Para artis Teater Perdikan sudah bersiap dengan riasan dan kostumnya menjelang acara pementasan teater dimulai. Anggap saja secara kebetulan, saya berkesempatan untuk menonton pertunjukan teater yang disutradai oleh Jujuk Prabowo ini secara langsung dengan naskah oleh Emha Ainun Nadjib dengan judul "Papat Petruk Lima Sableng."
Pertunjukan teater ini, secara langsung juga diiring oleh backsound Gamelan Kiai Kanjeng semakin menambah gairah bermaiyah pada malam hari itu. Karena teater ini merupakan salah satu bagian dari serangkaian acara Mocopat Syafaat edisi bulan Desember 2020, yang diselenggarakan secara tertutup dan sangat terbatas sebagai salah satu bentuk respon terhadap situasi pandemi.Â
Namun jangan khawatir ketinggalan, karena acara pada malam hari itu akan disiarkan Live Delay pada tanggal 17 Desember nanti sesuai dengan jadwal rutinan Mocopat Syafaat.
Singkat cerita, Petruk beserta para cantriknya berkunjung ke Sunan Sableng. Dalam perkenalannya, Petruk mengatakan bahwa ia menjadi utusan dari Negerinya yang memiliki rakyat sekitar 270 juta. Sunan pun bertabya, "Tapi kenapa hanya 5 cantrik yag dibawa?" Kemudian, para cantrik pun menjelaskan bahwa jumlahnya mewakili kriteria atau karakteristik ratusan juta penduduk di negerinya.
Dalam pertunjukan ini, ada pertemuan budaya antara Petruk "Kantong Bolong" dan Kanjeng Sunan. Petruk dan cantriknya nampak seperti menggambarkan suasana masyarakat demokrasi nan intelektualis. Sedang Kanjeng Sunan dan para santrinya lekat dengan nuansa pesantren, yang sangat menjunjung tinggi adab terhadap gurunya.
Ketika Kanjeng Sunan memberikan dhawuh, para santrinya secara kompak langsung menjawab serempak, "sami'na wa atho'na" sebelum dilanjutkan dengan kalimat lainnya. 2 jenis kebudayaan tersebut seperti sengaja diusung untuk sebagai citra kondisi bangsa saat ini.
Petruk ini diceritakan memiliki 4 kelebihan, diantaranya Petruk  yang intelektual, Petruk yang revolusioner, hingga Petruk yang Jihad. Namun, ternyata dirinya mendapatkan saran masih kurang memiliki 1 kemampuan. Yakni menjadi orang saleh.Â
Para santri lantas diperintahkan oleh Kanjeng Sunan untuk menjelaskan menganai saleh, yang secara garis besar mengandung makna orang yang selalu memperbaiki keadaan.
Togog dan Semar pun muncul di akhir-akhir cerita. 2 tokoh yang memang sangat kuat perannya di pewayangan. Wejangan ataupun kritikan pun disampaikan dengan tutur dan intonasi nada yang khas, diselipi jenaka-jenaka oleh Bagong dan Gareng, para saudara Petruk, yang sedarai awal menemani Petruk. Lagu-lagu Kiai Kanjeng yang khas dengan nuansa maiyah menjadi adegan teatrikal di beberapa segmen, beberapa lagu diantaranaya ada "Tuhan, Aku Berguru Pada-Mu", "Hasbunallah", ataupun "Gundul-gundul Pacul".Â
 Semar memberikan pesan bahwasanya kita semua mesti terus-menerus belajar bergerak. Dan juga, menegaskan untuk lebih bersungguh-sungguh terhadap apa yang dilakukan. "Agar menjadi Petruk tanpo Bolong!" atau "Petruk Katok Utang!" Bagong dan Gareng bergantian menyampaikan guyonan kepada saudaranya. Karena, Petruk mendapati mandat dari ayahandanya untuk menduduki singgasana Khayangan apabila keadaan di bumi tak lekas berubah.
Pentas Teater itu pun ditutup melalui adegan doa yang dibawakan oleh Sunan Sableng sebagai respon atas permintaan terakhir Petruk. Di awal doa, Kanjeng Sunan menegaskan kata, "mengolah bersama sumber cahaya kemudian memancarkannya."
Bagaimana cerita selengkapnya? Mari kita saksikan bersama esok hari Kamis malam, 17 Desember 2020 yang akan disiarkan di kanal youtube CakNun.com dan jangan lupa apresiasinya dengan menekan tombol like dan subscribe-nya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H