"Maido Hasanah"
23 Oktober 2020
Malam itu, Majelis M3 mengagendakan jadwal pertemnuan di tempat Mas Dani (Panti Cahaya Ummat), Ngroto, Mertoyudan. Hujan kala itu cukup rajin membagi berkahnya di kedua waktu, terang ataupun gelap. Dan kebetulan, pertemuan yang diperjalankan di putaran ketiga kalinya ini, kami diberi kesempatan untuk membersamai hujan tersebut, berhenti sembari menikmati suara derai airnya yang cukup deras.
Acara dimulai sekitar pukul 21.00 dibuka dengan saling berbagi rasa syukur yang dilakukan secara begiliran. Malam itu, 9 orang diperjalankan untuk bersama-sama mengarungi malam di dalam ruang M3 (Majelis Mikir-Mikir). Dari luar, ruang ini mungkin tak nampak jauh dengan orang-orang yang suka nongkrong atau jagongan bareng menceritakan kehidupan. Hanya dibuat sedikit teknis dan tetap dalam rangka sinau bareng.
Permainan-permainan dalam majelis yang bisa diterapkan seperti sambung huruf/kata, saling memberikan petunjuk dan perintah satu dengan lainnya tanpa pernah bisa menghindar dari gelak tawa bersama. Merajut senyum-senyum yang terbingkai rapi menjadi kebahagian dan keindahan. Menyulut sepercik cahaya di antara lelap-lelah para manusia pada umumnya.
Agenda utama perjumpaan kali ini adalah menentukan tema yang mungkin nantinya bisa menjadi salah satu opsi buat acara rutin bulanan MQ. Setiap yang hadir sudah mendapat instruksi sebelumnya untuk sangu tema, hingga terkumpul 9 tema. Musyawarah pun dilakukan dan saling mendengarkan penjelasan dari masing-masing pemilik tema tersebut
Dengan demokrasi, keadilan, kejujuran, dan integritas yang tinggi serta live voting. Dari 9 tema pada akhirnya tersisa 2, yakni Maido Hasanah dan Plong Blong. Metode yang digunakan pun dicari-cari sisi kuat ataupun lemahnya masing-masing. Ketika dengan pertanyaan A, semua lebih memilih Maido. Selanjutnya, kita cari pertanyaan yang bisa merangsang para pemilih untuk mengambil opsi Plong Blong.
Setelah menggonta-ganti susunan hingga memperdalam makna dan sisi filosofisnya, akhirnya terpilihlah tema maido hasanah. Kurang lebih kita banyak menggali makna selama 3 jam, dari sebab-akibat, mencari contoh dalam realita kehidupan, hingga bermain simulasi-simulasi kalimat agar dapat menemukan perbedaan antara sikap maido dengan sikap yang lainnya. Bahkan mencari pertanyaan-pertanyaan yang harapannya sanggup mem-breakdown frase kata "Maido Hasanah" itu sendiri.
Sesekali, perjalanan malam hari itu mendapat hiburan dari irama hujan deras yang membentur payon seng hingga menenggelamkan suara-suara kami. Kesempatan itu pun kita gunakan untuk menyantap hidangan yang telah disajikan oleh Mas Dani sebagai tuan rumahnya. Dan sekitar pukul 02.00 dini hari, acara pun dipungkasi lebih awal daripada 2 pertemuan sebelumnya.
***
30 Oktober 2020
Seminggu berikutnya, kami berkumpul di tempat Bapak Prayitno, tepatnya berlokasi di sebelah tempat wisata Candi Borobudur. Pak Sholeh yang awalnya menjadi tempat berkumpul, namun karena sedikit kendala teknis akhirnya kami diarahkan ke tempat salah seorang kawannya ini. Tapi beruntung, akhirnya kami diperjumpakan dengan Pak Prayitno dan Pak Sigit, salah seorang kawannya.
Jumlah orang yang berkumpul juga masih sama seperti minggu sebelumnya, yakni 9 orang, hanya saja dengan formasi pemain yang berbeda. Karena salah satu visi ataupun misi dari ruang M3 ini salah satunya adalah melatih keberanian untuk berbicara di sebuah forum, maka teknis pembukaan dibuat secara bergilir seperti biasa.
Untuk tetap melatih olah pikir, pada sesi pertama kita diberikan instruksi untuk bebas memilih satu kata, lalu masing-masing secara bergiliran diberikan kesempatan untuk menjelaskan kata yang telah dipilihnya dengan durasi waktu 1 menit. 8 kata yang terpilih secara random tersebut ketika itu adalah kepingan sebuah puzzle, ternyata dapat menjadi sebuah pola. Penulis secara subjektif merangkainya menjadi: kata -- berbenah -- kembali -- pikir -- metamorfose -- rindu -- dzikir -- dan berakhir di perubahan.
Berikiutnya, satu orang diberi instruksi untuk bebas memilih menanggapi salah satu kata yang dimiliki oleh selain miliknya. Dengan durasi yang masih sama, lalu bebas menunjuk kawannya untuk mendapat giliran memberi tanggapan berikutnya, dan seterusnya.
Lalu, kembali dirinya merefleksikan apa yang pilihan katanya diberi tanggapan oleh orang lain, sama dengan maksud awal tujuan dirinya memilih kata tersebut? Meski dengan durasi yang lebih lama, ternyata untuk dapat berbicara secara terstruktur dan mudah dipahami tidaklah mudah. Hal tersebut pada akhirnya tetap tergantung kepada subjek, baik bagi pembicara ataupun bagi pendengar.
Ketika sesi refleksi berlangsung, sempat datang salah seorang lagi hingga lengkap menjadi sembilan orang. Agar mudah untuk mengikuti alur, dia dipersilahkan memilih kata secara bebas. Dan terpilihlah kata jalan. Dari pemantik kata tersebut, teman-teman yang lain langsung dipersilahkan memaknainya dengan durasi waktu yang ditentukan. Ketika semua sudah selesai memberikan argumennya, lantas dia diberikan kesempatan untuk mengkonfirmasi kira-kira makna mana yang sedikit banyak nyrempet dengan maksud dari dirinya memilih kata "jalan" tersebut.
Salah satu ayat dari Ummu Kitab "ihdinash-shiratal mustaqim" sepertinya menjadi salah satu makna yang paling terekam di pemaknaan kata jalan. Ya, kita setidaknya harus memegang kesadaran untuk selalu merasa tersesat, karena kita tidak pernah mengetahui jalan yang benar, baik, mustaqim, bahkan yang haq untuk benar-benar bisa menuntun untuk kembali pulang (menuju kehidupan berikutnya) dengan selamat. Oleh karena itu, kita selalu memohon petunjuk jalan yang lurus/mustaqim minimal kita amalkan secara wajib 17 kali dalam sehari.
Selain itu adalah dzikrullah. Berulang kali Pak Sigit dan teman-teman yang lain memakai kata dzikir ini. Pada malam hari itu, sedikit banyak kita mendalami makna dzikir yang bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Asalkan kita ingat kepada Allah, hal tersebut sudah menjadi sebuah proses dzikir. Dan apabila dzikir ini dapat selalu tertanam dalam pikiran kita, lantas betapa hebatnya dzikir itu ternyata dapat mempengaruhi perilaku, kebiasan, watak, yang sudah pasti akan tercermin menjadi akhlak.
Permainan sederhana seperti itu pun ternyata tak terasa cukup banyak memakan waktu hingga waktu hampir menunjukkan waktu tengah malam. Setelah break sebentar, agenda selanjutnya malam itu adalah sedikit menyusun formasi untuk teknis acara rutin bulanan MQ di minggu berikutnya. Tentu saja formasi yang dibuat adalah sebuah bentuk penawaran, bukan sebuah keputusan. Setelah kebutusan untuk teknis acara sekiranya sudah terisi semua, acara pada malam hari itu pun diakhiri. Kami pun bersama-sama membersihkan dan merapikan kembali tempat Bapak Prayitno sebelum berpamitan pulang.
***
6 November 2020
Sehari sebelum acara rutinan, malam harinya kita pun berkumpul untuk kembali mematangkan apa yang telah dipilih menjadi tema. Sekaligus membuat simulasi sederhana karena esok harinya, salah satu dari kami akan bertanggung jawab menjadi moderator acara maiyah rutinan MQ untuk pertama kalinya.
Perjumpaan kelima M3 kali ini berada di Sanggar Wening, yang biasa menjadi basecamp grup musik Jodhokemil dengan diperjalankan delapan orang untuk berkumpul belajar bersama. Banyak yang kembali diulas dan dicari kemungkinan-kemungkinan yang mungkin saja bisa mengembang dari tema maido hasanah.
Selain itu, ada sesi khusus kita untuk terus mengurai kata "hidup" yang tertulis dan menjelaskannya dengan durasi tertentu. Dengan adanya media white board, ada harapan hal tersebut akan memudahkan masing-masing dulur untuk merepresentasikan sesuatu. Namun, nampaknya hal tersebut memerlukan pelatihan dan kebiasaan agar lebih relax ketika berbicara.
Ada juga salah satu sesi ketika kita secara bergilir satu persatu mencoba untuk berbicara tanpa menggunakan selaan kata "eee" yang tak sadar seringkali terpakai ketika sedang berbicara. Meskipun waktu telah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Ternyata ada juga ketidakwajaran waktu belajar yang membahagiakan seperti ini.
***
Yang menarik dari ketiga pertemuan di atas, tentu semuanya merupakan ruang pembelajaran  untuk terus mengasah diri, selain untuk saling silaturrahmi. Dan apa yang dilakukan tidak hanya duduk-duduk santai sembari rokokan, namun dengan sedikit rules dan teknis yang telah disepakati bersama, ternyata M3 menjadi ruang belajar dan tempat menuju bagi siapapun yang ingin merasakan diskusi dan bertukar pikiran hampir di sepanjang waktu malam.
DI samping itu, M3 ini juga menjadi pengejawantahan dari salah satu dzikrullah. Karena di tempat dan ruang ini, kita tidak lupa untuk terus belajar bersyukur akan segala nikmat yang tercurah, khususnya melalui ilmu-ilmu yang saling dititipkan di antara satu dan yang lainnya. Dan masih banyak lagi hal yang perlu dihikmahi dalam pertemuan-pertemuan M3. Meskipun dengan jumlah yang sedikit, justru disitu suasana pembelajaran menjadi lebih kondusif.
***
Magelang, 17 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H