Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia Baru dan Libidonya

24 Desember 2021   16:01 Diperbarui: 24 Desember 2021   16:12 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika dunia baru atau Metaverse yang banyak digaung-gaungkan akan datang, banyak pendapat-pendapat baik pro maupun kontra terhadap kehadiran hal yang baru tersebut. Ada sebuah pernyataan kontra menarik yang tersembunyi dari sebuah tanya seorang kawan, "Bagaimana nantinya kita akan beradaptasi dengan kebiasaan baru tersebut? Sedangkan banyak orang untuk cari makan saja susah."

Hal tersebut seolah menjadi pemantik yang menarik, apalagi sudah banyak orang-orang di luar sana menanggapi topik dunia baru yang sama. Bisa jadi dunia baru itu ada disebabkan oleh akselerasi teknologi dan pengetahuan yang melaju begitu cepat. Beberapa orang mungkin bisa dengan cepat menyesuaikan, akan tetapi tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama. Bahkan, tertarik pun sepertinya tidak atau cenderung tidak peduli.

Bagi beberapa orang mungkin saja dunia baru itu menyediakan lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan potensi diri. Tapi di sisi yang lainnya, masih banyak juga yang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja sudah menghabiskan banyak waktu di setiap harinya. Dan yang kemungkinan besar terjadi adalah jarak itu akan semakin terlihat.

Dunia ini berada di level yang berbeda, sebab untuk memasukinya sudah pasti banyak orang membutuhkan kuota internet dan teknologi yang mendukung. Dan pastinya, tidak semua mendapati kebutuhan itu dengan mudah karena semua itu tidak gratis. Selanjutnya, sekalipun dunia ini merupakan sebuah tools/alat, yang bergantung kepada orang yang menggunakannya, tetapi tetap saja alat itu memiliki prestige tersendiri bagi penggunanya, yang lagi-lagi hanya sebagian saja yang mampu menggapai ke-prestige-an tersebut.

Orang-orang yang nantinya bermain di dunia baru atau Metaverse tentu saja sudah tidak mempunyai pikiran lagi untuk menanyakan kepada dirinya sendiri tentang bagaimana cara untuk makan. Bukan berarti di Metaverse andaikata besok ada warung burjo, tapi tetap saja nastel atau intel yang disajikan di metaverse membuatnya kenyang. Akan tetapi, orang-orang yang banyak bermain di dunia baru mempunyai level yang berbeda atau bisa dibilang "aman" kalau hanya untuk urusan perut,

Yang akan banyak meraup keuntungan disana juga sama seperti jargon pasar pada umumnya, semakin kuat modalnya, semakin kita berkuasa dan berpotensi lebih banyak mendapat keuntungan. Dan kita yang hanya sekedar penikmat, kaum gumunan dan kagetan, tak lebih dari sekedar wisatawan yang menjadi target kebutuhan pasar.

Kalau saja kemajuan teknologi dan pengetahuan demi kemashlahatan, dan itu merupakan suatu burik, sebab yang menjadi bahan bakar untuk akselerasi pertumbuhan dunia itu juga membutuhkan keuntungan.

Dunia yang mungkin saja nantinya akan lebih mudah karena semakin banyak alat-alat canggih yang tercipta untuk memudahkan pekerjaan manusia. Namun di sisi sebaliknya, hal tersebut juga berbanding lurus dengan meningkatnya tingkat kemalasan. Begitu pun dengan daya inovasi dan kreasi, utamanya dalam hal kepedulian lingkungan dan sosial yang semakin terbatas. Buktinya, kita bisa amati secara seksama, berapa perbandingan banyak waktu yang dihabiskan antara interaksi sosial secara langsung dengan keasyikannya bersama dunia teknologi?

Sekali lagi, tulisan ini bukan berarti anti terhadap kemajuan. Toh, tulisan ini juga pada akhirnya mampu terbaca berkat kemajuan tersebut. Hanya saja, hal-hal seperti ini memang lazim adanya ketika dihadapkan dengan sesuatu yang baru. Kita membutuhkan waktu untuk beradaptasi, kita membutuhkan banyak sumber informasi untuk menganalisa dan menimbang. Sebelum pada akhirnya, saat kita harus bertemu langsung, kita tidak begitu canggung dihadapannya.

Dan sesungguhnya, ini hanya berkutat pada wilayah bermain. Biarlah orang yang suka bermain sepak bola asyik dengan permainannya, dan yang suka bermain playstation juga fokus pada permainannya. Meski berkaitan secara tidak langsung, tapi tidak semestinya kedua hal itu diadu. Sebab yang jago bermain playstation belum tentu mahir dalam sepak bola, begitupun sebaliknya. Dan keadaan ini semakin menjelaskan, bahwa masyarakat memang libido terhadap hal yang bertentangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun