Setiap tanggal 17 di setiap bulannya, apa yang menarik para generasi muda dengan antusiasmenya mendatangi acara Mocopat Syafaat? Sementara acara yang berlangsung dari ba'da isya' sampai minimal pukul 03.00 dinihari? Rasa penasarankah? Kerinduankah? Atau tidak mengetahui alasannya? Dibilang pengajian, tetapi suasananya tidak menampakkah hal tersebut. Dan disebut bukan pengajian, akan tetapi selalu menyertakan Allah dan Rasululllah dalam wirid-wirid maupun shalawatannya.
Tidak ada ikatan tertentu untuk mendatangi acara ini dan boleh pulang kapan saja. Runtutan acara selalu mengalir seiring waktu yang terus bergulir tanpa mengingatkan. Kebahagiaan dan kebersamaan untuk saling mencari ilmu tentang kebenaran selalu menjadi pemandangan yang ajaib disini. Bahkan, di rutinan Mocopat Syafaat sendiri yang terletak cukup jauh dari keriuhan Kota Pelajar, yaitu di TKIT Alhamdulillah, Kasihan, Bantul. Tak pernah menyurutkan semangat para pemuda untuk jauh-jauh menyempatkan diri untuk nimbrung di universitas malam mereka.
Jika diperhatikan, lebih dari 80% jamaah yang hadir mayoritas adalah generasi muda. Siapa yang menarik mereka untuk mendatangi tempat yang jarang sekali terekspos oleh media nasional ini? Karena, godaan untuk bisa mendatangi acara seperti ini sebenarnya tidak mudah, kemalasan selalu menjadi alasan utama, "ngapain? Malem-malem enaknya istirahat."Â
Tapi, sekalinya diajak ngopi di kafe atau nonton konser musik, "ayok-ayok!" Itu baru masalah kenyamanan, belum lagi kalau alam ikut-ikutan menggoda dengan guyuran hujannya, dan dinginnya perjalanan pulang acara dini hari. Atau, bagi yang pagi harinya memiliki jadwal aktivitas, kekrurangan waktu tidur pasti dialami. Sekali lagi, mengapa mereka masih saja datang bahkan berangsur bertambah setiap bulannya?
Jangan sia-siakan waktu belajarmu di Yogyakarta selama bertahun-tahun tanpa sekalipun mencoba berwisata  edukasi malam di Mocopat Syafaat. Lebih saru daripada sarkem yang gitu-gitu aja, paling hanya masalah kepuasan alat kelamin. Sementara di Mocopat Syafaat, hasrat bercinta itu akan mengalami ejakulasi yang lebih memuaskan. Lebih menghibur dari club-club malam karena disini kopi hitam lebih memabukkan dan menemani perjalanan malam menghilangkan keresahan-keresahan yang selalu dipermasalahkan.
Dari mulanya yang membahas tentang perbedaan laju kereta api dengan aliran sungai, hingga pemimpin yang wacananya mulai tidak diberlakukan batas maksimal 2 periode, dipersilahkan. Bahkan konflik di masa Kerajaan Singosari saat Sri Maharaja Kertanegara berseteru dengan pasukan Dinasti Yuan dari Kerajaan Mongolia yang ada sangkut pautnya dengan kondisi saat ini, Dikemas sedemikian rupa agar mampu merekonstruksi cara pandang para jamaah. Semua dipersilahkan untuk memberi tanggapan atau pertanyaan.
Uniknya, banyak dari jamaah yang memiliki pengalaman sudah membawa bekal pertanyaan dari rumah. Namun, belum sempat menanyakan pertanyaan tersebut, jawaban sudah didapatkan dari topik-topik pembahasan. Di samping itu, pertemuan-pertemuan dengan jamaah dari berbagai tempat asal menjadi persinggungan tersendiri. Serasa dipertemukan dengan orang-orang yang mencintai di jalan yang sama (karena Allah) atau sering disebut Al-Mutahabbina Fillah.
Segala identitas yang melekat pada diri sama sekali tidak berlaku di ruang sinau bareng. Semua dapat saling tukar pengetahuan hingga mencapai kesepakatan bersama. Tapi proses untuk dapat melingkar disini sendiri bukan semata-mata karena kehebatan seseorang, karena tak ada satu orang pun yang mampu memberikan rahmat atau hidayah, kecuali Tuhan memperkenakannya. Terdapat istilah Al-Muhtadin, karena mendapatkan hidayah tersebut. Serasa mendapatkan jalan sebagai Al-Muthahharun, orang yang sedang disucikan hingga mendapati Al-Mutahabbina Fillah.
Jangan khawatir, forum majelis ilmu seperti Mocopat Syafaat saat ini sudah semakin meluas di 61 titik di Indonesia dan 2 titik di luar negeri (Eropa dan Korea) yang dikoordinasi oleh masing-masing simpul di daerahnya. Contohnya, Kenduri Cinta (Jakarta), Gambang Syafaat (Semarang), Bangbang Wetan (Surabaya), Juguran Syafaat (Purwokerto), Maneges Qudroh (Magelang), Tong Il Qoryah (Korea), Mafaza (Eropa) dan 56 titik yang lain. Tentu dengan suasana yang otentik dari masing-masing daerah.
Yogyakarta, 18 Desember 2018