Bahkan yang katanya negara hukum ini pun sangat tidak berpihak kepada rakyat-rakyat kecil karena mudah saja dikendarai bagi mereka yang memiliki uang. Bahkan idealisme yang sangat sensitif tentang masalah agama pun sudah dicoba demi merenggangkan ikatan persatuan rakyat ini. Tapi sekali lagi, mereka tumbuh dengan sangat sederhana.Kebiasaan berbagi dengan lingkungan sekitar. Budaya saling memaafkan meski tak sedarah. Tenggang rasa dan toleransi yang telah menjadi inti terhadap perbedaan menjadikan mereka selalu bisa menemukan cara untuk bahagia.
Bisa jadi, karena kebiasaan para nenek moyang kita yang suka bertapa masih mendarah daging di setiap darah para turunannya. Tapi pada zaman sekarang, untuk bertapa tidak perlu ke gua untuk mencari ketenangan. Karena kita tengah berada di tengah keriuhan yang entah menuju ke mana.Â
Mereka terbiasa dengan melawan arus atau dengan topo rame (menahan diri dari keramaian)-nya mungkin cukup. Lucunya mereka bukannya sengaja melakukan hal itu, namun lebih ke situasinya yang telah di setting terpojok oleh Sang Pengasih. Akhirnya batas-batas itu mau tak mau mesti mereka tabrak. Toh, tak mungkin juga Tuhan memberikan ujian diluar kapasitas kita.
Tapi, berawal dari hal itu. Kini mereka sanggup bertahan di tiap lapis keadaan yang mungkin akan memalingkan dirinya. Hanya saja, ini seperti siklus di lingkungan antar tetangga setelah mengamati beberapa generasi di lingkungan terdekat. Barang siapa umuk (sombong), sudah pasti akan ambruk (jatuh) pada waktunya. Tapi lambat laun, mereka bangun dengan dasar keprihatinannya. Salah satu wujud nyatanya adalah, mereka membiarkan orang lain mencari kehidupan di ladang mereka. Meskipun mereka sendiri hidup dengan apa adanya.
Tanpa adanya bashirah untuk menguak potensi ilmu mengenal diri, tak mungkin mereka atau kita mampu bertahan seperti ini. Kecuali sudah terpecah belah. Kebiasaan budaya ngaji bareng, sholawatan, halal bi halal, bahkan yasin dan tahlil menjadi senjata yang sangat ampuh untuk merdeka, setidaknya atas dirinya sendiri.Â
"Jadi, mungkin potensi negeri ini adalah keprihatinan. Makanya, kalaupun terjadi krisis moneter global. Mereka akan belajar cara berprihatin karena kita tetap baik-baik saja." Dan mau tak mau kita mesti memngamalkannya karena terpojok dan sengaja dipojokkan olehNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H