"Ini silahkan, minumannya... Ada perlu apa ni kok mendadak datang kesini? Tumben banget."
"Emm, anu... " Layla pun nampak kebingungan menjawabnya sembari matanya melirik ke arah Priska. "Tadi kan abis nganter ke tempat saudaranya, karena lewat jadi mampir deh kesini, gak ganggu kan?" lanjutnya.
"Engga, justru... Duhhhh!!!" kata Priska terpotong akibat cubitan dari Layla. Sebuah kode untuk jangan mengatakan alasan sesungguhnya. "iya, tadi habis dari tempat Budheku di kampung sebelah,"
"Oww, kirain ada yang mau ngasih undangan."
"Ngawur aja kamu, Tam!"
Layla yang datang ingin mempertanyakan maksud dari kata-kata yang dirangkai oleh Tama lewat pesan-pesan yang ditulisnya, tertahan karena ikutnya si Priska. Giliran Layla yang kini terlihat gelisah oleh keingintahuannya tersebut.
Gelagatnya pun terlihat sangat jelas. Tama yang mengetahuinya mencoba untuk tidak memberikan respon. Pasti ada sesuatu yang membuatnya datang kemari. Tama tidak ingin tahu jika Layla sendiri enggan untuk menyampaikan. Bagi Tama, dengan kedatangan ini pun sudah lebih dari cukup.
Tama sedikit mengingat kata-kata dari kawannya ketika pergi ke Gunung Kidul beberapa waktu lalu. Saat itu, Tama dan kawan-kawannya iseng membicarakan tentang cinta. Bagi gerombolan laki-laki membicarakan cinta mungkin terkesan lucu bahkan lebay, kecuali jika membicarakan cinta akan wjud atau bentuk tubuh dari manusia bernama wanita.
Namun, saat itu pembicaraan sedang tidak mengarah kesitu. Akan tetapi, untuk lebih dalam berbicara tentang kendala untuk merajut cinta. Terutama bagi yang belum memiliki istri. Kebetulan saat itu dari mereka, terdapat 3 orang yang sudah menikah. Jadi bisa memberikan sedikit cerita-cerita berbau nasihat tentang percintaan dari pengalaman yang telah dilalui.
Ketika giliran Tama berbicara tentang pengalaman rasa yang telah dilaluinya. Bagaimana ia selalu didatangi oleh angan sekalipun ia telah memohon Tuhan untuk segera menghilangkannya. Atau bagaimana Tama pada akhirnya menyerah dan lebih memilih untuk menerima kedatangan angan itu sekalipun tak pernah ia meminta kedatangan raganya. Lantas, bagaimana pertemuan itu hanya tersambung oleh doa-doa yang selalu coba Tama titipkan lewat semesta ataupun lewat kata-kata yang tak sengaja tertulis.
Angga, salah satu kawan Tama pada waktu itu hanya tersenyum sembari berkata,"kalau itu memang cinta sejati, kamu harus hati-hati Tam. Biasanya yang sejati itu malah jarang ada yang bersatu. Cinta itu tak butuh sejumlah pertemuan atau balasan sapa. Namun, cinta itu akan selalu tumbuh dengan sendirinya."