Pendidikan di Negeri ini, Negeri yang kita Cinta dan banggakan. Sedang gencarnya menggaungkan pendidikan yang memerdekakan bagi murid, pembelajaran yang menyenangkan, memanusiakan manusia, memberikan keselamatan dan kebahagiaan di atas potensi dan kodrat anak.Â
Tak luput dari peran penting seorang guru sebagai pendidik dan pengajar pun dituntut untuk tidak apatis terhadap perkembangan zaman dan perubahan. Perubahan demi perubahan secara harmonis harus diadaptasi oleh para guru. Beradaptasi mulai dari perubahan kurikulum, perubahan adminstrasi, perubahan cara pandang, bahkan perubahan regulasi harus guru "terpaksa" diikuti demi pendidikan di Negeri ini.Â
Perubahan terus update, program pengembangan bagi guru alih-alia demi meningkatkan kualitas profesional pun banyak sekali modelnya dan platformnya. Perubahan kebijakan untuk mensejahterakan ASN guru dan lainnya juga sedikit berubah ada kenaikan, meskipun kabarnya fasenya hanya dalam kurun 5 tahunan setiap masa pesta demokrasi.Â
Perubahan memang terjadi di sana sini, tapi sayangnya perubahan itu relatif belum menyentuh kesejahteraan untuk guru honorer. Mereka sama-sama mengabdi untuk Negeri ini . Pengabdian di dunia Pendidikan sebagai unsur fundamental bangsa ini mencetak generasi emas.Â
Guru honorer ataupun guru ASN memiliki kualifikasi pendidikan sama, yaitu sarjana. tugas dan kewajiban yang sama. Mereka mengejar di kelas, menyusun adminstrasi pembelajaran yang sama, seragam yang sama, jam kerja yang sama, visi yang sama dengan visi negeri ini yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, bahkan sama-sama-sama melakukan update diri dengan mengikuti program pengembangan diri untuk meningkatkan profesionalitas sebagai pendidik untuk mendukung program pendidikan yang memerdekakan.Â
Dan banyak hal lain yang sesuai aturan, guru honorer dan guru ASN relatif disamakan,Guru Honorer juga mendapatkan label yang sama yaitu pahlawan tanpa tanda jasa yang sekarang diubah menjadi sebagai insan cendikia dalam hymne guru yang sering dinyanyikan pada hari guru setiap tahunnya.Â
Dari banyak perubahan yang terjadi terus menerus tersebut. Hanya satu menurut saya yang memang belum terasa membela, yaitu kesejahteraan mereka. Kesejahteraan dalam bentuk honor dan bukan disebut "gaji" yang sangat tidak banyak untuk menopang kehidupan  sehari-hari mereka para guru honorer.Â
Benar kalimat Alfian Bachri di konten tik-toknya, konten yang membahas kalkulasi honor guru honorer, bukan "gaji" honorer. Beliau mengkalkulasikan honor dengan jam beban kerja. Dalam kontennya Alfian Bachri mengatakan "anggap saja honor guru setiap bulan adalah delapan ratus ribu rupiah yang dibagi dengan asumsi jam kerja 24 jam perminggu".
Kalau dihitung secara matematis dengan cermat dengan hitungan minimal jumlah jam beban kerja 24 jam perminggu, per 30 hari, per 28 siswa per kelas. Ilmu yang dihargai oleh honor guru  di hitung dari beban 24 jam kerja adalah Rp. 800.000:24 jam adalah sekitar Rp. 33.300 per jamnya, sementara guru beban kerjanya satu bulan full untuk 4 minggu. Paling Kalkulasi hitungannya ketemu hanya Rp. 8.300 an setiap harinya.Â
Coba kalau dihitung secara matematis yang lebih rinci dan detail. Honor guru honorer perbulan hanya dibayar pada sekitar Rp. 296 untuk setiap ilmu yang diberikan pada setiap muridnya di  dalam satu kelas. Dan "kejamnya" hitungan itu sudah termasuk hitungan beban kerja administrasi, uang transport, uang makan, dan segala rupa beban seorang guru setiap harinya di sekolah. Dan itupun  bertahun-tahun, kalau menyalahkan siapa, malah senjata makan tuan jawabnnya "mengabdi untuk negara ya harus ikhlaslah,ya konsekuensi pilihan pekerjaanlah, dan lain sebagainya".
Berdamailah dengan perubahan yang ajeg dalam kesejahteraan guru honorer. Kalkulasi itu masih dalam hitungan yang "gaji" honornya delapan ratus ribu per bulan, coba kalau dihitung dikalkulasikan dengan honor guru yang hanya menerima Rp. 300.000 sampai dengan Rp. 500.000 setiap bulannya. Layak dan adilkah???Â