Lantas, "menyetiakan diri atau disetiakan oleh" bukan menjadi stigma dalam batas benar atau salah. Terlebih lingkaran seperti Selasan ini, menjadi salah satu ruang manifestasi kesetiaan kita kepada seorang Guru yang mempertemukan kami di jalan cinta yang sama. Dan atas nilai tersebut, kita merupakan sepenggal bagian dari pengikut atas dasar satu Guru yang sama.
Kembali ke diri masing-masing hanya menjadi sebuah siasat yang tidak dibutuhkan jika membicarakan kesetiaan. Karena kesetiaan merupakan sebuah komitmen pengabdian sebagai seorang abdi.Â
Kecuali jika konsep segala pikir subjektif yang terpantik menciptakan jarak dari kebersamaan, maka potensi dualitas cahaya akan menguak. Karenanya, semua benar-benar butuh pencahayaan batin untuk membentuk akhlak atas ketulusan laku peribadatan yang dijalani dalam gerbong wirid dan sholawat Selasan.
Di setiap peristiwa Selasan, seseorang mesti langsung menerjunkan diri untuk mencari dan merajut hubungan cintanya sendiri. Dalam riuhnya sapaan-sapaan yang terlantang selama sepenggal malam. Meneguhkan rasa di ruang manifestasi kesetiaan, menemani setiap khudlur-khudlur yang kesepian. Masih sediakah?
***
Dusun Gadungan, 6 Oktober 2020