Memang kalau Bangsa ini sudah gagah dan paling berkuasa, apa yang akan kamu lakukan? Untuk apa engkau membutuhkan kegagahan dan kekuasaan? Jangan bilang hanya untuk alasan keamanan ataupun keselamatan, yang mungkin akan menjadi warisan anak cucu atau agar semua negara di dunia menjadi segan.
Kapan kita menjadi dewasa kalau yang didamba ternyata ingin menjadi yang paling hebat. Baik dalam kehidupan pun term yang dipakai adalah sebuah kompetisi, perlombaan.Â
Akan tetapi, perlombaan itu bukan diarahkan untuk menunjukkan siapa yang paling hebat, siapa yang paling pintar, atau siapa yang paling berkuasa. Karena sudah pasti kita sudah mengetahui bahwasanya perlombaan itu tentang kebaikan.
Sah-sah juga ketika kehebatan, kecerdasan, kekuatan, ataupun kekuasaan itu dijadikan sebagai sebuah alat untuk mencapai kebaikan. Para nabi juga menjadi suatu representasi dari sifat-sifat tersebut.Â
Namun, apakah kita sendiri seyogyanya mampu menggunakan alat tersebut? Apakah kita mampu dan siap atas segala konsekuensi yang harus diterima apabila mengambil salah satu alat itu?
Zaman telah berkembang, situasi pun berubah. Kita tidak mungkin tidak menyesuaikan diri dengan keadaan. Sedangkan manusia sudah memiliki bekal kemampuan sebagai makhluk yang paling baik untuk beradaptasi, tapi mengapa kita semakin kehilangan kepercayaan diri untuk mampu menengarai arus perubahan yang sudah pasti?
Tidak mungkin kita hanya mengandalkan orang-orang tertentu untuk selalu dijadikan role model dalam mengembarai kehidupan, sedang kita memiliki takdir dengan beban-beban ujian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.Â
Masing-masing dari kita memiliki track, labirin, atau rute yang masing-masing memiliki keunikan dan keindahannya sendiri dengan alat atau kendaraan yang juga mesti disesuaikan dengan track-nya masing-masing.
Maka dari itu, tiap-tiap dari manusia membutuhkan sesosok guru. Butuh  seseorang yang dapat dicontoh, bukan karena pakaian dinasnya saja, namun juga akhlaknya. Guru sangatlah berbeda dengan tenaga pendidik. Guru adalah seorang pahlawan tanpa tanda jasa, sedang tenaga pendidik jelas butuh bisyaroh jasa atas tenaganya.
Guru tidak hanya seorang pengajar, namun juga seorang pembimbing. Seroang guru akan membantu kita menemukan motif dalam diri kita untuk terus-menerus belajar.Â
Oleh karenanya, guru itu bisa siapa saja, tidak terbatas pada kriteria-kriteria tertentu yang justru malah menjadi batas atau sekat diri dari rasa ingin mengetahui.Â
Guru tidak hanya ditemukan di kelas-kelas belajar formal, akan tetapi bisa kita temukan dimana saja. Sebab pengetahuan ataupun ilmu tidak bisa dimonopoli oleh ruang-ruang tertentu saja.
Seorang guru ada baiknya tidak hanya membantu anak didiknya mengasah ketajaman alat atau mengajari cara mengemudikan kendaraannya. Kalau pesan Simbah, guru itu bukan seorang yang mengajari kita, akan tetapi seseorang yang kita akan dengan sendirinya belajar kepadanya. Yang tidak hanya memperlihatkan, namun juga memberikan contoh dan menjadi seorang panutan.
Kita sedang berjalan bersama dalam ketersesatan. Dan setiap dari kita memiliki potensi kesalahan yang sama, karena tidak ada satupun manusia yang mampu menunjuki jalan kebenaran pun syafaat, kecuali hanya Rasulallah Saw.Â
Maka dari itu, kita mesti menerapkan wa tawashau bil-Haqqi wa tawashau bishshabr. Dan satu-satunya syarat untuk tercipta ruang seperti itu adalah saling menghormati satu dengan yang lain.
Apalah arti kehebatan tanpa kebersamaan, apalah arti kecerdasan tanpa adanya rasa tenggang rasa. Apa itu kekuatan tanpa adanya kepedulian terhadap yang lain.Â
Apa arti kekuasaan jika engkau masih tega terhadap penderitaan sekitarmu. Masih panjang perjalanan bangsa ini agar bisa menjadi seperti apa yang kita harapkan. Kita masih membutuhkan lebih banyak guru untuk melahirkan generasi yang matang tidak hanya secara intelektual, namun secara spiritual dan juga mental.
Rahmat itu seperti air yang tidak bisa begitu saja mendidih. Dia akan bergerak perlahan namun konsisten menunjukkan perubahan secara berkala. Kita tidak bisa mengandalkan keajaiban, akan tetapi kita itulah sebenarnya tangan kanan dari keajaiban tersebut.Â
Kita lah manusia-manusia yang dipercaya untuk mengemban tugas sebagai khalifah di bumi, tapi mengapa engkau masih sibuk berurusan dengan perlombaan yang bukan untuk kebaikan?
Guru hendaknya menjadi tangan kanan akan keajaiban di masa yang akan datang. Sebab, tidak akan ada kehebatan, kekuatan, kecerdasan, atau apapun itu akan nampak terlihat, tanpa campur tangan seorang guru. Selamat hari Guru! Terima kasih atas jasa yang telah banyak engkau berikan kepadaku, kepada kami, dan kepada kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H