Dulu, bekerja hanya bagian kecil dari hidup; kini, bekerja menjadi jangkar yang menahan segalanya tetap stabil. Sebagai guru, tugasmu tak hanya mengajar, tapi juga mendidik, mempersiapkan materi, dan mendampingi peserta didik. Ada momen-momen ketika kamu merasa jiwamu lelah, tapi tak ada pilihan untuk berhenti. Gaji datang di awal bulan, tapi seperti mantra ajaib, ia menguap begitu saja: listrik, internet, belanja bulanan, dan tentu saja ---cicilan rumah yang setia mengetuk pintu setiap bulan tanpa jeda.
Kadang-kadang, kamu bertanya-tanya: Apakah ini artinya menjadi dewasa? Hidup dalam putaran kewajiban yang tak berkesudahan? Tapi di tengah kelelahan itu, ada kehangatan yang tak bisa dibeli: senyum Katrina ketika ia berhasil memanggilmu "Abu" atau "Ama" untuk pertama kalinya, atau pelukan pasangan di penghujung hari, ketika dunia terasa terlalu berat untuk ditanggung sendirian.
Cicilan rumah adalah simfoni hidup usia 30-an---berirama tetap, tak peduli kamu siap atau tidak. Setiap bulan, ia datang seperti teman lama yang tak pernah bosan berkunjung. Di awal, membeli rumah terasa seperti pencapaian besar, sebuah tanda bahwa kamu berhasil menjadi "dewasa".Â
Tapi di pertengahan perjalanan, kamu mulai merindukan masa di mana satu-satunya kekhawatiran adalah menentukan tempat nongkrong untuk akhir pekan.
Namun, rumah bukan hanya tembok dan atap; ia adalah mimpi yang sedang dibangun. Setiap kali membayar cicilan, kamu seolah menanam benih harapan---bahwa suatu hari, tempat ini akan menjadi istana bagi keluargamu. Dan itu membuat setiap rupiah yang dibayar terasa sedikit lebih ringan.
Rindu itu hadir seperti hujan di sore hari ---tak diundang, tapi tak bisa dihindari. Kadang, kamu merindukan kebebasan masa muda yang begitu liar dan spontan. Merindukan malam-malam panjang tanpa batas, tanpa kewajiban selain bersenang-senang.Â
Tapi hidup adalah perjalanan maju, dan masa lalu adalah tempat yang indah untuk dikunjungi, bukan untuk ditinggali.
Kini, kamu hidup dalam dimensi lain ---di mana kebahagiaan datang dalam bentuk yang berbeda. Tidak lagi berupa malam tanpa akhir di kafe, tapi dalam tawa anak kecil dan obrolan hangat dengan pasangan di sela-sela kesibukan. Mungkin memang benar, menjadi tua itu menyebalkan, tapi ia juga membawa makna yang lebih dalam.
Usia 33 adalah titik di mana kamu belajar bahwa hidup bukan tentang melarikan diri dari tanggung jawab, tapi tentang menemukan keindahan di dalamnya. Ada kebahagiaan dalam setiap lelah, makna dalam setiap tagihan yang dibayar, dan cinta dalam setiap waktu yang dihabiskan bersama keluarga.
Jadi, meskipun menjadi tua memang menyebalkan, ada banyak hal yang membuatnya layak dijalani.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI