"Bagaimana mungkin aku bisa menumpuk hasil dari upaya mengemisku? Sementara bapak-bapak itu selalu mengajariku tentang kesederhanaan hidup, tentang perjuangan yang tak kenal lelah, dan terus bekerja demi orang yang dikasihinya meski dipandang sebelah mata."
"Bukankah setiap manusia sudah ditentukan kadar kekuatannya agar kompatibel dengan ujian yang sedang dihadapi?"
"Sudah pasti, hanya saja pekerjaan mengemisku lebih banyak menghasilkan cinta daripada hasil yang sering mereka sebut uang. Aku selalu meminta dan terus meminta syafaat seakan hanya itu senjata utama yang bisa diandalkan agar selalu bisa berfikir jernih memandang kehidupan yang sesungguhnya penuh cinta dan kemesraan."
"Bukankah kita tidak lebih dari sekedar pengemis syafaat yang saling bertatap muka?" Imbuhnya.
Sudah seharusnya mendung itu menyapa dengan segera, memberikan semilir yang menghempaskan kegerahan yang sedari tadi telah dinikmati. Meski kita tidak pernah memahami, apakah mendung itu datang menyampaikan keberkahan atau kehancuran?