Tepat pukul 21.00 (18/12) di Sanggar Wening, mayoritas dari kita telah berkumpul untuk melaksanakan agenda mingguan yang biasa disebut M3. Aktivitas ini merupakan kegiatan olah pikir, utamanya untuk bersama-sama belajar tentang bagaimana menjadi pembicara yang baik, sekaligus menjadi pendengar yang baik.
Karena kendala utama manusia pada umumnya adalah kesulitan untuk mengeluarkan apa yang ada di dalam pikiran menjadi bahasa yang bisa dinikmati.
M3 ini telah menapaki minggu ke-10 dengan formasi awal 8 orang sudah melingkar. Agenda pada malam hari itu diawali dengan pembacaan bersama surat Al-Fatihah dikhususkan untuk menyapa dan mendoakan Kanjeng Nabi Saw dan tak lupa melantunkan sedikit sholawat untuk kemuliaan dan berharap syafaat dari beliau dalam membersamai aktivitas kita pada malam itu.
Seperti biasa, untuk langsung merangsang daya pikir, salam pembukaan dilakukan secara bergiliran dengan memakai kata kunci alhamdulillah, saya dan kita sebagai wujud syukur atas dipertemukan dan diperjalankannya kita pada aktivitas M3 kali ini untuk saling belajar mengolah ketangkasan dan kualitas diri, dengan harapan supaya masing-masing individu dalam lingkaran M3 ini dapat lebih komunikatif dan bisa lebih bermanfaat ke depannya bagi lingkungan di sekitarnya.
Setelah putaran pembukaan dengan masing-masing mendapatkan jatah waktu 1 menit selesai digulirkan, Mas Sigit sebagai moderator memberikan instruksi tambahan untuk sekali lagi melakukan aktivitas pembukaan, namun dalam putaran ini, teman-teman diharapkan untuk lebih mengkreasi kata-kata yang tidak lazim atau tidak sering didengar.
Evaluasi pun selalu dilakukan dalam setiap putaran sebagai sebuah proses pembelajaran. Manfaat dari ruang kebersamaan ini salah satunya adalah kita dapat melihat kekurangan diri yang selama ini jarang kita dapati apabila kita belajar sendiri.Â
Akan tetapi dengan kebersamaan, aktivitas yang dilakukan bersama menjadi ceriman diri sembari bermuhasabah, seberapa capaian atau kapasitas diri ini sesungguhnya.Â
Dalam evaluasi, fokus dan ketenangan selalu menjadi kata-kata yang sering terucap dalam hal aktivitas pembukaan, baik penilaian secara subjektif ataupun keseluruhan.
Melihat hal tersebut, teman-teman justru ditantang dengan aktivitas yang membutuhkan fokus dan ketenangan. Terkait dengan akivitas ini, teman-teman diajak untuk mencari pasangan sebagai duet dalam permainan berikutnya, yakni secara bersamaan melakukan salam pembuka dengan durasi 1 menit.Â
Dan ternyata seru, ada yang salah satunya terbata-bata, ada yang hanyut atau mengikuti kata-kata pasangannya. Kalaupun sama-sama lancar, pasti terdapat volume yang berbeda.
Segala fenomena itu kembali masing-masing diminta untuk mengutarakan apa yang didapat. Berbagai pendapat menjadi pembelajaran tidak hanya bagi diri, melainkan juga berlaku kepada teman-teman yang lain.Â
Oleh karena itu selain berbicara, mendengar justru sebenarnya mendapatkan porsi yang lebih banyak. Dari sekian banyak pendapatan, ada satu yang menaruk, yakni ketika mendapati situasi 2 subjek berbicara secara bersamaan, ada teman-teman yang justru lebih memperhatikan atau fokus terhadap suara yang lirih. Terkesan lebih sirr daripada yang diutarakan secara lantang.
Berbagi Energi Demi Meningkatkan Ekspertasi Diri
Malam waktu itu cerah, tak seperti beberapa malam terakhir yang selalu bermesraan dengan rintikan hujan. Suasana seperti ini sangat membantu kita dalam hal berlatih untuk menjadi pendengar yang baik, sekaligus mendukung pembelajaran yang membutuhkan fokus perhatian yang lebih.Â
Karena cuaca yang cerah, beberapa teman yang lain ikut merapat di tengah agenda kegiatan yang sedang berlangsung hingga sekitar 14-an orang terkumpul pada M3 kesepuluh ini.
