Kita memang sering tidak tahu diri apabila sudah merasa mengetahui, sekalipun itu hanya sedikit. Sering kita menyakiti hati orang lain, tapi menganggap Allah berada di pihakmu. Mengapa kita sering tidak menyapa kepada derita yang datang? Melainkan hanya mengeluh bahkan marah. Bukankah akibat derita yang menyapa kita sering diingatkan akan kesemuan? Terkadang kefakiran pun menjadi sebuah keberuntungan, setidaknya kefakiran itu akan terus mengingatkan kita akan kesejatian.
Begitu pula dengan kepintaran yang malah terlalu banyak digunakan untuk merendahkan bahkan menjatuhkan. Terkadang menjadi bodoh pun ada untungnya, tidak akan merasa bahwa dirinya sedang direndahkan ataupun sedang berusaha dijatuhkan.Â
Dengan merasa pintar kamu akan merasa cukup, namun dengan kebodohan kamu akan berusaha untuk terus mencari ilmu-ilmu yang baru. Ikut bahagia jika karena kebodohan itu, akan mengundang kebahagiaan bersama. Tak peduli dengan pengkotak-kotakan bidang keilmuan yang hanya boleh dipelajari oleh orang-orang khususon.
Jadikanlah ilmu itu yang menuntunmu, jadikanlah ilmu itu suka untuk menyapamu. Meskipun kau hanya akan dianggap sedang dicintai oleh kebodohan. Tapi, bukankah itu hanya prasangka mereka? Kamu lebih takut akan prasangka hamba-Nya atau prasangka Tuhanmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H