Angin bertiup kencang malam itu, bersama serdadu air yang tak berbatas menyerbu rindu. Menanti waktu menjadi candu sebelum temu dirasa cukup menyatu. Menuju keheningan yang tak henti membisu. Menyapu kalut yang selalu menghias di kedalaman kalbu.
Di Selasan kami mengadu, dengan gemercik air kala itu kami menyatu. Melantunkan syair-syair yang penuh dengan pujian hanya untuk-Mu dan kekasih-Mu. Kasih, adakah kerinduan ini akan teradu kalau bukan karena-Mu? Adakah perjalanan ini akan menyatu kalau bukan atas ridho-Mu?
Ya, sekujur tubuh kami merindu ketika melafadzkan kalimat-kalimat kebaikan di kediaman Mas Mizhar, Dusun Caruban Ngluwar, malam itu. Doa teruntuk orang-orang terkasih pun dilayangkan khusus untuk Mbah Jasimin (Kakek dari Mas Mizhar), lalu Mbah Umbu, dan juga Eyang Suprapto yang berpulang di hari yang sama dengan waktu pelaksanaan Selasan. Lantas siapa yang menciptakan ini semua?
Teringat sebuah ayat yang menerangkan tanya yang sama, "Sungguh jika kamu tanyakan pada mereka: 'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi serta menundukkan matahari dan bulan?' tentu mereka menjawab: 'Allah', maka betapa mereka terpalingkan." (29:61)
Tubuh ini akan menjadi saksi atas segala laku yang bisa disembunyikan dalam kata. Sedang kata selalu menyiratkan niat yang terkandung di dalam pikiran. Hanya saja, mengapa kami diingatkan akan sesuatu yang terpalingkan?
Kami selalu berusaha untuk terus memohon ampun dan bertobat atas segala khilaf yang sadar ataupun tidak sadar telah dilakukan. Kami selalu merintih agar Engkau menaruh perhatian terhadap kami. Kami selalu berupaya untuk selalu mendekat karena kami sadar kami masih terlalu jauh denganmu. Apakah kami pantas hanya untuk sekedar menjadi hambamu?
"Hamba-Ku terus mendekat kepada-Ku dengan amal-amal sunnah hingga Aku mencintainya. Tatkala Aku mencintainya, Aku menjadi telinganya, matanya, lidahnya, kakinya, dan tangannya; dengan-Ku ia mendengar, memandang, berbicara, berjalan, dan memegang."Â (HR. Bukhari: 6502)
Melalui wirid dan sholawat dalan Selasan, dulur-dulur selalu berusaha sekaligus waspada terhadap segala peringatan yang begitu lembut. Dan juga sadar bahwa esok bukan dirinya yang menjadi saksi, melainkan sekujur tubuh yang kini dipinjamkan oleh-Nya untuk melakukan amanat yang dititahkan oleh Sang Pencipta.
Perintah itu penting sehingga kami selalu lebih ingat dan waspada terhadap segala sesuatu yang akan kami nyatakan dan lakukan. Karena kami sadar, jalan godaan itu selalu siap menerkam dan menjerumuskan diri hingga Tuhan pun, "akan menyiapkan baginya (jalan) kesukaran (kehancuran)." (92:10)Â
Semoga segala bentuk cinta yang dipersembahkan dalam Selasan menyadarkan kami, hingga kelak dari kepala hingga ujung kaki kami bisa membuktikan kejujuran ini. Biarlah kami mengadu dan bersaksi atas segala penyesalan-penyesalan kami. Terlebih untuk menyambut bulan keberkahan yang segera datang menyapa kami.
"Ya Allah bihaa, Ya Allah bihaa, Ya Allah bihusnil khotimah."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H