Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selasan's Dilemma

7 Oktober 2020   16:07 Diperbarui: 7 Oktober 2020   16:09 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Omah Selasan, Dusun Pletukan (Dokpri)

Kita sering melafadzkan "kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi" (2:255), akan tetapi kita meragukan kebersamaan yang selalu diperjumpakan untuk bersama-sama menyapa-Nya. 

Bahkan segala sesuatu yang dianggap sebagai sebuah persoalan akan sirna jika kita menggantungkan tidak pada apapun, kecuali hanya kepada-Nya. Bukankah "Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya"? (2:255)

Dilema-dilema akhirnya bertebangan mengerubungi diri. Kekhawatiran, kecemasan, dan keresahan sering menjadi batas yang menjadi penghalang karena sudah menjadi naluri manusia untuk mencari perlindungan, keamanan, dan keselamatan. Atauangan-jangan ketidakseriusan itu menjangkit diri tatkala mengucap "wa laa yaa'uduhuu hifdhuhumaa (Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya)" (2:255) sembilan kali pun tak akan pernah cukup.

Jangan sampai kita sering membicarakan hati yang selesai, akan tetapi jauh di dalam hati kita menanam kebencian dan ketidakpercayaan. Jangan sampai segala kesejatian yang diperbincangkan, hanya sebagai dalih kepiawaian diri untuk menutupi segala laku kepalsuan.

Terdapat 3 kemungkinan ketika kita dijaga karena wirid yang pernah disampaikan oleh Simbah, pertama entah karena wiridannya yang memang begitu menyanjung Allah dan Kekasih-Nya; kedua, karena keberadaan orang tertentu yang begitu dikasihani-Nya di dalam lingkaran tersebut; atau yang terakhir, merupakan hak prerogatif Allah untuk menentukan nasib lingkaran ini.

Selasan tak ubahnya sebuah pelarian, ruang yang menampung segala kegundahan. Menjadi wahana booster kecerdasan spiritual, sebagai penyeimbang kecerdasan intelekteual dan mentalitas yang ditemui sehari-hari. Meski hanya berlangsung beberapa jam dalam seminggu, namun dilematis ke-sexy-an eksistensi tak bisa lepas dari sebuah perkumpulan.

Meski semburat cahaya kebahagiaan itu selalu tertinggal menemani kegelisahan malam. Sembari menanti fajar kembali menyapa.

***

Dusun Pletukan, 29 September 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun