Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Bersama Meniti Kesungguhan Menuju Kesetiaan

9 September 2020   16:41 Diperbarui: 9 September 2020   16:56 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syukur alhamdulillah menjadi ungkapan pertama yang tetap menjadi gambaran utama sebelum memulai membuat reportase rutinan Maneges Qudroh yang telah menyelesaikan perjalanannya ke-115 pada edisi Bulan September ini. Terlebih dalam situasi seperti ini, dengan batas-batas keberanian, batas-batas ruang, batas-batas kemampuan, dan batas-batas lainnya, kita masih diijinkan untuk bersama-sama sinau bareng.

Tak lupa kita tetap mengingatkan tentang kesadaran akan peran Tuhan di dalam setiap perkumpulan. Tidak ada satupun yang mempu mempertemukan, kecuali atas perkenaan-Nya. Ketika mengamati dulur-dulur yang mulai berdatangan semua menggunakan masker dengan segala protokolnya. Tapi entah mengapa, kemesraan yang sudah biasa terjalin ketika bertemu untuk saling berjabat tangan dan mulai membuka maskernya menjadi sesuatu yang sulit untuk dibenarkan disaat seperti ini.

Dan selalu seperti itulah pemandangan yang terjadi dan sudah menjadi kebiasaan bagi kami. Bisa jadi karena intensitas pertemuan mingguan dalam Selasan membuat kami seolah memiliki formulasi protokol tersendiri yang hanya berlaku di lingkungan ini. Uniknya ketika berada di luar lingkaran, kesadaran untuk selalu memakai masker tetap menjadi hal utama yang dilakukan sebagai salah satu upaya menerapkan protokol ketaqwaan.

Kebiasaan dipertemukan adalah buah kesungguhan yang mungkin tidak disadari, sampai terkadah memunculkan istilah baru "jamaah bendinan" atau jamaah harian karena hampir setiap hari ada lingkaran-lingkaran kecil yang terbentuk. Mas Saepul juga sedikit menambahkan bahwa tema Sing Temen atau bersungguh-sungguh ini juga dipilih sebagai salah satu bentuk taddabur atas video Mbah Nun restart ke-3.

Beruntung juga malam itu kami kerawuhan  Pak Mukhson dan Pak Maskun dari Yogyakarta sebagai narasumber. Mas Virdhian sedikit menceritakan tentang persinggungan 2 tokoh tersebut dalam awal-awal perjalanan Simpul Maneges Qudroh atau bisa dibilang sebagai pemantik awal. Selain beliau, juga ada Mas Sealdie yang bertugas memberi hiburan di sela-sela sinau bareng dengan penampilan akustiknya.

Pak Mukhson Memberi JIMAT

Acara dibuka dengan pembacaan ayat-ayat suci oleh Mas Arry, dilanjutkan dengan melandasi acara dengan lantunan sapaan wirid dan sholawat dipandu oleh Mas Virdhian, agar keterbimbingan tetap berada di lajur keselamatan dan ketercerahan.

Sesudahnya, Pak Mukhson dan Pak Maksun langsung dipersilahkan membersamai lingkaran majelis ini. Pertama-tama, Pak Mukhson merespon mukadimah Sing Temen yang secara singkat disampaikan oleh Mas Saepul, bahwa menurut beliau di dalam agama itu sendiri terdapat aturan-aturan yang datangnya dari Allah untuk manusia, siapapun yang mematuhi aturan tersebut akan mendapatkan keselamatan dunia akhirat.

Semua ilmu yang terkait dengan aturan-aturan tersebut hendaknya dicari. Dalam pencarian pasti membutuhkan suatu usaha. Dan melalui usaha itulah kita semua tergerak karena niat-niat yang pasti mengandung kadar-kadar kesungguhan yang hanya diketahui oleh diri sendiri. Pak Mukhson lantas memberikan contoh dari kata Maneges, yang beliau berpesan untuk segala sesuatunya benar-benar ditegaskan apapun latar belakang profesi kita.

Semua individu pasti memiliki kiblatnya masing-masing sesuai dengan peran atau profesi yang dijalankan. Semua memiliki keahlian yang menjadi ciri khas perbedaan yang akhirnya saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Tapi sebelum itu, harapan Pak Mukhson adalah hendaknya masing-masing dari kita menegaskan (niatan) dulu ke dalam dir kita.

"Tapi sebagai teman hidup, yang pertama adalah memiliki keluarga terlebih dahulu." Kata Pak Mukhson sembari bercanda karena memandang banyak pemuda-pemuda yang dinilai beliau masih belum berkeluarga. Keriuhan pun sejenak terdengar saling lempar ejekan di antara para jamaah dbarengi dengan canda kebahagiaan bersama.

"Kan yang terpenting itu kan khoirunnas anfa'uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah orang yang dapat memberikan manfaat." kata Pak Mukhson. "Kira-kira kalau salah satu tetangga kita jadi seorang pencuri, kita ikut berdosa tidak?" tanya beliau kepada jamaah untuk menstimulus otak agar ikut berperan aktif dalam sinau bareng ini.  

Pak Mukhson memberikan jawabannya dengan contoh-contoh hikmah yang banyak beliau terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang Bapak yang belum lama ini dianugerahi seorang cucu ini merupakan sosok guru ngaji di lingkungannya. Sudah sangat lama sekali Pak Mukhson ini memiliki angen-angen untuk datang kembali sesekali ke acara Maneges Qudroh. Yang pada akhirnya diijabah pada pertemuan malam hari ini.

Pak Mukhson kemudian bercerita tentang Kanjeng Nabi dalam perjalanan pulang setelah perang, ada salah seorang sahabatnya yang bertanya, "mengapa engkau tidak terlihat gembira atas kemenangan besar ini, Ya Rasul?" Pada waktu itu Kanjeng Nabi menjawab, "kita dalam perjalanan pulang dari perang kecil menuju perang yang lebih besar." Pak Mukhson menjelaskan bahwa perang besar tersebut adalah perang melawan hawa nafsu sendiri.

Ketika semua upaya dan usaha telah dilakukan dengan niat yang sungguh-sungguh tidak terdapat perubahan apa-apa dan tetep ajeg wae, mestinya kita mulai bertanya-tanya kepada diri sendiri. Pak Mukhson kemudian memberikan istilah Jimat, mbo seko siji dirumat (alangkah baiknya jika dari satu per satu mulai dibenahi). Yang mulai sekarang baik, ditambah baiknya. Sembari terus-menerus niteni ke dalam diri kita masing-masing, efek apa yang paling membekas pada laku sehari-hari kita terutama utamanya terhadap output akhlak kita? "Awas, hati-hati... ." ingat Pak Mukhson.

Sebagai sesi pungkasan, beliau memberikan contok akhlah dari Rabiah al-Adawiyah yang kurang lebih mengatakan bahwa andai rejeki itu Kau beri ke saya, maka berikanlah rejeki itu kepada orang-orang kafir. Andaikata yang engkau beri berupa pahala, maka berikan pahala tersebut kepada orang-orang mukmin. Yang pasti, "kalau engkau bersyukur, pasti Tuhan akan menambahkan nikmat-nikmat yang lain." Pungkas Pak Mukhson.

dokpri
dokpri
"Sing Ditagih le Tenanan Kerjo..."

Hiburan lagu-lagu pop akustik dibawakan oleh Mas Sealdie, salah seorang pemuda yang sering mengisi live accoustic di beberapa kafe kawasan kota pelajar. Lagu-lagu hits pemuda-pemudi dibawakan menyelaraskan gejolak-gejolak asmara yang dialami oleh para pemuda pada umumnya, terutama yang masih belum memiliki pasangan. Beberapa pun tak segan untuk ikut bernyanyi bersama-sama.

Kemudian giliran Pak Maskun yang dipersilahkan memberikan ujarannya. Pak Maskun awal mulanya menceritakan awal persinggungan dengan maiyah. Beliau yang notabene penyuka musik dangdut, tertarik dengan suara Mas Imam Fatawi yang memang sangat fasih menyanyikan lagu-lagu dangdut. Seketika itu, Pak Maskun sering mengikuti maiyahan, "pokoke melu, raketung ra  mudeng (pokoknya ikut meskipun tidak paham!" ungkap beliau.

Sampai-sampai di setiap tanggal 17, Pak Maskun menegaskan kepada istrinya bahwa tanggal tersebut adalah tanggal khususnya. Beliau mengaku sering ekali duduk di depan dekat sharonnya Pak Nevi. Pak Maskun sendiri memiliki keterikatan yang cukup panjang dengan MQ, karena beliau dulu sering menemani perjalanan MQ dengan grupnya yang banyak memiliki kemiripan dengan Kiai Kanjeng, yang bernama Kiai Maklum.

Pak Maskun sendiri merupakan salah seorang yang memberi ide tentang jadwal rutinan Maneges Qudroh yang dijadwalkan di malam minggu pertama awal bulan. Keberangkatan beliau sendiri untuk mengikuti majelis seperti ini adalah dhawuh Simbah yang menginginkan anak cucu maiyah membuat forum-forum seperti ini (sinau bareng) di luar lingkaran ini seperti (Mocopat Syafaat).

Di sesi Pak Maskun sendiri, beliau banyak bercerita tentang kisah-kisah perjalanan hidupnya. Yang akan sangat panjang jika harus dituliskan bulir-bulir hikmahnya. Kalau ingin mendengar kisah-kisah beliau, bisa langsung saja menonton video lengkap rutinannya di youtube "Maneges Qudroh". 

Tapi ada statement menarik dari Pak Maskun dengan berkata, "Allah menagih jihadmu, tidak mempertanyakan kemenangan duniawimu. Sing ditagih le tenanan kerjo (yang ditagih kesengguhan dalam bekerja). Tidak ditanyakan hasilmu, tapi bagaimana pelayananmu kepada manusia di sekitarmu."

Di sesi terakhir, jamaah pun diberikan kesempatan bagi yang mau mengajukan pertanyaan atau merespon segala proses pembelajaran sedari tadi. Salah satunya ada Mas Bayu yang bercerita ketika  mendapat pengalaman temen dalam proses jual beli yang dilakukannya. Mas Aam yang mewakili IJMA (Ikatan Jomblo Maiyah), ikut memberikan tanggapan terkait dengan jodoh dan seketika sanggup membangunkan suasana menjadi riuh karena mungkin banyak yang terwakilkan.

Kemudian Pak Tege, memberikan satu catatan dengan mengambil salah satu ilmu Sayyidina Ali ra. yakni "bekerjalah untuk dunia seakan-akan kamu hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhirat seakan-akan kamu mati besok." Seluruh respon tersebut mendapat perhatian dari Pak Mukhson sebagai suatu suasana yang konstruktif dalam nuansa saling belajar satu dengan yang lainnya.

Pak Yadi, salah satu penggiat Maiyah yang juga sebagai pengasuh Pondok. Dengan basic pendidikannya, beliau mengajak dulud-dulur Maneges Qudroh untuk  memulai tandang karena sudah saatnya. Beliau meminta dari penggiat MQ sendiri mulai memetakan potensi dan peran yang cocok seminimalnya dalam 3 bidang, yakni perjuangan, kebaikan, dan keahlian/kealiman.

Tentu saja hal tersebut merupakan saran yang bagus, sekalipun usaha tersebut sudah berulang kali coba diterapkan. Namun, sepertinya kesiapan dan momentum untuk menuju perubahan seperti yang dimaksudkan Pak Yadi, membutuhkan pembelajaran ke dalam diri terlebih dahulu. Berusaha menata kesungguhan menuju kesetiaan. Karena tidak akan mungkin kesetiaan itu tercipta di lingkungan ini, tanpa adanya kesungguhan untuk bersama-sama membangun apa saja, apapun, dan benar-benar siap sekalipun tidak dianggap sebagai apapun dan siapapun.

Tak terasa, rutinan edisi ke-115 di Omah Maneges, Jumbleng Muntilan ini telah menapaki waktu sekitar 01.30. Acara pun ditutup dengan asrokolan, kembali menegaskan Kanjeng Nabi sebagai satu pemimpin sejati. Kemudian para dulur-dulur saling bersalaman satu dengan yang lainnya. Sekalipun, mayoritas jamaah yang hadir tidak langsung pulang dan kembali duduk embentuk lingkaran-lingkaran kecil di jangkauannya. Maturnuwun!

Omah Maneges, 6 September 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun