Mohon tunggu...
Taufik Rahman
Taufik Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Saya bukanlah yg terbaik didunia ini, tapi saya tidak yakin ada yg lebih baik dari saya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Nilai dan Sebuah Kegelisahan: Bank Sampah, Kini dan Esok

21 Agustus 2015   21:26 Diperbarui: 21 Agustus 2015   21:26 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara tentang perasaan batin dalam diri seseorang, inilah yang paling urgen dan penting untuk dikemukakan. Hal itu adalah nilai. Semua orang yang tergerak untuk menyelamatkan lingkungan bagaimanapum caranya tergerak oleh sebuah prinsip nilai yang berasal dari dalam hati dan pikirannya. Prinsip nilai inilah yang bisa membuat seseorang bertahan begitu lama dalam menekuni suatu bidang penyelamatan lingkungan. Kesadaran akan nilai dalam diri sendiri akan sulit untuk digoyahkan.

Maka, untuk membentuk pemahaman nilai yang komprehensif tentang manusia sebagai makhluk semesta penyelamat bumi diperlukanlah sebuah praktik langsung yang akan memelihara nilai itu.

Bank Sampah: Realitas tanpa Tradisi Sejarah

Salah satu cara saya untuk menyelamatkan lingkungan [walaupun terdengar muluk dan begitu imaji] adalah bergabung dengan Bank Sampah Green Antasari Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Saya masih ingat bagaimana ketika itu saya dengan lugu meminta menjadi bagian dari Bank Sampah, tidak hanya sekali tapi berkali-kali permintaan itu saya ajukan kepada salah satu pengurus Bank Sampah. Tujuan awal saya meminta bergabung ke Bank Sampah saat itu memang betul-betul digerakan oleh nilai, saya ingin menjadi bagian dari sebuah generasi yang menghargai sampah dan tidak membuangnya sembarangan sehingga merusak lingkungan. Saya hanya ingin dimasa depan –jika memang terjadi, generasi-generasi masa depan tidak menuliskan atau mengingat saya sebagai generasi serakah, egois dan tidak peduli kepada lingkungan. Dengan bergabung dalam organisasi ini, tanggung jawab moril saya kepada lingkungan dan masyarakat bisa sedikit berkurang. Apakah terlalu idealis? Apakah terlalu muluk? Apakah terlalu naif? Apakah sebuah pemikiran konyol? Atau sebuah paradigma bodoh di era fragmatis seperti sekarang? Tidak. Saya meyakini hal ini karena kita sebagai penghuni sebuah lingkungan secara langsung atau tidak akan bertanggung jawab terhadap baik atau rusaknya lingkungan itu.

Selanjutnya, kegelisahan menghinggapi penulis untuk beberapa waktu? Perasaan fragmatisme memang selalu ada, lalu muncul pertanyaan-pertanyaan seperti, jadi apa aku jika terus menjadi pengurus bank sampah? Terkenalkah? Populerkah? Apakah ini bisa menjadikan aku birokrat kampus? Penguasa?.

Jawabannya, tentu saja tidak. Kita harus menyadari bahwa Bank Sampah bukan seperti organisasi lain yang sudah memiliki sejarah panjang ataupun tradisi yang kuat. Saya meyakini bahwa senior saya seperti ka Aida dan Bang Arif merupakan orang-orang yang juga digerakan oleh nilai, nilai untuk menjaga lingkungan. Nilai yang mengatakan bahwa sampah harus diubah menjadi berkah.

Walaupun kita secara organisasi tidak memiliki tradisi ataupun sejarah yang panjang, tapi saya meyakini Bank Sampah Green Antasari sedang membangun tradisi dan sejarahnya sendiri, menjadi pionir dalam pengelolaan sampah yang bermanajemen perbankan. Itulah hal yang harus kita bangun. Diperlukanlah oleh segenap sivitas akademika untuk bisa mendorong kemajuan bank sampah itu dengan sesegeranya mendaftarkan diri menjadi nasabah aktif.

Masa Depan, Sampah=Uang

Apakah terlalu dini bagi kita untuk bicara masa depan? Apakah terlalu muluk bagi kita untuk meramal kerusakan lingkungan karena sampah? Tentu saja tidak karena Alan Kay pernah berucap bahwa Cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah menemukannya sekarang juga.

Dimasa yang akan datang diperlukan ideologi yang mendasari setiap pengurus Bank Sampah bahwa dasar kita menggerakan roda dan manajemen organisasi ini adalah semata untuk menjadi bagian penyelamat lingkungan, menjadi bagian dari generasi yang menghargai sampah sekaligus mencintai temapt tinggalnya. Hal itu hanya bisa diwujudkan dengan pemahaman dan penumbuhan nilai dari dalam diri manusia. Sekali lagi, nilai, nilai dan nilai.

Dengan berorintasi kepada nilai itu, kita akan terus aktif menyuarakan penyelamatan lingkungan dengan menabung sampah itu dan menjadikannya uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun