Sepertinya kemesraan tidak (semoga belum) terjalin di antara mereka--Pejabat dan rakyat. Lantas bagaimana mereka saling mengenal? Kecuali menganggap rakyat hanya sebagai bos yang mudah dikibuli, peliharaan yang menguntungkan. Hanya dengan amplop recehan, sanggup membawa seseorang ke puncak tangga kemunafikan. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin tersisihkan. Bahkan yang sudah tersisih menjadi gelandanganpun masih diinjak dengan aturan hukum yang mereka buat. Konyol nan menggemaskan!
Jangan memaksa bicara kebenaran jika kenyamanan diri terlihat masih menjadi laku prioritas utama. Bunga yang indah akan segera layu, begitupun dengan kebenaran itu. Kita tidak akan bisa merubah kondisi semacam ini menjadi sebuah patokan, terlebih hukum buatan manusia. Memang asyik. Sangat mengasyikkan! Begitu banyak pembelajaran jika kita bisa menahan sikap. Jangan muluk-muluk dengan perubahan negara, jika bangun pagi saja masih susah, mencari pekerjaan juga masih pilih-pilih (terutama pria). Jika merubah diri sendiri masih sangat sulit, lantas perubahan negara seperti apa yang kau tawarkan?
Megelang, 30 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H