Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sama-sama (Meratapi) Bahagia!

12 November 2019   16:15 Diperbarui: 12 November 2019   18:29 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bahkan, apakah  kita tidak pernah bisa memahami bagaimana rasa (cinta) itu tiba-tiba sanggup tercipta?" Bewol mencoba untuk mendalami sumber dari cinta atau mencintai. "Kita tidak pernah bisa menyamaratakan level cinta antara satu orang dengan yang lain." Lanjut Bewol.

"Wah ini, pasti pengalaman cintamu banyak, Wol, sampai mengetahui level-level cinta, wkwkwk... "

"Bukan begitu, manusia dituntuk untuk beriman, bahkan kalau sanggup mencinta Tuhan. Yang tidak pernah sanggup manusia untuk menatapnya. Komunikasi pun seolah hanya satu arah, disaat Tuhan sudah pasti Maha Mendengar. Dan Tuhan sangat menyukai para hambaNya yang rajin menyapa lewat do'a, sekalipun do'a itu hanya untuk kenikmatan diri hambaNya sendiri. Jika kita sejenak meminjam mata pandang Tuhan dalam memandang cinta. Mungkin kamu bisa sedikit diberi gambaran mengenai kesejatian cinta. Kalau Salah Satu Syaikh menyebutnya ilmu khudluri. Cinta sejati adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan."

"Dan jika kamu bicara bertanya mengenai pengalaman, anggap saja jika aku hanyalah orang yang pandai bermaksiat, hahaha..."

Berjam-jam sudah waktu terlewatkan di siang yang bolong. Membicarakan sesuatu bersama sejawat nampaknya terasa sangat biasa. Namun selalu banyak surat yang tersirat jika kita merefleksikan segala ruang bahkan temu sebagai ruang pengembaraan. Untuk merajut dan menghuungkan titik-titik yang berserakan yang sebelumnya dianggap sebagai sebuah ketidakjelasan, lalu mengubahnya menjadi sebuah bentuk atau pola yang pasti akan sangat bermanfaat jika menemukannya.

"Lalu, kondisi kita seperti ini dianggap sial atau apa menurutmu?" tanya Labib kepada Tiyono.

"Tidak semua sanggup menahan penderitaan seorang diri, terlebih dengan usia yang semakin menua. Semua hanya tentang prasangka. Dan sesunyi apapun jalan yang kau tempuh, sudah pasti ada orang yang mengasihinmu, bukan? Jawab Tiyono.

"Tidak akan pernah ada makna bahagia tanpa derita, begitupun sebaliknya!" sambung Bewol.

"Jadi maksud Tuhan jodoh itu sudah diatur, berarti tidak harus ketemu di kefanaan ini, kan?" Labib mempertanyakan hal ini secara serius kepada Tiyono maupun Bewol.

Baik Bewol maupun Tiyono hanya menjawabnya dengan gelak tawa, tanpa ada kejelasan jawaban diantara keduanya. Antara pasrah atau diam-diam memohon agar mampu merasakan seperti yang lainnya. Antara penyesalan atau berusaha menutupi penderitaan dengan meratapi kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun