Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Qaumam Buran", Mengingatkan Kebinasaan kepada yang Pasti Binasa

8 Desember 2022   17:13 Diperbarui: 8 Desember 2022   17:21 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebinasaan itu sudah pasti. Fenomena-fenomena alam yang terjadi belakangan ini hingga merenggut tidak sedikit nyawa bisa jadi menjadi bagian yang sudah dipastikan. Saya kira semua orang sudah mengetahui bahwa tidak ada yang abadi, sekalipun dirinya. Kematian selalu menjadi nasihat bagi tiap-tiap insan yang masih hidup.

Manusia tidak memiliki bagian untuk mengharapkan kehendak akan kebinasaan tersebut. Semua itu mutlak menjadi kehendak bagi Yang Maha Kuasa atas segala sesuatunya. Akan tetapi, tak sedikit dari kita yang merasa menjadi wakil dari tuhannya sehingga sering kelewat batas untuk memberi peringatan akan hari akhir yang mungkin sudah dekat.

Mengingat mati itu adalah nasihat bagi mereka yang kurang bisa mengendalikan nafsu dirinya sendiri. Mungkin akan berbeda bagi mereka yang sudah berusaha menundukkan(ego)nya. Bisa jadi, menikmati kesempatan hidup dengan melakukan hal yang baik dan syukur bermanfaat serta mendatangkan mashlahat bagi lingkungan sekitarnya.

Kalau kata seorang Gus e, setiap orang diberikan hadiah dan kutukannya masing-masing. Hadiah itu dalam artian kelebihannya, ekspertasinya, atau keahliannya, yang mana dirinya diberikan kemudahan saat orang lain susah payah mendapatkannya. 

Sedangkan kutukan merupakan kelemahan yang ada pada diri. Jadi, sebisa mungkin selama masih ada kesempatan waktu dalam mengarungi perjalanan hidup dengan kesementaraannya, mengapa tak kau bagikan hadiah itu kepada sekitarmu?

Para rasul, nabi, atau bahkan waliyullah, tidak pernah sekalipun memberikan peringatan akan kebinasaan bagi ummatnya, kecuali kepada para musuhnya. Para 'Aulya dan kaum 'alim kebanyakan ahak menitipkan hadiah yang dititipkan kepadanya berupa kabar gembira kepada para pengikutnya. Mereka lebih menjanjikan harapan dan ketenangan, daripada memilih untuk menghadirkan rasa takut kepada ummatnya.

Sesungguhnya tidak harus melihat sesuatu yang besar untuk melihat kebinasaan. Di setiap waktu, selalu ada kebinasaan jika kita memperhatikan kehidupan. Hidup dan mati selalu terselip di setiap detak yang tak henti bergetar. Jangan jadikan kesempatan hidupmu di bumi ini seperti di neraka, yang hanya mengharapkan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang banyak. Layaknya kita semua akan kekal di dalam kehidupan berikutnya.

Mengapa engkau lebih memilih menjadikan hidupmu bagai neraka? Mengapa engkau lebih memilih kata binasa dari bahagia? Apakah tidak ada tujuan lain yang lebih mulia daripada mengharapkan kematian, yang engkau tujukan bukan hanya untuk dirimu, tapi juga kepada orang-orang di sekitarmu? Tidak mungkin orang hidup tidak memiliki tujuan, atau jangan-jangan engkau memupus dan mengkubur tujuan asa citamu itu sendiri karena engkau telah berputus-asa terhadap pertolonganNya?

Kata-kata bijak seperti "matilah sebelum engkau mati" itu bukan berarti kita pantas untuk menjadi delegasi dengan menyebar dakwah tentang kematian atau kebinasaan. Yang butuh engkau matikan itu adalah ego dan nafsumu. Hidup bagaikan mayat hidup itu agar kita tidak memiliki tendensi apapun atas apa yang kita berikan. Meskipun begitu, sudah ada jaminankah kita merasa telah baik sebagai manusia?

Kesenangan yang memperdaya itu tak lantas berbatas kepada materi keduniawiaan saja, karna bisa jadi itu juga tumbuh dalam hatimu, jiwamu, dan qalbumu dalam bentuk kepongahan dan merasa benar. Pujian dan rasa hormat menjadi rasa haus yang selalu engkau tuntut pemenuhannya, hingga tak sadar diri sendiri telah menjadi gila. Bukan gila karena engkau wali, tapi karena engkau sendiri telah menutup diri akan nasihat.

Jangan jadikan dirimu menjadi bagian orang yang dibutakan, dibisukan, atau ditulikan. Kita semua tanpa peringatan pun sudah menjadi bagian dari qaumam buran atau kaum yang binasa. Jika sudah mengetaui, daripada mengharapkan kebinasaan, mengapa tak engkau ingatkan atau harapkan saja kepada mereka bahwa nantinya akan ada pertemuan agung? Mengapa tidak engkau nantikan pertemuan itu dan lebih memilih ajal?

Atau jangan-jangan engkau menjadi bagian dari orang-orang yang telah diperingatkan  Tuhan dalam firman, "Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas(dalam melakukan) kezaliman." (25:21)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun