Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Ada yang Sia-sia

30 Agustus 2019   16:24 Diperbarui: 30 Agustus 2019   16:27 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada suatu malam di pos ronda, terdapat dua pemuda yang sedang beragumen tentang sesuatu yang mungkin salah satu dari mereka merupakan hal yang sia-sia. Bapak-bapak yang lain suka menjadikan alasan untuk pulang erlebih dahula dengan alasan keluarganya, dan sudah menjadi langganan bahwa dua pemuda ini adalah yang terakhir pulang kerumah.

"Tapi kan makhluk itu diciptakan berpasang-pasangan. Bahkan Kanjeng Nabi pun menyunahkan para ummatnya untuk menikah."

"Begitu juga segala sesuatu itu diciptakan Tuhan tidak ada yang sia-sia. Termasuk senjata utamamu itu biar bermanfaat."

"Memangnya, ketika kamu melihat cewek sexy terus senjatamu berdiri automatically, berarti itu sudah berguna kan? Apa maksudmu jika berdiri terus mesti digunakan? Sekalipun jika dalam kondisi sudah menikah?"

"Bukan begitu maksudku, kita kan juga mesti melanjutkan keturunan. Jadi, besok ketika kita kita meninggal masih ada yang mendoakan."

"Emang sudah ada jaminan, jika kamu menikah terus dikasih anak? Bahkan jika sudah dianugerahi anak cucu, adakah jaminan anak cucumu kelak adalah orang saleh? Apa kamu mencintai istrimu dengan tulus jika tendensimu sudah terlalu jauh?"

Memang berpasang-pasangan. Tapi apakah namanya pasangan itu mesti ketika di dunia? Justru memang harus disunahkan karena memang ini salah satu jurus dan strategi jitu buat mewadahi nafsu para manusia yang sering keblabasan. Bayangkan jika tidak ada perintah resmi atas pernikanan, peradaban seperti apa yang akan tercipta sekarang? Kita aja yang sering berpura-pura mengatasnamakan sunah, disaat nafsu seperti menemukan alat pemuas kebutuhannya.

Begitu juga, atas dasar sebuah pernikahan. Semakin banyak pintu rejeki yang dibukakan. Rejeki disini bukan sabatas pemahaman masyarakat pada umumnya yang mengartikan sebatas materi. Namun dengan kebersamaan, rejeki itu bisa berupa pengetahuan tentang hati. Tentang cinta dan asih kepada orang-orang terdekat tentu akan semakin meluas. Rasa tanggung jawab. Cakrawala pengetahuan tentang lipatan-lipatan dimensi tentang rasa itu sendiri.

Semua akan bermakna sia-sia jika itu tidak sesuai keinginanmu, sekalipun dengan landasan dalil-dalil. Bukan lantas merendahkan status dalil, tapi tidakkah pertama kita mesti melihat ke diri kita sendiri? Seperti, hukum adalah alat yang digunakan untuk mewujudkan keamanan, ketentraman, bahkan keadlian. Dalil pun demikian, merupakan sebuah alat untuk memperbaiki akhlak, mengenal segela cintaNya, dan menuntun keselamatan manusia untuk kembali pulang.

Dan yang ngebet pingin memuaskan diri dan  sangat ingin menikah dengan dalil-dalil yang dipegangnya. Ataupun sebaliknya, yang bertahan dengan status jomblo juga berikrar bahwa jodoh gak akan kemana dengan dalil-dalil yang dipegangnya juga. Sama-sama dalam keadaan pembenaran. Dalil baik berupa firman Allah ataupun Hadits Kanjeng Nabi digunakan sebagai alat untuk menyembuhkan keadannya.

Ketika segala upaya telah dilalkukam dengan mencoba menjangkaunya dengan variasi ilmu yang didapat sepanjang perjalanan dan tidak membuahkan hasil. Akhirnya kita hanya menenangkan diri kita sendiri dengan mencoba mengimani kitab-kitab. Layaknya obat alternatif, untuk menyembuhkan segala duka.

Duka itu pun berlapis-lapis. Mungkin hari ini kita bisa mengatakan sebagai hari yang paling menyakitkan, tapi di masa depan kamu akan mendapatkan pengalaman baru dengan kandungan keperihan yang lebih menyakitkan. Dan akan terus seperti itu.

"Lalu, kamu masih berpendapat jika manusia yang tidak atau belum menikah adalah sesuatu yang mubadzir dan banyak membuang waktu yang sia-sia?"

"Tergantung. Bagaimana cara mereka menikmatinya yang terbungkus manis dalam setiap alasan atau dalil yang dikutip. Emangnya kamu gak pingin menikah?"

 "Tidak ada satupun yang tidak ingin menikah. Bahkan mereka yang melakukan janji-janji tertrentu pun pasti ingin menikah. Atau mungkin hatinya sudah menikah, meskipun secara dhohir tak ada yang mengakui hal tersebut."

Mungkin suatu saat kita akan mengalami atau merasakan, bahwa bahan bakar utama untuk tetap hidup bukanlah makan atau minum, melainkan cinta. Apabila cinta sudah menaungimu, mungkin kamu sudah tidak peduli pada hidup atau mati. Karena mereka hanya sibuk mencinta, tanpa perlu untuk dicinta. Karna kasihnya sudah sangat tak terbatas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun