Terjadi pengasingan terhadap korban (yang dikuasai). Mereka kehilangan identitasnya serta terpenjara dengan syahwat penguasa.
Adanya penunggalan dan pengkultusan terhadap sebuah ideologi, serta menafikan keragaman hakiki.
Pembenaran terhadap makna tunggal yang seharusnya beragam.
Sentimen kelompok semakin melebar.
Kekuasaan semakin mendapatkan porsi lebih untuk melanggengkan warna politiknya.
Demikian pun yang terjadi terhadap polarisasi oleh penguasa di Sulut dan sekitarnya. Kita bisa membacanya sebagai hal yang positif sekaligus mewaspadainya dalam upaya membangun demokrasi yang sejati. Dengan kata lain, tindakan hegemoni ini bisa menjadi kewajaran sekaligus ancaman bagi masa depan berbangsa dan bernegara.Â
Saya berharap, kelak, bila ada kepala daerah yang terlahir dari rahim Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang kini menjadi alat perjuangan politik Saya, polarisasi dan politisasi seperti ini tak perlu terjadi. Bunga mawar akan harum dari karya dan kebijakan-kebijakan populis untuk menyelamatkan rakyat. Bukan dari hegemoni yang hanya mencitrakan sebagai penguasa seolah haus akan kedudukan dan jabatan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H