dengan telah diratifikasi beberapa perjanjian internasional di bidang perdagangan barang dan jasa diperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian khususnya sektor Perbankan.
Teori Kejahatan Kerah Putih (White-Collar Crime)
     Edwin H. Sutherland (1949) mengemukakan konsep white-collar crime, yang mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh individu dengan status sosial dan ekonomi tinggi dalam konteks pekerjaannya. Dalam bukunya yaitu "White Collar Crime" tahun 1949, Sutherland memperkenalkan konsep kejahatan kerah putih sebagai tindakan kriminal yang dilakukan oleh individu yang memiliki status sosial dan ekonomi tinggi dalam konteks pekerjaan mereka. Sutherland berargumen bahwa kejahatan ini sering kali diabaikan oleh sistem hukum dan kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan kejahatan konvensional, meskipun dampaknya terhadap masyarakat bisa sangat merugikan. Kejahatan kerah putih sering kali terkait dengan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran terhadap regulasi yang berlaku. Dalam konteks perbankan, kejahatan regulasi dapat dikategorikan sebagai white-collar crime karena melibatkan pelaku dengan posisi penting dalam institusi keuangan Â
Definisi Kejahatan Ekonomi (Economic Crime)
     Kejahatan ekonomi merupakan bentuk kriminalitas yang merugikan perekonomian dan sistem keuangan suatu negara. Menurut Friedrichs (Trusted Criminals: White Collar Crime In Contemporary Society, 2010), kejahatan ekonomi adalah tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh individu atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan finansial yang merugikan kepentingan publik. Friedrichs menjelaskan bagaimana kejahatan ekonomi dilakukan oleh individu atau kelompok dengan status sosial dan ekonomi yang tinggi. Kejahatan ini mencakup berbagai jenis pelanggaran, termasuk penipuan, penggelapan, pencucian uang, dan kejahatan regulasi.
Kejahatan Regulasi (Regulatory Crime)
     Regulatory crime, dalam konteks sektor perbankan, adalah tindakan melanggar regulasi dan ketentuan hukum yang mengatur operasional perbankan. Gottschalk (Policing White-Collar Crime: Characteristics of White-Collar Criminals, 2011) mendefinisikan kejahatan regulasi sebagai tindakan ilegal yang dilakukan oleh individu atau organisasi yang melanggar aturan yang ditetapkan oleh otoritas pengawas untuk mengendalikan aktivitas ekonomi. Kejahatan ini sering kali melibatkan manipulasi data, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran terhadap kebijakan perbankan. Â
Teori Kejahatan Organisasi (Organizational Crime Theory)
     Teori kejahatan organisasi menyoroti bagaimana struktur dan budaya organisasi dapat memfasilitasi atau mencegah terjadinya kejahatan. Vaughan (The Challenger Launch Decision: Risky Technology, Culture, and Deviance at NASA, 1999.) mengemukakan bahwa kejahatan dalam organisasi sering kali terjadi karena adanya kesempatan yang diciptakan oleh kelemahan dalam sistem pengawasan dan kebijakan internal. Vaughan mengembangkan konsep "normalisasi penyimpangan" (normalization of deviance), yang menggambarkan bagaimana pelanggaran aturan dan prosedur menjadi hal biasa dan diterima dalam organisasi karena tekanan internal dan budaya kerja. Di dalam bukunya tersebut pokok pembahasan Vaughan sebenarnya yaitu menganalisis keputusan peluncuran Space Shuttle Challenger oleh NASA (Badan antariksa milik Amerika Serikat) sebagai contoh bagaimana deviasi dalam prosedur operasi standar dapat terjadi dan mengakar dalam budaya organisasi, mengarah pada konsekuensi yang berbahaya dan merugikan. Secara komperehensif pembahasan Vaughan bukan hanya tentang kejahatan terorganisir dalam arti tradisional, tetapi juga memberikan wawasan tentang bagaimana struktur organisasi dan budaya dapat mendorong terjadinya tindakan yang menyimpang dan berisiko, yang relevan dengan kejahatan regulasi di berbagai sektor, termasuk perbankan. Dalam dunia perbankan sendiri kejahatan regulasi dapat terjadi akibat lemahnya pengawasan internal, budaya kerja yang tidak etis, dan dorongan untuk mencapai target finansial dengan cara-cara yang melanggar hukum. Â
Teori Pengawasan dan Pengendalian (Control Theory)
     Teori pengawasan dan pengendalian, seperti yang diuraikan oleh Hirschi (Causes of Delinquency, 1969), menekankan pentingnya sistem pengawasan dan regulasi yang ketat dalam mencegah kejahatan. Hirschi mengembangkan Teori Ikatan Sosial (Social Bond Theory), yang menyatakan bahwa individu yang memiliki ikatan kuat dengan masyarakat, seperti keterikatan emosional dengan keluarga, komitmen terhadap norma-norma sosial, keterlibatan dalam kegiatan konvensional, dan keyakinan pada aturan-aturan hukum, cenderung tidak melakukan tindakan kriminal. Hirschi menekankan pentingnya ikatan sosial dalam mencegah perilaku menyimpang dan bagaimana kelemahan dalam ikatan ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kejahatan. Dalam sektor perbankan, pengawasan dan penegakan regulasi oleh otoritas pengawas seperti bank sentral dan badan pengawas keuangan memainkan peran penting dalam mencegah terjadinya regulatory crime. Pengawasan yang efektif dapat mengidentifikasi dan menghentikan tindakan ilegal sebelum menyebabkan kerugian yang signifikan. Â
       Berdasarkan beberapa teori diatas yaitu Teori Kejahatan Kerah Putih (White-Collar Crime), Kejahatan Ekonomi (Economic Crime), Kejahatan Regulasi (Regulatory Crime), Teori Kejahatan Organisasi (Organizational Crime Theory), dan Teori Pengawasan dan Pengendalian (Control Theory), dapat diambil kesimpulan bahwa adanya / penyebab terjadinya Regulatory crime / kejatan regulasi di sektor perbankan disebabkan oleh banyak factor. Edwin H. Sutherland menyebut kejahatan ekonomi sebagai "White Collar Crime" / kejahatan kera putih dikarenakan kejahatan ini dilakukan oleh individu yang memiliki status sosial dan ekonomi tinggi yang bekerja di posisi dan tanggung jawab yang tinggi / membutuhkan keahlian khusus, terutama dalam sektor keuangan sesuai pembahasan penulis saat ini.
      Kejahatan kerah putih sering kali dilakukan melalui metode yang tidak melibatkan kekerasan fisik seperti kejahatan konvensional pada umumnya. Kejahatan ini dilakukan dengan menggunakan pengetahuan khusus atau akses ke informasi yang tidak dimiliki oleh orang lain. Meskipun tidak melibatkan kekerasan fisik, kejahatan kerah putih dapat menyebabkan kerugian finansial yang sangat besar dan memiliki dampak luas pada perekonomian dan masyarakat. Kejahatan ini dapat merugikan individu, perusahaan, dan bahkan ekonomi nasional.
      Kesimpulan yang dapat diambil dan dipelajari dari adanya penulisan artikel ini yaitu Kejahatan regulasi di sektor perbankan sebagai salah satu bentuk kejahatan ekonomi yang memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian dan masyarakat. Berbagai bentuk kejahatan ini, mulai dari manipulasi data keuangan, pembobolan dan nasabah hingga pencucian uang, sering kali dilakukan oleh individu atau kelompok dengan status sosial, jabatan dan ekonomi tinggi dalam upaya memperoleh keuntungan finansial yang tidak sah. Faktor-faktor seperti tekanan finansial, kelemahan dalam sistem pengawasan, dan budaya kerja yang tidak etis dapat memperburuk situasi ini.
      Untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan regulasi di sektor perbankan, diperlukan upaya kolaboratif antara bank, otoritas pengawas, pemerintah , serta penegak hukum. Penguatan pengawasan dan penegakan hukum, implementasi teknologi pengawasan yang canggih, peningkatan kesadaran akan etika dan kepatuhan, serta pelatihan dan edukasi bagi karyawan bank merupakan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko kejahatan regulasi. Dengan menerapkan strategi pencegahan yang efektif dan meningkatkan integritas dalam sektor perbankan, diharapkan dapat tercipta lingkungan perbankan yang lebih aman, transparan, dan terpercaya. Hal ini tidak hanya akan melindungi kepentingan nasabah dan investor, tetapi juga akan memperkuat stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan guna mencapai tujuan peningkatan ekonomi bagi Negara dan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H