Aku mengingatmu karena benar-benar lalai. Aku mengingatmu karena benar-benar dholim dan bodoh. Aku mengingatmu karena memang tidak memiliki daya dan upaya apapun. Aku mengingatmu karena tidak pernah bersungguh-sungguh. Aku mengingatmu agar terhindar dari luka-luka yang menyayat. Aku mengingatmu selama ini bukan karenamu, selain demi kenyamananku.
Sejenak aku duduk di beranda rumah lewat tengah malam. Sunyi dalam remang. Remang yang kalut oleh dingin. Belum lagi serbuan pasukan lemut yang sangat pecundang karena tidak berani satu lawan satu.
Menanti  pintu itu terbuka, mengadirkan terang sekaligus mengantarkan fajar. Sekalipun ia berkeliaran dalam kelamnya prasangka. Tak ada hasrat ataupun harap. Tak ada keinginan atau bahkan kebutuhan. Kecuali kesiapan menyambut datangnya hangat meski nampak hanyut dalam lamunan, menanti pagi. Menyapamu. Menatapmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H