Yang semestinya telah bersyukur karena telah mendapatkan ruang kebersamaan, seketika mempertanyakan kolektivitas ketika terjadi sebuah perbedaan. Bukannya sudah menjadi konsekuensi utama dalam ruang kebersamaan bahwa perbedaan itu akan selalu ada?Â
Bahkan ilmu akan mengalami kedewasaan ketika mendapati ruang kebersamaan, karena tanpa kebersamaan, siapa yang akan memberikan nasihat? Siapa yang akan mengajak untuk bersabar dalam menghadapi kenyataan?
Kita sebagai jamaah Maiyah pasti sudah terbiasa menjadi kaum Ghuraba atau kaum terasing. Namun, apakah idiom tersebut masih berlaku apabila kita telah diberkati bahkan dipertemukan menjadi para Al-Mutahabbina Fillah dalam berbagai ruang kebersamaan?
Kita saling banyak melontarkan kritikan kepada mereka yang bangga akan bendera-bendera identitas lembaga atau kelompok yang mengafiliasi kebenaran pribadi yang telah ditapakinya. Yang meniadakan atau menafikkan keberadaan/eksistensi selain dirinya dengan mudah mengambil kesimpulan atau pernyataan "salah" atas perbedaan yang datang bukan dari dirinya.
Secara tidak langsung, kita mendapat banyak peringatan melalui wabah atau tha'un yang sudah hampir setahun menyapa. Kita mungkin tidak menyadari kesalahan karena telah banyaknya ilmu yang dirasa telah cukup banyak menghias diri.Â
Sehingga, bendera yang tadinya menggambarkan suatu kelompok, justru tertancap dalam di dalam sanubari pribadi masing-masing seolah layak mendapati maqom atau kedudukan tertentu berdasar pengetahuan yang didapati. Yang menjadikan diri enggan berendah-hati, enggan mendapati nasihat, bahkan menolak ajakan untuk bersama-sama menahan diri dalam kebersamaan.
Mbah Nun pernah memberikan pesan dengan mengutip sebuah hadits.Â
"Allah menjadikannya rahmat bagi orang yang beriman, kemudian menahan diri di negerinya dengan bersabar seraya menyadari bahwa tha'un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah untuknya."Â
Keputusan tentunya menjadi kemerdekaan masing-masing, persetujuan ataupun penolakan tetap menjadi sebuah bagian akan Rahmat Allah Swt. Hanya saja, dari hadits tersebut setidaknya telah banyak didapati bahwa syarat utama dalam kebersaan ini adalah menahan diri dengan bersabar.
Menjadikan Masalah untuk Menambah Kadar Cinta
Dalam rutinan terakhir di Bulan Desember, Maneges Qudroh sendiri telah memuncakinya dengan mengambil tema pembelajaran yang banyak memuat makna tentang cinta. Kita juga telah banyak mendapati bahwa ekspresi cinta itu juga berbeda-beda, tidak bisa diseragamkan sekalipun tergabung dalam ruang kebersamaan yang sama.