Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Niteni Rasa dari "Al-Waduud" (Sang Maha Cinta)

11 Desember 2020   16:38 Diperbarui: 11 Desember 2020   16:55 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Respon jawaban datang dari Mas Topan dengan tidak mengindahkan orang yang dirasa sesepuh dan lebih memahami. Mas Topan menjawab dengan bermain permainan imbuhan kata dalam pelajaran bahasa sewaktu SD. Menurutnya, cinta itu tidak lagi murni ketika kita menambahkan tendensi seperti kita memberi kata cinta dengan imbuhan. "me-cinta-i" dan "me-cinta" dalam pelajaran bahasa indonesia memiliki berbeda. Imbuhan "me-i" memiliki arti saling, yang berarti membutuhkan 2 subjek, sedangkan imbuhan "me-" berfungsi untuk mengubah kata sifat menjadi kata kerja. Jika dilafalkan kepada suatu objek antara kedua kata (mencintai dan mencinta) pasti akan memiliki kedalaman rasa yang berbeda.

Menurut Mas Topan, cinta kita masih sangat transaksional jika masih melihat sesuatu yang mencinta dan dicinta. Cinta kita masih banyak tendensi dan harapan untuk mendapatkan balasan. Bahkan, menurut Mas Sabrang, kalau kita mencintai seseorang, sebenarnya kita cinta terhadap orang tersebut apa cinta kepada diri sendiri? 

Lantas ketika tidak mendapatkan balasan apakah masih terjaga rasa cinta tersebut? Cinta ya cinta saja, oleh karena itu laku kejujuran, kelembutan, dan ketulusan akan menjadi wujud kedalaman memberi makna tentang cinta. Bahkan Allah sendiri memiliki asma Al-Waduud atau Sang Maha cinta, kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, maka sudah pasti kita menjadi jatuh cinta dan tergila-gila.

Atau jika kita benar-benar pengikut Nabi, ada 4 fase yang harus ditapaki jika mengambil pelajaran dari salah satu Marja' Maiyah Syaikh Kamba. Kita mesti melatih independesi diri, melakukan penyucian diri, arif dan bijaksana, amanah, baru memasuki fase yang terakhir yakni cinta. Atau dalam buku beliau "Kids Zaman Now", cinta atau muhabbah berada dalam fase keenam dengan urutan syariat, tarekat, hakikat, makrifat, mukasyafah, muhabbah, lalu penyatuan dengan Sang Pencipta (wahdatul-wujud). 

Alhamdulillah, Maneges Qudroh masih disediakan ruang kebersamaan ini untuk terus saling menasihati dalam mencari kebenaran dan saling menahan diri dalam menapaki tangga kebenaran menuju kesejatian secara berjamaah. Acara pun melebur hingga lebih dari tengah malam. Segala pembelajaran terkait rasa dan cinta disimpulkan oleh moderator untuk dapat mengambil kesimpulan sendiri-sendiri. Semua ilmu yang terpancar layaknya cahaya yang menerangi ataupun buah yang silahkan dipilih sendiri kenikmatannya.

Setelah ditutup dengan sholawat dan pembacaan doa, sedulu-sedulu masih enggan untuk beranjak pulang. Semua nampak melanjutkan pembelajaran yang didapat dengan lingkaran kanan-kirinya. Sembari menambah keintiman dan memperkuat tali silaturrahmi dalam majelis paseduluran ini.

***

Panti Cahaya Ummat, 6 Desember 2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun