Teori kejahatan organisasi menyoroti bagaimana struktur dan budaya organisasi dapat memfasilitasi atau mencegah terjadinya kejahatan. Vaughan (The Challenger Launch Decision: Risky Technology, Culture, and Deviance at NASA, 1999.) mengemukakan bahwa kejahatan dalam organisasi sering kali terjadi karena adanya kesempatan yang diciptakan oleh kelemahan dalam sistem pengawasan dan kebijakan internal. Vaughan mengembangkan konsep "normalisasi penyimpangan" (normalization of deviance), yang menggambarkan bagaimana pelanggaran aturan dan prosedur menjadi hal biasa dan diterima dalam organisasi karena tekanan internal dan budaya kerja. Di dalam bukunya tersebut pokok pembahasan Vaughan sebenarnya yaitu menganalisis keputusan peluncuran Space Shuttle Challenger oleh NASA (Badan antariksa milik Amerika Serikat) sebagai contoh bagaimana deviasi dalam prosedur operasi standar dapat terjadi dan mengakar dalam budaya organisasi, mengarah pada konsekuensi yang berbahaya dan merugikan. Secara komperehensif pembahasan Vaughan bukan hanya tentang kejahatan terorganisir dalam arti tradisional, tetapi juga memberikan wawasan tentang bagaimana struktur organisasi dan budaya dapat mendorong terjadinya tindakan yang menyimpang dan berisiko, yang relevan dengan kejahatan regulasi di berbagai sektor, termasuk perbankan. Dalam dunia perbankan sendiri kejahatan regulasi dapat terjadi akibat lemahnya pengawasan internal, budaya kerja yang tidak etis, dan dorongan untuk mencapai target finansial dengan cara-cara yang melanggar hukum. Â
Teori Pengawasan dan Pengendalian (Control Theory)
     Teori pengawasan dan pengendalian, seperti yang diuraikan oleh Hirschi (Causes of Delinquency, 1969), menekankan pentingnya sistem pengawasan dan regulasi yang ketat dalam mencegah kejahatan. Hirschi mengembangkan Teori Ikatan Sosial (Social Bond Theory), yang menyatakan bahwa individu yang memiliki ikatan kuat dengan masyarakat, seperti keterikatan emosional dengan keluarga, komitmen terhadap norma-norma sosial, keterlibatan dalam kegiatan konvensional, dan keyakinan pada aturan-aturan hukum, cenderung tidak melakukan tindakan kriminal. Hirschi menekankan pentingnya ikatan sosial dalam mencegah perilaku menyimpang dan bagaimana kelemahan dalam ikatan ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kejahatan. Dalam sektor perbankan, pengawasan dan penegakan regulasi oleh otoritas pengawas seperti bank sentral dan badan pengawas keuangan memainkan peran penting dalam mencegah terjadinya regulatory crime. Pengawasan yang efektif dapat mengidentifikasi dan menghentikan tindakan ilegal sebelum menyebabkan kerugian yang signifikan. Â
       Berdasarkan beberapa teori diatas yaitu Teori Kejahatan Kerah Putih (White-Collar Crime), Kejahatan Ekonomi (Economic Crime), Kejahatan Regulasi (Regulatory Crime), Teori Kejahatan Organisasi (Organizational Crime Theory), dan Teori Pengawasan dan Pengendalian (Control Theory), dapat diambil kesimpulan bahwa adanya / penyebab terjadinya Regulatory crime / kejatan regulasi di sektor perbankan disebabkan oleh banyak factor. Edwin H. Sutherland menyebut kejahatan ekonomi sebagai "White Collar Crime" / kejahatan kera putih dikarenakan kejahatan ini dilakukan oleh individu yang memiliki status sosial dan ekonomi tinggi yang bekerja di posisi dan tanggung jawab yang tinggi / membutuhkan keahlian khusus, terutama dalam sektor keuangan sesuai pembahasan penulis saat ini.
      Kejahatan kerah putih sering kali dilakukan melalui metode yang tidak melibatkan kekerasan fisik seperti kejahatan konvensional pada umumnya. Kejahatan ini dilakukan dengan menggunakan pengetahuan khusus atau akses ke informasi yang tidak dimiliki oleh orang lain. Meskipun tidak melibatkan kekerasan fisik, kejahatan kerah putih dapat menyebabkan kerugian finansial yang sangat besar dan memiliki dampak luas pada perekonomian dan masyarakat. Kejahatan ini dapat merugikan individu, perusahaan, dan bahkan ekonomi nasional.
      Kesimpulan yang dapat diambil dan dipelajari dari adanya penulisan artikel ini yaitu Kejahatan regulasi di sektor perbankan sebagai salah satu bentuk kejahatan ekonomi yang memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian dan masyarakat. Berbagai bentuk kejahatan ini, mulai dari manipulasi data keuangan, pembobolan dan nasabah hingga pencucian uang, sering kali dilakukan oleh individu atau kelompok dengan status sosial, jabatan dan ekonomi tinggi dalam upaya memperoleh keuntungan finansial yang tidak sah. Faktor-faktor seperti tekanan finansial, kelemahan dalam sistem pengawasan, dan budaya kerja yang tidak etis dapat memperburuk situasi ini.
      Untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan regulasi di sektor perbankan, diperlukan upaya kolaboratif antara bank, otoritas pengawas, pemerintah , serta penegak hukum. Penguatan pengawasan dan penegakan hukum, implementasi teknologi pengawasan yang canggih, peningkatan kesadaran akan etika dan kepatuhan, serta pelatihan dan edukasi bagi karyawan bank merupakan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko kejahatan regulasi. Dengan menerapkan strategi pencegahan yang efektif dan meningkatkan integritas dalam sektor perbankan, diharapkan dapat tercipta lingkungan perbankan yang lebih aman, transparan, dan terpercaya. Hal ini tidak hanya akan melindungi kepentingan nasabah dan investor, tetapi juga akan memperkuat stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan guna mencapai tujuan peningkatan ekonomi bagi Negara dan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H