Bel sudah berbunyi, sebuah sinyal akan waktu bekerja telah usai. Sudah menjadi kebiasaan jika berangkat on time, pulang pun juga demikian. Namun demikian, pulang kali ini terasa sedikit berbeda dari biasanya. Perjalanan yang harusnya hanya butuh untuk sampai kerumah, kali ini butuh waktu setidaknya 8 kali lebih lama.
Kurang istirahat bukan menjadi sebuah alasan untuk menempuh perjalanan ini. Pulang karena rindu sebuah sapaan atau jawaban ketika sampai kerumah. Atau senyuman yang begitu merekah terpampang mengusap rindu, meski tak seutuhnya. Jika tak utuh pun juga tak begitu menjadi sebuah masalah. Karena yang terpenting sudah dipertemukan dengan saudara-saudara yang jauh.
Pertemuan itu sendiri tak bisa dipisahkan dari silaturrahmi. Silaturrahmi mengandung makna salah satunya adalah sebuah hubungan atas dasar saling mengasihi. Oleh karena itu, seruan untuk terus menyambung tali silaturahmi ini menjadi sesuatu yang utama dari ibadah muamalah. Bahkan, siapa yang acuh terhadap suatu hubungan tersebut, atau sampai memutus tali silaturahmi, memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupannya. Semua mengalami proses silaturahmi ini dengan banyak dimensi yang berbeda-beda. Dan pastinya, semua memiliki pengalaman makna yang terus terlahir tentang hubungan ini.
Beruntung bagi saya, pada kesempatan kali ini saya dipertemukan dengan orang-orang hebat yang dipertemukan karena mencintai di jalan yang sama. Hingga akhirnya, salah satu agenda pertemuan kali ini adalah saling menceritakan kebahagiaan maupun kendala untuk yang terjadi di lingkungannya masing-masing.Â
Kita tidak mencari 'yang benar' dalam menyelesaikan masalah, karena konsep tentang benar itu sendiri adalah sesuatu yang terus lahir. Benar di lingkungan A, tapi belum tentu benar di lingkungan B. Bahkan, apa yang menjadi belum tepat pun, tidak lantas kita sangka sesuatu yang buruk. Karena itu adalah suatu proses pembelajaran dalam pengembaraan mencari kebahagiaan bersama.
Berangkat dari prinsip 'sinau bareng' yang mungkin tanpa harus dijelaskan sudah terpatri dalam masing-masing saudara yang hadir lebih menciptakan suasana yang dirindukan. Apalagi sampai ada kesempatan untuk saling bermuwajjah menurutku adalah sesuatu yang mesti diperjuangkan. Seringkali muwajjah itu sendiri terasa sangat berat apabila dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Dari rasa lelah, jarak, waktu, atau bahkan kecocokan karakter pun sering sudah diprasangkai menjadi sesuatu yang menjadikan suasana yang tidak nyaman sebelum pertemuan. Hingga mulai banyak segala rencana-rencana pertemuan pada akhirnya hanya sebatas wacana.
Banyak ilmu dan cerita yang tersirat. Apabila kita secara tepat dapat memaknainya, bukan tidak mungkin itu semua adalah sebuah hikmah. Salah satunya adalah ketika kita melakukan shalat berjamaah. Untuk menjadi imam shalat saja, membutuhkan waktu yang tak sedikit. Untuk menjadi seorang pemimpin, semua merasa tidak memiliki kapasitas yang cukup. Hingga mau tidak mau, siapa yang datang masjid terakhir, dialah yang dimandati menjadi seorang imam.
Begitu selesai sembahyang, rupa-rupanya ada sesuatu yang janggal di setiap makmum. Bagaimana tidak? Shalat maghrib yang harusnya pembacaan Al-Fatihah dan surat pendeknya dibaca dengan keras di dua rakaat pertama. Namun, khusus kali ini imamnya sedikit memberikan ujian kekhusyukan kepada para makmumnya. Atau bisa jadi, ini adalah sebuah strategi buat imam tersebut agar nantinya tidak dipilih menjadi imam lagi.
"Lur, bukannya fatihahnya harus disuarakan ya?" tanya X.
"Kan saya sudah bilang saya gak bisa." Jawab Sang Imam.
"Lha, tadi kamu gak denger po dia baca Al-Baqarah di rakaat pertama. Terus di rakaat kedia dia baca surat An-Naml." Sahut si Y mencoba menjelaskan kepada si X.
"Iya, aku aja denger koq. Karena begitu cepatnya dia melafadzkan ayat itu, maka suaranya jadi terkesan lirih. Tadi aja aku bilang 'amiin' ketika dia selesai baca Fatihah." Terang si Z.
Imam pun menjadi salah tingkah. Namun, dengan wajah lugunya ia berkata, "aku kan mung menguji kekhusyukan kalian."
Karena sedari tadi hanya workshop-workshop yang dibahas sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan skill pada bidang tertentu.
"Jangan-jangan dulu pas kamu kecil, ketika ada workshop Al-Fatihah pasti bolos, yaa?"
Sepenggal obrolan itu menjadi suatu kesan tersendiri bagi saya sendiri terutama karena mampu membawa suasana tawa yang tak henti. Di saat, tawa sendiri menjadi sesuatu yang sulit keluar dari para pemikir ini. Bahwa apa yang dapat diambil adalah kesalahan tidak harus selalu dihadapi dengan ilmu-ilmu yang tambah mempertegas kesalahan itu. Akan tetapi, kita bisa membungkusnya dengan kebahagiaan yang tidak menimbulkan kesan semakin menjatuhkan, hanya sedikit rasa malu saja. Mungkin.
Menjelang malam, sebelum acara rutinan di daerah tersebut dimulai. Kami diajak berendam air panas. Dan kehangatan tersebut ternyata mampu membuat sedikit perbedaan untuk kembali mengarungi malam Negeri Khayangan yang dingin ini. Entah berapa cangkir kopi yang habis dalam jangka waktu 2 hari menuju hari ketiga ini.
1 jam sekiranya menjadi waktu yang tersisa menjelang waktu shubuh untuk sejenak beristirahat, sebelum perjalanan kami lanjutkan menuju kaki Gunung untuk menikmati matahari menampakkan dirinya menyapa semesta. Setiap akhir dari perjalanan ini adalah awal kelahiran untuk menerapkan kebermanfaatan bagi lingkungannya. Pokoknya, jangan sampai bolos workshop!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H