"Apakah kamu mengetahui, seberapa besar dia menumbuhkan rasa cinta itu? Seberapa dalam dia menyembunyikan rasa rindu? Betapa konyolnya, dia menanamkan kebahagiaan meski tanpa sebuah pertemuan ataupun mengenalkan kesedihan tanpa sepatah kata pun terucap?" Tiba-tiba Bewol bertanya-tanya kepada entah.
Gus Welly yang mendengar gumaman itu pun merespon, "Banyak dari mereka telah mengenal kesejatian, sementara aku terjerumus dalam budaya-budaya kepalsuan. Banyak dari mereka telah menggapai perhatian para penghuni langit, sedang aku terlalu sibuk merangkai kata-kata kemunafikan. Betapa beruntungnya mereka telah diperkenalkan dengan keabadian, sementara aku hanya bergerak mengikuti dahaga nafsu yang fana."
Seperti biasa, mereka terjebak dalam malam-malam yang seolah mengurung sekalipun kemerdekaan adalah jalan sunyinya. Dalam keruwetan gagasan yang selalu diperdebatkan setiap harinya atau membebaskan lamunan angan-angan yang sesekali memabukkan.
Bagi mereka, kebiasaan tersebut untuk mengasah kedalaman berfikir meskipun tanpa penemuan kesepakatan formulasi yang tepat di setiap perdebatan yang tersaji. Karena seelalu ada perjodohan di setiap masalah layaknya segala sesuatu yang tercipta berpasang-pasangan. Terlebih dengan keberangkatan nilai yang menjadi pegangan berbeda-beda, tentu akan sulit menemukan standar formulasi dalam memecahkan sebuah masalah.
"Apakah ikhlas itu bisa dwujudkan hanya melalui lisan atau perbuatan, sedang hati tak pernah ada yang mengetahui? Apakah kepercayaan itu memerlukan bukti yang nyata, sedang kita telah banyak belajar tetang dimensi keimanan? Atau jangan-jangan selama ini pengetahuan kita tentang ihsan sering terlupakan karena terlalu banyak laku dan kata yang tidak sejalan?" Bewol melanjutkan pertanyaannya kepada entah.
"Kalau aku berkata tentang sesuatu, itu belum tentu jawaban apalagi kebenaran, karena aku hanya manusia." Kata Gus Welly yang coba mengelabuhi angan-angan Bewol. "Kita terlalu mudah untuk melontarkan prasangka sekalipun dengan landasan keilmuan. Kita terlalu mudah menilai sekalipun data-data yang terpapar belum pasti sanggup menafsirkan kesejatian. Bahkan kita sering tidak sadar jika segala kejadian itu, terlepas dari benar atau salah, selalu mengandung hikmah akan ayat-ayat yang tidak difirmankan. Namun seringkali kita menginginkan pelampiasan dengan mencari kesalahan, sebagai peguat kebenaran pemikiran kita sendiri." Lanjut Gus Welly.
Mereka berdua lantas terdiam, merenungkan segala tanya atau kata-kata yang telah terucap. Sembari mendengarkan nyanyian semesta dalam heningnya malam. Menanti ketidakpastian atas hukuman yang sewajarnya atas apa saja yang telah dilakukan selama ini. Karena sekecil apapun kebaikan ataupun keburukan akan mendapatkan balasan sesuai dengan yang telah dilakukan.
Tak selang berapa lama Rohmat datang. Namun melihat Bewol dan Gus Welly yang hanya diam termangu, Rohmat lantas mengurungkan niat untuk menyapa mereka.
"Apakah yang datang itu hanya sekedar raga atau dengan batinnya? Atau hanya aku yang merasa 'ada', walau semestinya 'tidak ada'?" Bewol melanjutkan pertanyaan-pertanyaannya.
Rohmat yang baru hadir pun langsung ge-er, "kamu kira aku ini Setan apa, Wol!"
"bukankah segala sesuatu itu sebenarnya bukan kamu yang melakukan, tapi Dia-lah yang menggerakkan. Orang-orang kebanyakan hanya melihat dengan mata wadag, sehingga tidak dapat melihat jengkal af'al yang selalu menampilkan skenario terbaiknya karena enggan mengenali dirinya sendiri, bahkan seringkali tidak sadar telah menipu dirinya sendiri." Timpal Gus Welly.
"Kamu juga, Gus! Sebenarnya kalian itu lagi mikirin apa to?" Rohmat tampak kebingungan karena ketidakjelasan kedua temannya.
"Sebenarnya apa yang hendak kamu lakukan dengan terlalu banyak berbicara? Hingga tersisa sedikit waktu kau berikan untukku. Sebenarnya apa yang hendak kamu kamu lakukan dengan terlalu banyak mendengarkan? Hingga tak sadar hal-hal seperti itu telah menjadi kesenangan ketika kalian berkumpul bersama. Apakah itu yang kalian rencanakan dalam jalan pulang untuk menyatu kembali denganku?" Bewol kembali memainkan tanyanya.
"Sebaik dan seserius apapun kamu merencanakan tipu muslihat dan melakukannya hanya demi keuntungan dirimu. Merasa mesra seolah-olah Tuhan selalu membelamu. Sedang disisi lain, Ia adalah sebaik-sebaik perancang segala muslihat sebenar-benarnya."
Rohmat tampak kebingungan dengan berkata, "iya, iya, iyaa... Ya Allah, kami telah mendholimi pada diri kami sendiri, jika tidak engkau ampuni kami dan merahmati kami tentulah kami menjadi orang yang rugi."
"Lhoh, ada kamu to Mat!" Bewol menyapa.
***
30 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H