"Ini dari sebelah nemenin Mufid mengerjerjakan suatu maha karya." Jawab Ahmad sambil cengar-cengir.
"Udah 4 hari lho dia membuat itu, dan nampak seperti itu." kata Gus Welly menjelaskan waktu pembuatannya.
"Wow, berarti kita yang belum memahami pekerjaannya." Kata Solikin.
 Memang tampak struktur bentuk yang mirip rak atau lemari itu sedikit butuh waktu yang lebih lama karena imajinasi Mufid yang terlalu tinggi. Sementara Mufid, Sang Seniman ini, hanya tersenyum melihat mereka memprasangkai apa yan sedang dia kerjakan.
"Kalian yang merasa waras, tidak akan mampu memahami jalan pemikiran orang yang sedang gila. Iya kan ,Fid?" tanya Bewol.
"Tapi persepsi kalian tentang makna gila itu perlu digarisbawahi. Apakah gila karena memang kehilangan akal atau sebenarnya kemampuan akal kitalah yang tak sanggup mengikuti jalan pemikirannya." Tambah Rohmat.
"Lha, iki mulai. Aku tak memperhatikan saja!" kata Ahmad.
"Misal, kamu sedang tidak gila atau sedang tidak waras. Ketika kalian ditengah-tengah seperti itu, terus kalian dituntut untuk hijrah. Kemanakah hijrah itu akan menuju?"
"Apakah hijrah sebatas jasadnya saja seperti sebuah mahakarnya yang kalia sebut tadi. Karena kalian hanya melihat pada sesuatu yang nampak. Atau ada yang lebih penting lagi selain hanya 'pada yang nampak' saja? jadi ada 2 poin untuk memahami sebuah mahakarya dari Mufid. Gila dan hijrah." Jelas Rohmat.
"Terakhir,setelah kalian menyampaikan pendapat. Nanti kita dengarkan Mufid tentang sesuatu yang diperbuatnya." Kata Gus Welly menggunakan kekuasaan absolut titah sang kakak kepada adiknya.
Sembari menikmati makan siang, mereka pun kelihatan sedang berkompromi untuk menemukan tantangan dalam memahami 2 kata yang ditugaskan tadi. Tidak ada posisi siapa yang lebih tau atau yang tidak mengetahui, diluar semua memiliki posisi yang sama untuk dapat menyerukan pendapatnya masing-masing.