Permainan sambung huruf, kata, ataupun kalimat pun digulirkan sebagai jeda. Kalau dalam sebuah majelis pembalajaran, pada umumnya jeda akan diisi dengan suatu hiburan atau permainan sebagai waktu untuk mendinginkan atau mencairkan suasana.
Di M3, situasi jeda diisi dengan aktivitas sambung huruf/kata/kalimat. Hal ini nampak menggembirakan bagi para teman-teman yang hadir pada malam itu, meskipun secara tidak langsung tetap dituntut untuk tak lepas dari fokus memperhatikan aktivitas yang sedag digulirkan.
Pada sesi terakhir, kita mendapatkan instruksi untuk menuliskan sebuah kata di secarik kertas, kemudian dikumpulkan ke dalam satu tempat. Aturan dalam aktivitas terakhir ini, nantinya secara bergliran setiap orang akan berbicara 1 menit tentang satu kata yang dipilih secara acak.Â
Hal ini menjadi tantangan bagi yang mau belajar, namun hal ini juga bisa menjadi wahana bersenang-senang kalau hanya untuk menggugurkan tanggung jawab waktu yang diberikan.
Ada aturan lain perihal teknis ketika berbicara, yakni tanpa menggunakan "eeemm", "nganu", atau jeda antar kalimat yang tidak boleh melebihi 5 detik. Satu per satu dari kita memberanikan diri menjawab tantangan yang diberikan.Â
Sekalipun ada beberapa yang gugur sebelum waktu 1 menit terselesaikan karena melanggar aturan, namun hal itu tidak menjadi sesuatu untuk menentukan siapa yang lebih baik, karena ruang M3 ini bukan ajang kompetisi.
 Saat sesi evaluasi, banyak dari teman-teman memberikan penilaian diri dan teman-teman secara keseluruhan. Semua saling berbagi atas kekurangan dan kelehian satu dengan yang lainnya.Â
Keterbukaan ini sangat penting dan dibiasakan agar menjadi budaya yang membangun dalam ruang pembelajaran. Kami pun saling berbagi ajakan kepada teman-teman yang hadir terkait ruang M3 ini, berbagi energi positif demi meningkatkan ekspertasi diri secara kolektif.
Ada 2 kemungkinan yang bisa berujung suasana seperti ini menjadi menarik atau sebaliknya. Sesuatu akan menarik apabila kita membawa kesadaran untuk mencari atau membaca ilmu yang bisa diambil dari siapa saja dalam ruang ini. Tentu harus dengan syarat kerendah-hatian atas ilmu itu sendiri.Â
Sebaliknya, sesuatu menjadi tidak menarik atau bahkan mungkin membosankan apabila kita berangkat dalam ruang seperti ini dengan kesadaran "merasa" dan menjadikannya sebagai ajang kompetisi.
Kita sering tidak sadar, bahwa pengetahuan itu datang bukan hanya dari yang tertulis, yang terdengar atau yang bersuara. Pengetahuan datang dari dunia yang terlepas dari semua itu, yang secara ajaib telah bermanifestasi menjadi pengetahuan yang akhirnya diterjemahkan ke dalam pikiran kita melalui kata-kata yang saling terlafadzkan.Â
Sebagaimana Nabi Musa as. yang diceritakan telah berkomunikasi dengan Tuhan, apakah pembicaraan itu juga menggunakan alat indera layaknya manusia pada umumnya? Apakah Tuhan "berbicara" kepada manusia melalui bunyi atau kata?
Segala pembelajaran pada malam hari ini berlangsung hikmat. Semua bergembira atas apa yang telah didapat dalam M3 ke-10 ini. Sekitar pukul 00.30, acara pun dipungkasi dengan doa penutup majelis secara seksama. Demi pengetahuan yang telah hadir menciptakan makna, dan ketika tamu pengetahuan bernama cinta itu muncu, apakah ruang ini masih mencukupi?
***
Sanggar Wening, 19 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H