Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Bernilai dan "Numpang Bahagia" di Mocopat Syafaat

20 September 2019   16:04 Diperbarui: 20 September 2019   16:08 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Mus dan Pak Titut

Kemesraan. Mungkin kata yang memang sangat lekat dengan maiyah. Rela datang lebih awal untuk mendapatkan tempat terdepan. Terlebih bagi mereka yang dapat menjaga ritme ketepatan waktunya setiap diadakan rutinan sinau bareng. 

Sudah dapat dipastikan beberapa baris di di depan panggung hampir didominasi oleh wajah-wajah yang selalu sama.Rasa rindu sudah pasti menjadi bekal utama keistiqomahan para JM.

Disisi lain, kemesraan itu nampak ketika mereka saling menyapa dengan saudara-saudara baru yang kebetelulan duduk saling berdekatan sembari menunggu acara dimulai. 

Antara wanita dan pria meskipun tidak ada pemisahan, mereka seolah saling menjaga. Padahal sudah dapat dipastikan mayoritas para pemuda-pemudi JM ini adalah seorang jomblowan/jomblowati. Kemesraan mereka setelah saya amati mungkin sekedar curi-curi pandang.

Benar kalau maiyah, terutama di mocopat syafaat ini dihadiri oleh mayoritas anak muda. Bahkan Mas Ajik Kojjek pun setelah diadakan workshop mengenai nilai mengatakan bahwa jika suasana yang terbentuk seperti ini, dia percaya bahwa masa depan Indonesia akan baik-baik saja, bahkan lebih baik. 

Selain Mas Aijk, workshop tentang nilai itu sendiri dipandu oleh Mas Fauzi, Mas Heri, dan Mas Angga,

Sebelumnya Mas Heri sedikit menguraikan tentang nilai dengan menggunakan istilah price and value. Price merupakan suatu harga yang menggambarkan kecondongan lebih ke sisi materialistik, sedangkan value adalah nilai, yang jatuh lebih sebagai suatu idealisme. 

Dengan beberapa contoh yang telah disampaikan, Mas Fauzi berkata bahwa jujur ketika di atas panggung seperti enak membicarakan tentang nilai, namun realitanya seperti buah simalakama. Dan malam hari ini kita semua akan belajar bernilai.

Semua disini saling belajar bersama mencari kebenaran, waa tawashou bil-haqq. Meskipun kebenaran yang ditemukan pun belum pasti kekal. Karena tergantung pada niat masing-masing dari setiap insan ketika berangkat. 

Apakah ia menyiapkan wadah ilmu yang besar, dengan mengesampingkan niat-niat yang lain. Atau sebaliknya, mengutamakan niat yang lain dan lupa menyiapkan wadah khusus buat ilmu hingga terkadang dijejal-jejalkan di tempat yang lain. Jadi resiko ketlingsut atau hilang sudah menjadi sebuah kewajaran.

Namun, satu kepastian mereka yang diperjalankan hingga dipertemukan di Mocopat Syafaat adalah merasakan kembali pulang. Dipersatukan kempali dengan orang-orang yang mencinta di jalan yang sama atau sering dikenal dengan istilah Al Mutahabbina Fillah. 

Kemesraan yang membawa kami semua mengarungi malam menjelang fajar dengan penuh kegembiraan.

Sedikit merambah malam yang tercerahkan, terlebih setelah dihibur oleh beberapa lagu dari Letto ft Gamelan Gayam 16. Suara-suara khas yang mengisi celah-celah jarak antar nada seperti melengkapi dan menambah keindahan musik. 

Tapi, keindahan itu tak akan berguna sama sekali tanpa adanya kemesraan antar semua pihak yang terlibat.

Foto: Dok. Pribadi
Foto: Dok. Pribadi
Pancamaya Kosha

Mas Sabrang memulai dengan mencoba memaknai kata Kosha, yaitu sebagai suatu bagian atau lapisan dalam tubuh  yang telah dimaknai dari masa pra-islam. 

Kosha sendiri terbagi menjadi 5 bagian, dari annamaya kosha, pranamaya kosha, manomayakosha, vijnanamaya kosha, dan anandamaya kosha. Masing-masing dari bagian itu dijelaskan oleh Mas Sabrang secara detail dengan bonus lagu yang menggambarkan lapisan-lapisan tersebut.

Mungkin disini hanya akan diambil poin pentingnya saja, karena detil penjabarannya bisa sangat luas. Belum pemaknaannya ketika ilmu itu masuk ke dalam akal pikiran kita masing-masing. Sederhananya, annamaya kosha merupakan bagian terluar dari tubuh kita, yang masih bisa kita rasakan menggunakan lima pokok indera kita sebagai manusia.

Di lapisan berikutnya ada pranamaya kosha, merupakan bagian energi di dalam tubuh. Energi ini keluar apabila lapisan pertama terpenuhi kebutuhannya. Energi itu semakin sensitif ketika seseorang sedang puasa. 

Ketika annamaya kosha-nya ditahan, maka pranamaya kosha pun akan keluar. Lalu, ada manomaya kosha, yang merupakan tempat dimana intelektualitas, emosionalitas, dan mentalitas berada. 

Mas Sabrang mencotohkan ketika sedang putus cinta, Walaupun sudah melupakan, tapi tidak bisa benar-berar melupakan dan sudah pasti suatu saat akan teringat kembali. Itulah manomaya kosha.

Dua lapisan terakhir menjadi kepingan pecahan yang lebih lembut. Tapi tak menutup kemungkinan kita bisa sedikit belajar lalu niteni dengan apa yang terjadi dalam keseharian hidup masing-masing. 

Yang keempat vijnanamaya kosha, pada lapisan ini menurut Mas Sabrang sudah tidak membutuhkan konsep baik-buruk, benar-salah, maupun kebutuhan akan motivasi. Orang yang butuh motivasi itu sendiri menurut Mas Sabrang adalah orang yang jalannya masih remang-remang. 

Karena kalau kita memiliki kepercayaan diri terhadap untuk menghadapi apapun, kamu tidak perlu lagi motivasi. "orang yang butuh motivasi berarti dia masih bias atau belum tau jalan hidupnya." kata Mas Sabrang.

Lapisan terakhir anandamaya kosha, inilah lapisan terdalam dan tersuci. Sesuatu yang sifatnya fitrah dan tidak terkontaminasi oleh pengaruh dari luar dalam bentuk apapun. 

Bisa jadi ini adalah ruh yang menjadi hakikat diri manusia. Atau bisa juga ini merupakan penjabaran dari statement jika kamu mengenal Aku, maka kamu akan mengenal Tuhanmu. Karena untuk memahami kita mesti melewati segala tabir serta hijab penglihatan. Dan bukan tak mungkin jalan yang dihadapi akan penuh dengan rasa sakit.

Jika kita pernah membaca buku Kids Zaman Now yang ditulis oleh salah satu marja' maiyah, Syaikh Nursamad Kamba, hal ini sangat erat kaitannya dengan beberapa jalan menuju wihdat al-wujud. 

Di sana kita akan mendapati muhabbah, mukasyafah setelah mempelajari makrifat. Makrifat bahkan disinggung sebagai ad-dien al-makrifat, atau awal mula agama adalah makrifat. 

Oleh karena itu kita butuh syahadat bukan sebagai sesuatu untuk dipercayai sebagai syarat masuk islam. Akan tetapi kita hanya syahadat merupakan sebuah penegasan akan kesaksian diri bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Numpang Bahagia

Malam hari ini ada tamu spesial dari Sudan, Mas Jibril. Dengan nada senyumnya yang asing namun sanggup menularkan kebahagiaan kepada jamaah yang memperhatikannya. 

Mas Jibril pada malam hari itu sangat ingin bertemu dengan ustadz Cak Nun. Tapi mungkin, belum waktunya. Hanya saja Mas Jibril sudah bergembira sudah dipertemukan dengan CN yang lain, alias Cak Noe. "The Son of Cak Nun" katanya.

Mas Jibril sangat terkesan dengan orang-orang Indonesia yang ramah. Bahkan, di negara asalnya, jika wanita menunjukkan senyumannya kepada seorang pria, hal tersebut dianggap menjadi suatu akhlak yang buruk. 

Tetapi, disini banyak wanita memberikan senyum ramahnya kepada Mas Jibril. Tentu hal tersebut sangat mengesankan. Banyak lagi cerita-cerita dari Mas Jibril yang menjadi bagian dari tamu yang tak terduga di Mocopat Syafaat. Tentu semuanya disambut dengan hangat dan penuh kemesraan yang ingin mampir pulang ke rumah.

Mbah Mus dan Pak Titut
Mbah Mus dan Pak Titut
Lalu ada Pak Titut dari Juguran Syafaat yang sanggup membuat Sang Maestro Puisi, Mbah Mus, berefleksikan kegembiraan seperti malam hari ini. Pak Titut dengan keontetisitasnya, dengan ngapaknya ingin sekali mempertahankan hal tersebut karena menurut Pak Titut semakin banyak yang mulai kehilangan dirinya. 

Malu terhadap keasliannya. Dilengkapi dengan puisi "Anomali Absurd" dimana ada satu baris sajak yang begitu melekat "menunggu tidak di ruang tunggu, lha absurd tho?" celoteh Mbah Mus di pusaran sepertiga malam mampu membuat keintiman seperti ini.

DI akhir sesi juga terdapat salah satu jamaah maiyah dari Wonogiri. Seorang ibu-ibu yang sudah mengikuti maiyah kurang lebih dari tahun 2017 dan sudah mengembarai beberapa versi islam sebelum bertemu dengan maiyah. 

Tidak ada kegembiraan sembari mendapatkan pembelajaran seperti di maiyah menurut beliau. "Saya disini cuma numpang bahagia." Kata beliau. Kata-kata numpang bahagia tersebut juga sedikit menghentakkan saya pribadi yang juga sedang dan selalu numpang bahagia dengan sebebas-bebasnya. 

Hanya saja, maukah kita membalas kebahagiaan tersebut sebagai salah satu ungkapan terima kasih? Sanggupkah? Sekalipun Mbah Nun tidak mengharapkan pembalasan apapun.

Sebelum acara ditutup, Mas Sabrang sedikit menyampaikan sebuah pesan jika semua pengetahuan itu berguna, hanya saja kita tidak mengetahui kapan bergunanya. Dan dari semua pengetahuan yang sudah dipelajari tersebut, semua pasti membentuk titik-titik yang pasti berhubungan satu sama lain. 

"Warzuqni fahmaa, pemahaman itu rejeki. Maka dari itu kita juga mesti bisa berdamai dengan ketidaktahuan." Kata Mas Sabrang. Acara pun diakhiri sekitar pukul 03.00 dini hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun