Sayangnya itu tak terjadi. Semua pihak ikut-ikutan menggerojok pelbagai persoalan. Dilengkapi dengan suasana psikologis penuh kebencian, kemarahan, dan sentimen. Opini publik dan memori massa dengan sengaja dipasok oleh informasi provokatif. Sementara aktor negara terlihat berniat mengambil keuntungan tertentu.
Penilaian itu wajar, manakala menyimak preferensi sikap negara (dalam hal ini Kabinet Jokowi), yang tak hati-hati. Pengambilan keputusan yang berbasis pada pemihakan pada kelompok. Seraya mempermainkan opini dan argumentasi.
Tetapi manakala terjadi eskalasi konflik dan pembesaran isu, serangan justru mengarah pada partai politik dan parlemen. Partai politik dan parlemen dianggap satu-satunya biang keladi. Padahal senyatanya banyak aktor yang ikut-ikutan memperkeruh suasana.