Al-Baghdadi, seorang pembesar Asy'ariyah lainnya, mengatakan bahwa hubungan daya Allah dan manusia diibaratkan seperti ada dua orang yang mengangkat batu berat. Yang satu sama sekali tidak mampu mengangkat batu dan yang lainnya sanggup mengangkat batu itu. Ketika batu terangkat, sebetulnya batu itu diangkat oleh satu orang yang kuat namun bukan berarti satu orang lain yang tidak berdaya tidak turut mengangkatnya. Al-Ghazali dengan tegas mengatakan bahwa daya manusia dihadapan daya Tuhan adalah suatu impotensi.
Sebagaimana dijelaskan oleh Abduh, daya manusia dalam al-kasb tidak sepenuhnya pasif sebagaimana jabariyah (ekstrem). Hal ini harus digaris bawahi karena teori al-kasb Asy'ariy memang sulit dan bisa menimbulkan salah paham. Sampai-sampai jika ada sesuatu yang sangat sulit, seorang ulama bernama Abu 'Uzbah bercanda, "ini sih lebih susah dari al-kasb Asy'ariy."
Ibrahim al-Rahili dalam kitabnya al-Mukhtashar fi 'Aqidah Ahl al-Sunnah fi al-Qadr mengutip komentar Ibn Taimiyah, "al-Asy'ariyah tidak mengatakan bahwa hamba itu fa'il (pembuat) sebenarnya tetapi disebut kasib (yang memiliki al-kasb); mereka juga tidak menyebutkan antara al-fi'il (perbuatan) dengan al-kasb (perolehan) itu perbedaan yang sungguh dipahami. Sebetulnya perkataan  mereka itu kembali pada perkataan Jahm (pendiri jabariyah ekstrem) bahwa si hamba tidak memiliki kuasa, perbuatan, dan kasb (perolehan)."
Penulis tidak menyetujui jika kata "kembali" dalam ucapan Ibn Taimiyah diartikan dengan "sama dengan" karena jelas-jelas al-Asy'ari mengidentifikasi al-kasb. Saya lebih menyetujui perkataan al-Jurjani, yang juga dikutip al-Rahili, "Jabariyah itu ada dua: pertama, yang moderat dengan menetapkan al-kasb pada hamba seperti al-Asy'ariyah; dan yang sungguh-sungguh jabariyah yang tidak menetapkan adanya al-kasb seperti al-Jahmiyah."
Maka jelaslah disini bahwa sebetulnya kehendak dan perbuatan manusia, menurut Asy'ariyah, pada hakikatnya relatif. Kemutlakan kehendak bebas hanya milik Tuhan. Al-kasb pada manusia yang merupakan ciptaan Allah tidak memiliki kuasa yang efektif.
Terus, gimana penyangkalan terhadap kehendak bebas dari perspektif sains ? Akan penulis lanjutkan di Part 2
(Part II) Kehendak Bebas Tidak Benar-benar Ada: Perspektif Asy'ariyah dan Sam Harris
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H