Pernahkah Anda membayangkan bagaimana nenek moyang kita menjaga ketahanan pangan tanpa teknologi modern? Di sebuah dusun kecil bernama Pamah Semelir, bagian dari Desa Telagah, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat, ada sebuah cerita inspiratif tentang sistem ketahanan pangan yang pernah berjaya di masa lalu.
Cerita berikut ini hasil dari diskusi dengan Edison Sembiring, Reguna Tarigan , dan Adir Sitepu Desa Telagah pada hari Minggu Desember 15, 2024.
Sejarah Desa
Desa Telagah berdiri sekitar tahun 1950. Nama Desa Telagah diambil dari sumber air yang tak pernah kering sampai sekarang yang disebut telagah. Telagah berada tepat di belakang komplek perkantoran Desa Telagah saat ini.
Dulu masyarakat Desa Telagah mencari tempat berkumpul yang dekat dengan air untuk bisa diminum atau untuk penggunaan lain. Di lokasi tersebut, masyarakat mendirikan gubuk tempat berkumpul. Warga yang datang ke telagah tidak hanya penduduk setempat, tetapi dari desa lain. Lokasi sumber air semakin dikenal dari waktu ke waktu dan akhirnya menjadi nama Desa Telagah".
Sekitar tahun 1930, nama Desa Telagah adalah Desa Kuta Bekancan yang dibentuk oleh marga depari. Desa tersebut dipimpin oleh penghulu marga Depari. Setelah kemerdekaan, Sultan (Raja di Langkat) merubah nama kuta bekancan  menjadi kampung telagah wilayah Karo. Sebagian besar masyarakat Desa Telagah adalah etnis Karo.
Desa Telagah yang merupakan bagian dari Kecamatan Sei Bingai terletak di bagian paling selatan wilayah kecamatan ini. Secara geografis berada pada koordinat 317'32"N 9823'58"E dengan topografi perbukitan. Letaknya di dataran tinggi hingga mencapai 831 mdpl. Udara di Desa Telagah berhawa sejuk dan semakin dingin di saat malam.
Desa Telagah Dusun Pamah Semelir juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata. Lanskap alamnya yang hijau, udara yang segar, dan nuansa pedesaan yang tenang menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin mencari ketenangan atau belajar tentang budaya lokal. Â Desa ini dikenal memiliki bentang alam yang indah, budaya yang kaya, dan masyarakat yang hidup dalam harmoni dengan tradisi. Di antara dusun-dusunnya yang ada, Dusun Pamah Semelir menyimpan kisah menarik tentang sejarah dan kearifan lokal, terutama dalam hal ketahanan pangan.
Ketahanan Pangan Ala Leluhur
Sekitar beberapa dekade lalu, masyarakat Pamah Semelir mengandalkan lumbung desa, atau sering disebut Rumah Padi, sebagai penopang utama kebutuhan pangan mereka. Sistem ini dirancang dengan prinsip gotong royong dan kearifan lokal.
Ketika panen tiba, para petani dengan sukarela menyumbangkan satu kaleng padi (11 kilogram) ke lumbung desa. Bayangkan satu kaleng yang secara kolektif diisi oleh seluruh penduduk, lalu menjadi penopang desa ketika masa sulit melanda. Sistem ini menanamkan rasa tanggung jawab bersama, petani tidak hanya memikirkan keluarganya sendiri tetapi juga nasib komunitas di sekitarnya.