Listrik merupakan sumber energi utama yang menopang berjalannya kehidupan masyarakat. Jumlah populasi di Indonesia yang besar membuat kapasitas energi, terutama listrik, yang diperlukan juga besar.Â
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa terjadi kenaikan konsumsi listrik nasional sebesar 65 kWh/kapita pada tahun 2017, menjadi 1.021 kWh/kapita, dibandingkan pada tahun 2016 sebesar 956,36 kWh/kapita.Â
Permintaan yang semakin lama semakin tinggi tersebut sulit untuk dipenuhi oleh PLN. Hendri Saparini selaku Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengatakan bahwa per tahunnya, terdapat sekitar 5.000 MW tambahan kebutuhan listrik di Indonesia, namun PLN hanya dapat menyediakan pasokan listrik sebesar 4.000 MW.Â
Berdasarkan hal tersebut, dapat dipastikan bahwa listrik belum tersebar secara merata ke seluruh daerah di Indonesia. Pemadaman listrik secara bergilir pun dilakukan di beberapa daerah di Indonesia untuk mengatasi hal tersebut.
Salah satu sumber energi yang dominan adalah energi fosil. Namun, energi yang disuplai dari fosil selalu menipis setiap tahunnya. Oleh sebab itu, diperlukan energi terbarukan untuk mengatasi hal tersebut. Di Indonesia, pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) terbilang masih cukup rendah.Â
Hingga saat ini, beberapa jenis EBT telah digunakan, yaitu air, panas bumi, serta bioenergi, tetapi kapasitas pemanfaatannya masih cukup rendah, sehingga pemanfaatan EBT perlu ditingkatkan, dapat melalui pengoptimalan pemanfaatan EBT yang sudah ada, maupun mencari energi non fosil lain sebagai EBT baru. Salah satu energi non-fosil yang dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai sumber energi adalah tenaga angin.
ANGIN SEBAGAI ENERGILISTRIK
Angin merupakan udara bergerak akibat adanya perbedaan tekanan. Selain itu, angin juga disebabkan perbedaan pemanasan sehingga terjadi perpindahan udara panas ke dingin. Bumi menerima daya matahari 1,74 x 10^17 watt per jam dan sekitar 1-2%-nya diubah menjadi energi angin. Nilai ini setara 50 -- 100 kali energi matahari yang dikonversi oleh semua tumbuhan di bumi menjadi biomassa.Â
Energi angin dapat dikonversi menjadi energi listrik. Salah satu caranya adalah dengan membangun kincir angin. Besar atau kecilnya listrik yang dihasilkan sangat bergantung pada kecepatan angin tersebut. Kecepatan angin dipengaruhi oleh kekerasan permukaan dan penghalang, seperti gedung-gedung dan pohon.Â
Di daerah perkotaan dengan gedung tinggi, pengaruh ketinggian terhadap kecepatan angin lebih besar dibandingkan daerah pedesaan. Angin yang dapat dimanfaatkan sebagai energi angin umumnya merupakan angin permukaan yang tingginya sekitar 50 m, dan memiliki kecepatan rata-rata sekitar 20 km/jam.
PRINSIP KERJA PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin)
Prinsip kerja PLTB menggunakan kincir angin untuk mengkonversi energi kinetik dari angin menjadi energi listrik. Energi kinetik angin akan masuk ke area turbin sehingga memutar kincir angin yang kemudian menggerakan generator untuk membangkitkan listrik. Daya turbin angin dipengaruhi oleh volum, densitas, dan kecepatan angin. Berikut ini merupakan skema kincir angin.
Angin akan menggerakan baling-baling yang berfungsi menangkap energi kinetik dari angin lalu menkonversinya menjadi energi mekanik putar yang terhubung dengan rotor. Jumlah blade umumnya 3 atau lebih. Unit gearbox merupakan transmisi pada turbin angin yang berfungsi untuk menyalurkan daya dari rotor menuju generator dengan mempercepat putaran.Â
Generator merupakan unit utama dalam sistem kincir angin yang berfungsi untuk mengkonversi energi mekanik putaran rotor menjadi energi listrik. Terdapat unit pengendali berupa controller yang berfungsi mengendalikan arah dari poros turbin, anemometer untuk mengukur kecepatan angin, yaw drive berfungsi untuk mengatur posisi komponen turbin angin optimal terhadap arah angin, yaw motor yang berfungsi menggerakan yaw drive.Â
Komponen rem digunakan untuk menghentikan putaran rotor dalam sistem keamanan atau saat dilakukan maintenance. Tower adalah menara penopang seluruh komponens sistem turbin angin.
Sistem turbin terbagi menjadi dua jenis, yaitu turbin angin sumbu vertikal dan turbin angin sumbu horizontal. Turbin angin sumbe vertikal mempunyai rotor utama yang disusun secara tegak lurus. Sistem ini memiliki kelebihan yaitu turbin tidak perlu diarahkan ke arah angin supaya efektif.Â
Hal ini menguntungkan untuk daerah-daerah yang arah anginnya sangat beragam. Selain itu, generator dapat diletakkan di bawah tower sehingga mengurangi beban struktur.Â
Namun terdapat kerugian pada sistem ini yaitu kecepatan di bawah struktur relatif rendah dan kurang efisien dibandingkan dengan sisten horizontal. Selain itu, jenis turbin ini umumnya mempunya torsi awal yang rendah sehingga memerlukan dorongan ekstra untuk beroperasi.
Sistem turbin angin horizontal memiliki poros rotor dan generator listrik di puncak tower. Sistem ini memiliki keuntungan yaitu dapat memanfaatkan kecepatan angin yang lebih besar karena struktur menara yang tinggi. Sementara kekurangan dari sistem turbin angin horizontal adalah membutuhkan konstruksi tower yang besar untuk menopang sistem turbin, Â blade, Â gearbox, dan generator di puncak tower.Â
Selain itu, turbin harus diposisikan di tempat yang aman dari lintasan pesawat, memerlukan sistem pengendali yaw  tambahan untuk mengatur kincir ke arah angina.
POTENSI PLTB DI INDONESIA
Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu di Indonesia sebesar 920 GW. Jika Indonesia mengunakan potensi energi terbarukan yang berbasis energi angin, maka Indonesia dapat menerangi sekitar 10.322.222 rumah dengan asumsi satu rumah menggunakan kira-kira 900 Watt.Â
Namun, kenyataannya kapasitas yang terpasang masih 0,5 MW. Kapasitas yang terpasang masih jauh dibawah Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu.
Indonesia memiliki 34 provinsi dengan 4 provinsi di Pulau Maluku dan Papua, 6 provinsi di Pulau Sulawesi, 5 provinsi di Pulau Kalimantan, 6 provinsi ada di Pulau Jawa, 10 provinsi di Pulau Sumatera, dan 3 provinsi ada di Pulau Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara.Â
Menurut Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017, Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu yang terbesar ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu sebesar 10.188 MW, sedangkan potensi kedua dan ketiga terbesar adalah Jawa Timur dan Jawa Barat dengan potensi berturut-turut sebesar 7.907 dan 7.036 MW. Hal ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya adalah ketinggian gedung dan kepadatan penduduk di provinsi tersebut.Â
Semakin banyak gedung-gedung pencakar langit dan penduduk yang tinggal di provinsi tersebut maka potensinya akan semakin rendah. Contohnya Provinsi DKI Jakarta yang memiliki banyak gedung besar dan penduduk terbanyak di Indonesia yakni 9.988.495 jiwa memiliki potensi terendah, yaitu hanya 4 MW.
Untuk biaya pembuatan PLTB, setiap MW nya berkisar antara $1,3 juta sampai $2,6 juta (Rp. 18.657.600.000 sampai Rp. 37.315.200.000). Seperti contohnya adalah PLTB Sidrap yang berada di kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan yang berkapasitas 75 MW memakan biaya sekitar $150 juta atau sebesar Rp. 2.152.800.000.000.Â
Untuk daerah potensial seperti Nusa Tenggara Timur yang bahkan potensinya lebih dari 10.000 MW, apabila jika setengahnya saja sudah di realisasikan menjadi energi listrik yaitu sebesar 5.000 MW, maka pendapatannya sudah sebesar 5000000 kW x 1 jam x Rp. 1457/kWh atau sebesar Rp. 7.285.000.000 per jam dan Untuk mencapai BEP secara kotor apabila tidak terdapat biaya maintenance/perawatan, diperlukan sekitar 2.152.800.000.000 : 7.285.000.000 atau sekitar 296 jam (13 hari) yang mana dibawah satu bulan dan sangat menguntungkan untuk direalisasikan pada masa depan sehingga dapat di simpulkan investasi ini bagus untuk dikembangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H