Mohon tunggu...
Taufik Alamsyah
Taufik Alamsyah Mohon Tunggu... Guru - Seorang tenaga pengajar

Mengajar adalah belajar

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Mencari Relasi Film "Dunki" dengan Pengungsi Rohingya

3 April 2024   11:15 Diperbarui: 3 April 2024   11:23 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh ini sangat disayangkan, terutama, bagaimana mahasiswa berpikir kritis dan seharusnya mampu menarik benang merah Sejarah kultural. Para pengungsi Rohingya mencoba lari dari negeri asalnya yang diwarnai kekelaman, diselimuti angkara murka, serta dikendalikan oleh rezim otoriter yang senantiasa menegakkan marka-marka kepastiannya dengan cara-cara represif. Mereka yang melarikan diri itu, hanya menemui satu jalan buntu: lautan. Lalu mereka pun menyerahkan nasibnya pada ketidakpastian itu sendiri, berupaya mencari kehidupan yang lebih baik di seberang lautan dengan menjadi manusia perahu yang harus terombang-ambing di tengah samudera dengan hanya membawa perbekalan yang amat minim.

Secara historis, Rohingya adalah korban dari rezim politik genosida Myanmar pascakemerdekaan. Dengan latar belakang agama, hingga sekarang dengan penemuan hasil minyak bumi di wilayah Rohingya, tak segan pemerintah Myanmar terus menyerang sporadis orang-orang Rohingya! Geoolitik ekonomi global yang semakin ketat nan barbar juga turut bertanggungjawab terhadap para imigran dan pengungsi Rohingya. Selama puluhan tahun, orang-orang Rohingya tidak mendapat status kewarganegaraan dan juga dicabut hak-haknya. Padahal, Rohingya adalah bagian dari Myanmar selama berates-ratus abad. Dengan fenomena tersebut, bagaimana Shahrukh Khan dalam film Dunki sangat relevan. Sudah saatnya hati nurani warga global terketuk dan membuka mata terhadap kekerasan yang dialami imigran dan pengungsi. Mereka adalah manusia yang ingin hidup dengan kedamaian dan ketenangan. Mereka, pada dasarnya, tidak ingin hidup seperti ini; jauh dari tanah air dan negara yang telah melahirkan dan membesarkan mereka. Namun, takdir berkata lain.

Jika menengok ke masa lalu, ketika Aceh sedang dalam DOM, bagaimana Masyarakat Aceh direpresif oleh penguasa negara saat itu, banyak juga orang-orang Aceh menjadi imigran dan pengungsi di negara Malaysia, Singapur, Brunei, dan lainnya. Atau, saat tsunami melanda Aceh, bagaimana respons warga global turut membantu terhadap orang-orang Aceh di negara mereka. Alangkah naifnya, sebagai manusia, memperlakukan manusia lain dengan tindak kekerasan dan sadis, padahal, di masa lalu mereka sama seperti orang-orang Rohingya.

Apakah tidak bisa, nilai-nilai kemanusiaan menembus batas wilayah teritori negara? Atau mungkin, teritori negara bukan hanya simbol perbatasan negara tetapi perbatasan antar manusia? Rajkumar Hirani pada hari ini melakukan nobar film Dunki bersama para konsulat dari banyak negara. Dengan harapan upaya kebijaksanaan dan kemanusiaan melalui visual dapat membentuk nilai kemanusiaan para penguasa negara dunia untuk bergerak menciptakan rasa keadilan dan kedamaian bagi para imigran, pengungsi, dan seluruh warga global dengan tatanan kehidupan yang penuh cinta dan harmonis.

Dan, semoga para konsulat dan orang-orang kedubes Indonesia juga turut menonton film Dunki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun