Suasana mendung masih menyelimuti wilayah Borobudur, Magelang. Namun, hal tersebut tidak mengurangi ketakjuban kami dalam menikmati keindahan landscape dan panorama sepanjang perjalanan menuju suatu Desa, yang banyak mendapat julukan sebagai pusatnya kerajinan gerabah tradisional, yakni Desa Karanganyar.
Tidak hanya gerabah, Desa yang letaknya berjarak sekitar 3 km dari Candi Borobudur ini juga menjadi Desa Wisata yang banyak menawarkan pilihan wisata, mulai dari wisata alam, wisata edukasi, dan masih banyak lagi.
Banyak para wisatawan berlalu-lalang di kawasan ini dengan memanfaatkan VW Tour, yang tentunya akan membawa kita seperti flashback ke suasana klasik tempo dulu, Sebab di kawasan ini, pesona alam pedesaan, hamparan sawahnya, dan juga background perbukitannya masih asri dan sangat terjaga dari pembangunan modernitas zaman.
Mungkin saja, kawasan ini sangat jauh dari hingar bingar modernitas, tapi akses jalan menuju Desa yang akan kami kunjungi ini sudah sangat bagus meskipun berada di wilayah pedesaan. Hal ini selaras dengan acara yang akan diselenggarakan di Balkondes Desa Karanganyar, yakni prosesi peresmian landmark ramah berkendara di Desa Karanganyar.
Sesampainya di Balkondes, orang-orang berbaju kuning mendominasi warna di lokasi tersebut. Tentu saja karena acara Jelajah Desa Wisata Ramah Berkendara ini merupakan salah satu program Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf RI) yang didukung oleh Adira Finance untuk memulihkan ekonomi Indonesia, dengan tajuk Festival Pasar Rakyat dan Festival Kreatif Lokal 2022.
Tidak hanya para pekerja dari Adira Finance, namun acara ini juga mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan komunitas-komunitas riders. Khusus para riders, sebelumnya rombongan ini telah melakukan perjalanan touring sedari Yogyakarta bersama jajaran direksi dari Adira Finance.
Acara dibuka dengan tarian Kubro Siswo oleh grup masyarakat lokal "Ponco Siswo". Tari ini berlatar belakang penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dan perjuangan melawan penjajahan.
Kubro artinya besar dan Siswo artinya murid, sehingga tarian ini pada dasarnya mengandung arti murid-murid yang memiliki pengabdian besar terhadap Tuhan. Dalam perkembangannya, tarian ini juga sering ditampilkan sebagai wujud pengabdian kepada bangsa dan semangat nasionalisme.
Perpaduan pesona alam dan kesenian budaya menjadi terasa sangat kental dalam acara siang hari ini. Desa Karanganyar seperti menjelma menjadi suatu tempat dengan ekosistem pariwisata yang sangat recommended. Kesejukan alam dan keramahan warganya akan semakin membuat kita tambah nyaman untuk berlama-lama di tempat ini.
Bapak Suyanto sebagai Kepala Desa sedikit menceritakan tentang sejarah Desa Karanganyar yang merupakan peninggalan kolonial masa penjajahan Belanda, terutama saat era Pangeran Diponegoro.