Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Hanya Tersisa Kata "Maaf"

5 Maret 2020   16:35 Diperbarui: 5 Maret 2020   16:35 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: lelahbersajak.com

Setelah pertemuan itu, Layla sangat berharap sekali agar Tama berani menyapanya. Sekalipun itu hanya sebuah pesan singkat. Apapun. Layla menunggu agar Tama memberanikan diri atau setidaknya membalas kunjungannya waktu itu. Namun, apa yang Tama tunjukkan sama sekali tak sesuai dengan apa yang diinginkan Layla. Tama sama sekali tak acuh terhadap Layla.

Manusia seperti Tama memang sangat dimengerti. Banyak yang mencoba memberikan perhatian kepadanya, tapi sama sekali Tama enggan untuk menanggapi perhatian-perhatian yang datang kepadanya. Setelah pertemuan itu, Tama merasa perasaannya semakin tak tertahankan.

"Tuhan, adakah cara agar aku bisa memberikan pelukan kepadanya? Tanpa memberikan luka." Tama memohon di dalam doanya. "Bagaimana mungkin kau menumbuhkan rasa seperti ini kepada Layla, jika Engkau sama sekali tak memberikan cara untuk mencintanya dengan tepat." Lanjutnya mencoba untuk menawar perasaannya.

Ya, Tama memang bukan seorang yang mudah untuk bermain-main kepada perasaannya. Sekalipun ia seorang yang pandai dan handal dalam merangkai bualan-bualan yang diejawantahkannya dalam kata-kata. Namun, sekali-kali ia tak pernah mempermainkan hubungannya kepada hamba Tuhan yang lain, terlebih kepada Layla.

Gadis mungil yang selalu memberikan kekuatan kepadanya dalam mengarungi jalan keindahan hidupnya selama ini dengan sakit-sakit yang entah kalau bukan karenanya, akankah Tama akan merasa diselamatkan.

"Maaf, Laa. Jika kau tak siap dengan keindahan luka-luka yang mungkin membuat hatimu tersayat. Jangan datang lagi kepadaku, karena hanya itu kepastian yang bisa aku tawarkan jika kau bersamaku. Oleh karena itu, aku lebih memilih untuk terdiam." Sapa Tama kepada angannya yang datang memberikan kabar tentang kecemasan seorang Layla yang menanti kedatangannya.

Hanya tersisa kata maaf yang selalu Tama pesankan kepada semilir angin yang menyapanya. Hanya tersisa kata maaf karena dirinya enggan untuk memahami keinginannya dan justru memilih menjadi jahat. Sekalipun, apa yang Tama lakukan sebenarnya dilakukan demi waktu yang sudah siap menebaskan pedangnya jika Layla menuju kepadanya. "Maaf Laa, aku hanya tidak ingin kehilangan tawamu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun