Permasalahan ada di daya beli yang semakin menurun atau permainan para tengkulak atau distributor dari petani ke pasar-pasar. Saya sendiri memiliki teman di daerah pegunungan dengan rutinitas hariannya selalu berhubungan dengan ladang dan bercocok tanam.
Beliau orangnya sangat baik, jika kemandirian pangan memang sangat dibutuhkan sebagai sebuah tindakan antisipasi, teman saya ini rela memberikan pengetahuan atau mungkin memberikan bibit dengan pupuknya sekaligus. Bahkan, dirinya rela jika sistem barter diberlakukan kembali ketika memang kemampuan beli sudah pada taraf yang akut.
Sekali lagi, Bulan Ramadhan adalah momentum untuk menyiapkan langkah dan menentukan kuda-kuda jika memang kekhawatiran paceklik itu benar-benar akan datang menyapa.Â
Dengan berbekal puasa selama Ramadhan, mungkin saja solusi mudahnya adalah menerapkan laku puasa pada bulan-bulan yang lain tanpa ada ikatan kewajiban.Â
Mungkin saja, laku puasa itu nantinya menjadi sikap menawar mereka yang benar-benar menghamba sehingga Allah merasa tidak tega atas bencana pandemi yang berlarut-larut.
Kita akan segera memasuki ruang yang mungkin akan berbeda dari yang biasa dilakukan. Tingkat menahan diri mungkin akan berada pada level yang tidak seperti biasanya. Kita akan dihadapkan pada situasi yang mungkin hanya akan kita bersamai sekali sepanjang hidup.Â
Daripada banyak energi terbuang hanya untuk mengeluh, pastilah ruang Ramadhan ini akan datang dengan membawa keranjang berkah yang lebih besar dari biasanya khusus untuk tahun ini.
Sebenarnya, hal ini tidak menyengsarakan asalkan kita menerimanya dengan lapang dada, keikhlasan, dan kelembutan. Ini bukan sesuatu yang menghukum, melainkan justru memuliakan.Â
SIlaturrahmi selalu kental dalam bulan penuh keberkahan ini, esok akan terbatasi dan dibatai oleh peraturan angkuh yang ingin mengalahkan ancaman kelembutan Coronavirus.
Secara tidak langsung kepekaan spiritual kita juga meningkat ketika puasa dilakukan. Begitu pula dengan kepekaan sosial terhadap lingkungan di sekitarnya.Â
Seiring bermain-main dalam arena Ramadhan, sanggupkah kita menemukan solusi atas kelembutan yang sedang menyapa. Ataukah justru kita semakin berulah dan menggunakan kekurangan pangan dan ketidakadilan sebagai alasan untuk tidak melaksanakan kewajiban?