Mohon tunggu...
taufik hidayat
taufik hidayat Mohon Tunggu... -

selalu ingin belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Generasi Sakit

19 Agustus 2010   05:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:53 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada bang eko, bang ?, Tanya dua anak laki-laki berkulit hitam, kepada ku. Gak ada, udah pergi ke desa dek. Ngapain bang ? main sambil belajar dengan anak-anak seusia kalian juga di sana. Kenapa, mau ikut ?, jauh gak, sekitar satu jam dari sini, Boleh lah bang, kapan2 kami di ajak ya. Pinjam gitar dong, ambil aja di ruangannya bang eko. "Ada apa dengan mu" (sambil teriak-teriak), lagunya aril peterpen itu pun menjadi pembukanya. Hei, jangan main di luar, sini aja temanin abang. Nama kalian siapa ? saya Adi, kelas 5 SD dan saya sofyan, sama juga bang. Sama apanya, atau nama mu sofyan sama, Gitu, ha-ha si Adi tertawa cekikikan. Bukan gitu bang, kelasku sama dengan dia. Oh gitu pegahlah (bahasa aceh artinya bilanglah). Sambil baca koran lokal aceh, aku dihibur dengan musik mereka yang luar biasa. Lagu dengan nada gitarnya gak nyambung. Cuma semangatnya aja yang berapi-api. Tapi ya sudahlah, namanya juga anak-anak masih dalam proses belajar. Ganti dong lagunya, jangan lagu cinta melulu celutuk ku. Dari tadi mereka hanya menyanyikan lagu-lagu bertemakan cinta yang belum pantas untuk mereka nyanyikan. Lagunya anak-anak dong nyanyiin, kan kalian masih anak-anak. Lagu anak-anak, lagu apa bang ? lagu apa aja yang kalian tahu. Pernah diajarin nyanyi lagu anak di sekolah gak ? Pernah bang, nyanyiin dong. Tiba-tiba, si Adi pamit mau keluar sebentar. Setelah berbisik kepada Sofyan terlebih dahulu. Sebelum dia genjot sepedanya, Sofyan berteriak jangan lama-lama ya. Mau kemana dia, dek ? Spontan dia menjawab, pacaran tuh bang, dengan si Lia. Udah berapa lama, baru sekitar dua minggu. Paling sebentar lagi juga putus. Celutuknya. Oh gitu, sela ku. Kok bisa tahu kau, taulah bang kan aku kawannya. Kau sendiri udah punya pacar ?. Klo aku memang gak mau pacaran bang. Kenapa ?, ya, gak mau aja. Teman-teman mu di sekolah banyak yang pacaran gak ?, Wah, banyak juga bang. Cerita di atas telah menyadarkan ku bahwa banyak anak telah kehilangan masa kekanakannya karena lingkungan mereka sendiri yang sudah tidak aman dan nyaman bagi perkembangan fisik dan mental mereka secara sehat. Disadari atau tidak saat ini kita mengalami krisis lagu anak alias memasuki musim paceklik. Lagu-lagu anak tempo doeloe sepertinya sudah ketingalan zaman bagi anak-anak sekarang. Atau mungkin mereka tidak tahu karena tidak pernah diperkenalkan lagi. Acara anak-anak pun seperti "idola cilik" di salah satu stasiun tivi yang penyanyinya anak-anak juga menyanyikan  lagu dewasa. Sebenarnya tidak ada masalah jika anak-anak memilih menyanyikan lagu orang dewasa. Selama lagu orang dewasa itu baik, mendidik dan memiliki pesan moral bagi penyanyi maupun orang yang mendengarnya. Namun, kita prihatin karena kebanyakan lagu-lagu yang saat ini digandrungi oleh anak-anak kita adalah lagu-lagu yang bertemakan syahwat, perselingkuhan, hedonis, dan hal negatif lainnya. Sehingga wajar saja generasi saat ini menjadi seperti lagu yang mereka nyanyikan sendiri. Generasi sakit, karena yang dimakan tidak sehat. Bahayanya lagi, yang memakannya tidak tahu bahwa itu penyakit atau bahkan justru menikmatinya. Contohnya saja anak-anak dan para orang tua kadang bisa duduk bareng untuk menonton acara tivi yang kadang tidak mendidik sama sekali seperti sinetron dan acara take him gitulah. Seharusnya orang tua yang menjadi tauladan anak-anaknya untuk membuat kesepakatan tentang apa yang boleh ditonton dan kapan. Atau memberikan pemahaman ketika anak selesai menonton acara tersebut. Dalam suatu pelatihan bersama orang dewasa, kami menanyakan tentang berapa jam waktu anda ngobrol dengan anak ?, Mayoritas mengatakan hanya 1 jam. 1 jam itu pun belum tentu efektif, bisa saja hanya formalitas saja atau hanya berbentuk nasehat saja tanpa ada umpan balik alias diskusi bersama anaknya. Artinya apa, bahwa anak-anak kita setiap hari menjadikan tivi, internet, teman dan hpnya sebagai orang tuanya.  Bahaya bukan, wajar saja jika para orang tua sudah tidak lagi mengenal anak-anak mereka. Karena mereka tumbuh dengan nilai-nilai yang mereka konsumsi sendiri tanpa pernah dikonfirmasi atau diverifikasi oleh para prang tua maupun guru mereka. Mari selamatkan anak bangsa di sekitar kita dari pengaruh negatif yang siap merusak fisik dan mental mereka sekarang atau tidak sama sekali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun