Muhammadiyah di Era Kontemporer : Â Melawan Penurunan Demokrasi dan Politik Dinasti
Â
Di era kontemporer bangsa indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan kebangsaan yang semakin kompleks. Tantangan ini merupakan pengaruh dari berkembangnya globalisasi di indonesia. Muhammadiyah sebagai organiasasi islam tertua di indonesia mempunyai peran yang signifikan untuk menjawab segala bentuk tantangan dan permasalahan yang dihadapi bangsa indonesia. Kontribusi Muhammadiyah dalam menghadapi permasalahan kebangsaan indonesia tidak perlu diragukan lagi. Muhammadiyah telah berperan aktif dalam membantu mewujudkan cita-cita bangsa indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 alinea keempat, terutama dalam poin memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sekolah dari Tingkat dasar sampai perguruan tinggi serta rumah sakit Muhammadiyah yang ada di indonesia. Namun demikian, permasalahan bangsa indonesia semakin berkembang dan Muhammadiyah dituntut untuk bisa  menyikapi hal tersebut. Permasalahan seperti kemunduran demokrasi, menguatnya politik dinasti, buruknya Pendidikan, dan ancaman era disruptif (digital problem) terhadap gen Z adalah permasalahan harus di jawab oleh Muhammadiyah di era kontemporer ini.
Peran Muhammadiyah dalam Melawan Penurunan Demokrasi : Memperjuangkan Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat
Istilah "demokrasi" berasal dari bahasa Yunani, "demos" yang berarti rakyat dan "kratos" yang berarti kekuasaan. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana rakyat memegang kekuasaan tertinggi. Miriam Budihardjo (1986) mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan oleh rakyat, di mana rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dan dijalankan secara langsung oleh mereka atau melalui perwakilan yang dipilih dalam pemilihan yang bebas.(Jati 2021)
Berdasarkan tiga laporan utama tiga laporan utama yakni 2020 The Economist Intelligence Unit (EIU), Indeks Demokrasi Indonesia 2019, dan 2021 Democracy Report, demokrasi di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan.(Jati 2021) Terbatasnya kebebasan berekspresi dan berpendapat menjadi penyebab utama mengapa demokrasi di indonesia dikatakan menurun. Kondisi ini bukan hanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia, tetapi juga menghambat partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi. Ketika suara kritis dibungkam dan ruang publik dikontrol, masyarakat kehilangan haknya untuk menyuarakan pendapat, mengawasi pemerintah, dan berkontribusi dalam pengambilan keputusan. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Dampak dari penyempitan ruang berekspresi ini kian terasa. Kasus kriminalisasi aktivis, jurnalis, dan akademisi yang kritis terhadap pemerintah semakin marak. Media massa pun tak luput dari tekanan, dengan pembatasan pemberitaan dan intimidasi terhadap jurnalis. Hal ini menciptakan iklim ketakutan dan menghambat arus informasi yang sehat dalam masyarakat.Lebih mengkhawatirkan lagi, penggunaan platform media sosial untuk menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks marak terjadi. Polarisasi politik yang semakin tajam dan maraknya misinformasi berpotensi memicu disintegrasi bangsa dan mengancam stabilitas nasional.
Oleh karena itu, memperluas ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah kunci untuk menghentikan kemunduran demokrasi di Indonesia. Pemerintah harus menjamin hak asasi manusia dan melindungi suara-suara kritis. Masyarakat sipil juga perlu memperkuat solidaritas dan terus menyuarakan aspirasi mereka. Di tengah kemunduran demokrasi Indonesia, Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam terbesar, tampil sebagai penjaga kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Nilai-nilai dasar Muhammadiyah yang menjunjung tinggi keterbukaan, keadilan, dan demokrasi menjadi landasan kuat dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan melawan segala bentuk penindasan.Kontribusi Muhammadiyah tak hanya melalui forum diskusi dan edukasi, tetapi juga advokasi hukum bagi korban pelanggaran, kritik terhadap kebijakan represif, dan dialog antarumat beragama.
Jaringan organisasi dan lembaga pendidikan Muhammadiyah di seluruh Indonesia menjadi platform efektif untuk menyebarkan pesan pentingnya kebebasan berekspresi. Meskipun menghadapi kritik dan tekanan, Muhammadiyah tetap teguh dalam komitmennya. Keteguhan ini patut menjadi contoh bagi organisasi lain dalam memperjuangkan demokrasi yang adil dan toleran.
Peran Muhammadiyah sangatlah krusial dalam menghentikan kemunduran demokrasi di Indonesia. Kontribusi mereka membantu meningkatkan kesadaran publik, mendorong reformasi kebijakan, dan memperkuat budaya demokrasi. Keberhasilan demokrasi Indonesia tak lepas dari peran aktif Muhammadiyah dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Demokrasi hanya dapat berkembang subur dalam atmosfer keterbukaan dan partisipasi. Melindungi kebebasan berekspresi dan berpendapat bukan hanya mempertahankan hak asasi manusia, tetapi juga investasi untuk masa depan demokrasi Indonesia.
Peran Muhammadiyah dalam Mengatasi Politik Dinasti di Indonesia
Berdasarkan Khittah Denpasar tahun 2002 Muhammadiyah menegaskan bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi, yaitu yang pertama melalui kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics) dan yang kedua melalui kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan dan pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan politik tidak langsung (high politics)(El Shidqi and Gunanto 2023). Hal ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah memiliki peran penting dalam menyikapi segala bentuk permasalahan politik di Indonesia termasuk politk dinasti
Politik Dinasti merupakan politik yang memiliki citra yang sangat kuat untuk mempertahankan kekuasaan melalui cara-cara yang kurang baik, seperti mengedepankan kepentingan keluarga sendiri, menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan demi tercapainya Keuntungan pribadi atau golongan (Agus Dedi 2022).
Meskipun konstitusi Indonesia menjunjung tinggi hak setiap warga negara untuk memilih dan dipilih, praktik politik dinasti masih marak terjadi. Politik dinasti, di mana jabatan politik didominasi oleh satu keluarga, bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat. Maraknya politik kekerabatan menunjukkan bahwa akar feodalisme dan tradisi monarki belum sepenuhnya tercabut di Indonesia. Politik ini didasarkan pada nepotisme dan kolusi, bukan meritokrasi, sehingga menghambat proses demokrasi yang sehat.
Para pendukung politik dinasti sering kali berlindung di balik hak asasi manusia dan kehendak rakyat untuk membenarkan praktik mereka. Hal ini menyesatkan dan bertentangan dengan prinsip demokrasi. Praktik politik dinasti Harus segera dihilangkan hal ini bertujuan untuk mencegah penguasaan politik oleh satu kelompok. Penguasaan politik yang terpusat ini membuka peluang korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Muhammadiyah memiliki peran krusial dalam memberantas politik dinasti yang marak terjadi di tanah air. Nilai-nilai ajaran Muhammadiyah, seperti demokrasi, kritisisme sosial, dan etos moral, menjadi landasan kuat untuk menyuarakan penolakan terhadap politik dinasti yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan etika politik.
Kapasitas dan jaringan Muhammadiyah yang luas, mulai dari tingkat pusat hingga desa, menjadi kekuatan besar dalam mengedukasi masyarakat tentang bahaya politik dinasti dan mendorong partisipasi politik yang lebih aktif. Kader-kader Muhammadiyah yang memiliki integritas dan kompetensi di bidang politik dapat menjadi alternatif pemimpin politik yang berkualitas dan berintegritas, sehingga meminimalisir peluang munculnya politik dinasti.
Peran Muhammadiyah dalam pemilu, seperti pendidikan politik, pemantauan pemilu, dan advokasi kebijakan, berkontribusi dalam mewujudkan demokrasi yang lebih adil dan berkualitas. Contohnya, Pernyataan Sikap Muhammadiyah Menjelang Pemilu 2019 dan gerakan anti-money politics merupakan bukti nyata komitmen Muhammadiyah dalam melawan politik dinasti .
Kesimpulan
Era kontemporer membawa  tantangan kebangsaan baru bagi Indonesia, di antaranya melemahnya demokrasi dan menguatnya praktik politik dinasti. Dalam menghadapi tantangan tersebut, Muhammadiyah tampil sebagai organisasi yang relevan dan solutif.
Dengan nilai-nilai ajarannya yang menjunjung tinggi demokrasi, keadilan, dan etos moral, Muhammadiyah secara aktif menyuarakan penolakan terhadap politik dinasti yang bertentangan dengan prinsip demokrasi. Gerakan pendidikan karakter, dakwah Islam yang rahmatan lil alamin, serta advokasi kebijakan yang dilakukan Muhammadiyah menjadi upaya nyata dalam menjaga marwah demokrasi dan mewujudkan keadilan sosial di Indonesia. Muhammadiyah membuktikan diri sebagai kekuatan penyeimbang yang terus mendorong terciptanya iklim politik yang sehat dan demokratis.
Penulis : Taufik Hidayat
Mahasiswa
PC IMM Jakarta Pusat
Daftar Pustaka
(LAGHUNG 2023; Anies R. Basedan 2014; Panggabean and Harahap 2024; Suryani et al. 2021; El Shidqi and Gunanto 2023; Jati 2021; Agus Dedi 2022; Hidayati 2014)Agus Dedi. 2022. "Politik Dinasti Dalam Perspektif Demokrasi." Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan 8 (1): 92--101. https://doi.org/10.25157/moderat.v8i1.2596.
Hidayati, Nur. 2014. "Dinasti Politik Dan Demokrasi Indonesia." Orbith 10 (1): 18--21.
Jati, Wasisto Raharjo. 2021. "Fenomena Kemunduran Demokrasi Indonesia 2021." The Habibie Center THC Insights, no. 27, 6. www.habibiecenter.or.id.
Panggabean, Ilham Budiman, and Aprilinda Martinondang Harahap. 2024. "Perspektif Islam Tentang Dinasti Politik (Studi Kasus Isu Dinasti Politik Tahun 2023-2024)." Kamaya: Jurnal Ilmu Agama 7 (2): 1--15. https://doi.org/10.37329/kamaya.v7i2.3169.
Shidqi, Raja Faidz El, and Djoni Gunanto. 2023. "Relasi Muhammadiyah Dan Politik Pada Pemilu 2019 Tentang Pemilihan DPD RI (Studi Kasus PDM Kota Yogyakarta)." INDEPENDEN: Jurnal Politik Indonesia Dan Global 4 (2): 127. https://doi.org/10.24853/independen.4.2.127-134.
Suryani, Dini, Fathimah Fildzah Izzati, Imam Syafi'i, Pandu Yuhsina Adaba, and Septi Satriani. 2021. "Kemunduran Demokrasi Tata Kelola Sda: Penguatan Oligarki Dan Pelemahan Partisipasi Civil Society." Jurnal Penelitian Politik 18 (2): 173--89.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H