Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjalanan Menuju "Kekerdilan"

14 Agustus 2019   16:30 Diperbarui: 14 Agustus 2019   16:36 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Twitter @caknundotcom

Bahkan para jamaah yang di ujung lingkar luarpun nampak tetap serius memperhatikan walau hanya dari layar yang disediakan panitia di halaman depan. Situasi ada atau tidaknya Simbah memang masih menjadi pengaruh bagi sebagian besar jamaah. Bulan lalu, ketika Simbah berhalangan hadir karena sedang menemani jamaah di Australia. Situasi di Kasihan bulan lalu nampak sangat lenggang.

Entah kenapa malam ini  Simbah sangat bercerita, atau mungkin saya pribadi yang merasa banyak diceritani pada malam itu. Salah satunya adalah tentang seorang yang mengaku mnereima wahyu dari Tuhan dan ingin Simbah bersedekah sejumlah uang yang tidak sedikit. Atas perintah Tuhan langsung. Simbah kan ya langsung ngiyain, gila po? Tapi mungkin si penyampai wahyu itu lupa jika Simbah seorang pemain teatrikal. 

Hingga menjelang acara digelar, Simbah ditelepon bahwasanya dimintain uang sedekah tadi. Simbah hanya menjawab, "Tenang, jika itu wahyu Allah, pasti ketika saya ada uang itu pasti akan langsung saya kasih." 

Setelah waktu semakin mendekati orang itu telepon Simbah lagi. Jawaban Simbah hanya, "Mas, setau saya jika itu memang wahtu langsung dan itu bentuknya sebuah perintah, pasti Allah menyediakan fasilitas dong. Lha ini fasilitasnya gak ada-ada." "Gleekkkk.. Tuuuuuuttttttt...." agaknya dengan sedikit perasaan kecewa dan emosi si penelopon pun mengakhiri tanpa kata.

Dok. Twitter @caknundotcom
Dok. Twitter @caknundotcom
Menjelang acara selesai Mas Sabrang sedikit mengutarakan pikirannya dimana hidup itu paling lama rata-rata hanya 5 menit. Hal itu terbukti dengan nafas yang selalu kita ambil dalam rentang waktu itu, seolah kita direfresh kembali. Kalau tidak percaya coba dibuktikan, kode Mas Sabrang mulai mengajak memutar otak kembali. 

"Ngopo to ndadak urip?" Sebuah kontempelasi antara hak dan kewajiban yang akhirnya menumbuhkan sikap responsibility atau tanggung jawab untuk melakukan kebaikan kepada seenggaknya kepada seorang yang dicintai. Tanpa cinta mungkin manusia akan nampak seperti bunga yang sudah layu.

                Tak terasa malam berlalu begitu cepat, "Anda hidup di tengah sakit logika, jangan berhenti pada icon statis ataupun simbol karena hidup itu dinamis." Simbah memungkasi acara pada malam itu. Jangan pernah bosan untuk terus mencari ilmu. Karena bosan adalah alat menuju kangen. Pukul 03.15 setelah do'a dipanjatkan, para jamaah pun pulang dengan rapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun