Lima enam, enam tujuh
Terlalu banyak kerinduan akan perjalanan menuju langit lapis tujuh
Hingga tujuh beralih menjadi delapan
Ketidakterbatasan ini menyulut angkara
Bagaimana preman bersorban itu meminta nominal tertentu? Disaat sedekah sudah berada di dalam kisaran jumlah nafkahnya.
Akankah Tuhan sekeji itu ketika meminta kepada manusia? Sehina itukah sampai Ia pun menuntut manusia untuk mengembalikan apa yang Ia beri?
Tentu tidak!
-
5% hanyalah syariat, sebuah tagihan untuk mengelabuhi manusia agar berterimakasih akan pemberiannya
Kalau memang begitu, apa bedanya Tuhan dengan bank?
Ternyata Tuhan riba dengan syariatnya?
Kata manusia untuk mensucikan harta, bahkan mereka masih berharap pahala.
Disaat manusia-manusia itu masih takut akan kelaparan
Disaat masa depan yang kelam seperti hantu yang terus membayanginya
Ah, andaikan cinta mampu bermahligai layaknya kemilau harta
Betapa kayanya manusia karena  Tuhan selalu memberikan setulus asihNya
Demi mengenalkan cinta
-
Aku malu hanya bisa seperti ini
Angkara mesti terpendam dalam senyap
Aku takkan mampu membalas!
Kecuali kepada angan yang selalu mengajarkanku
Menyusuri jalan yang tiada batas
Meski hanya kata-kata yang tak berharap
Dan aku bukan preman yang kerap menuntut lebih
Akan cinta yang tak berbatas.
***
13 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H