Kenapa hujan tak kunjung reda setelah seharian ini? Ada apa gerangan? Apakah karena sedang banyak orang yang merindu? Sehingga hujan terlihat sangat setia menemani agar suasana nampak semakin sendu. Dengan gemercik airnya bak mewakili tetesan ratapan hati yang mengendap di lubuk hati. Walaupun secara ilmu meteorologi dan klimatologi, ada sebab hujan seperti itu bisa terjadi. Pawang hujan pun seperti sudah pensiun semua seolah terkubur oleh zaman modernitas. Terserah kalian mau memaknai hujan ini seperti apa, yang pasti jangan sekali-kali meremehkan pertanda alam. Karena itu merupakan bahasa komunikasi Tuhan kepada kita untuk lebih bermesraan, menurutku.
Jadi, seluruh jamaah yang bersedia datang ke Mocopat Syafaat pada malam ini terlihat seperti para pejuang. Menerjang hujan yang mengguyur, menahan dingin yang menusuk tulang, bahkan rela untuk duduk rapi di atas tanah yang tergenang air, seolah tak peduli lagi akan fungsi celana dalam yang menurun apabila dipakai dalam keadaan basah. Walaupun waktu telah menunjukkan pukul 21.00,halaman TKIT masih terlihat sangat lengang. Di sini mereka rela menunggu dengan keadaan hujan deras dan basah. Apalagi hanya untuk menunggu jodoh, bersabar ketika pasangan sedang marah, ataupun kejernihan berpikir disaat menahan tekanan dari luar. Kasih sayang Sang Maha Mencinta seolah bermanifestasi dalam sosok-sosok jamaah yang setia pada malam itu.
Setelah pembacaan surat Al-A'raf, Mas Helmi, Pak Munir, bersama dengan Wakijo lan Sedulur mulai mengisi panggung yang sedari tadi nampak sangat lengang. Mas Helmi mulai menceritakan tentang musibah banjir yang melanda saudara-saudara kita yang berada di Ngawi dan sekitarnya beberapa waktu yang lalu. Menjelaskan sedikit tentang posisi dan peran maiyah terhadap segala bentuk bencana yang kerap terjadi. Kemudian, Mas Islamiyanto menjelaskan juga tentang sebuah pelajaran yang dulu sering disampaikan oleh simbah-simbah kita yang kini mulai memudar. Lewat senandungnya, Mas Islamiyanto menyampaikan sebuah pesan jika kita lebih baik menjadi orang baik daripada menjadi orang pintar, atau syukur bisa menjadi orang yang baik sekaligus pintar.
Pak Munir dengan segala basic keilmuannya tentang perdagangan menyampaikan pula beberapa poin yang mesti diperhatikan kembali oleh jamaah maiyah. Pak Munir menyampaikan bahwa kekayaan itu adalah suatu aset titipan. Konsep miskin seperti memiliki sepuluh tapi hanya mengambil satu, sedangkan fakir punya satu, tapi menginginkan sepuluh. Jadi, Â miskin atau fakir itu memiliki perbedaan bukan pada sisi materi, namun lebih mengarah pada perilaku atau mental.Â
Dari hal ini, kita mungkin diarahkan untuk berfikir, kenapa dahulu Kanjeng Nabi lebih memilih untuk hidup miskin? Disaat beliau diberi kesempatan oleh Allah untuk menjadi Nabi terkaya. Banyak akhlak yang mungkin lebih bisa dan lebih mudah untuk dicontohkan, mengingat kebanyakan umat Nabi juga orang-orang yang tidak punya. Profesi Kanjeng Nabi sebagai seorang pedagang menjadikan banyak ilmu yang diambil oleh Pak Munir. Salah satunya Pak Munir juga menyampaikan bahwa inti orang berdagang adalah sikap profesionalitas sebagai segala ejawantah cinta.
Malam ini, personil Kiai Kanjeng nampak tidak komplit dikarenakan sedikit ada kemesraan dengan alam di beberapa rumah tinggal personil Kiai Kanjeng yang menjadi kendala untuk datang ke Mocopat Syafaat malam ini. Begitu pula dengan Pak Muzzamil yang kedatangan tamu tak terduga dengan jaraknya yang menurut Mas Helmi sebagai pewarta pesan mungkin sudah sangat dekat.Â
Terlebih bagi Mbah Mus, salah satu artis yang selalu memberi warna dengan puisi-puisi indahnya. Tampaknya juga berhalangan hadir pada malam ini. "Di tanah yang kering saja susah untuk beliau berjalan, terlebih di tanah yang becek." sambung Mas Helmi mengungkapkan kerinduannya kepada Mbah Mus yang mesti terpendam pada kesempatan malam ini. Kita hanya perlu memaknai hujan ini sebagai hujan pengalaman dalam perjalanan malam ini.
Lagu shalawatan dibawakan dengan nusansa yang berbeda oleh Wakijo lan Sedulur. Grup musik dari Semarang ini juga sering menjadi tamu di beberapa simpul maiyah di berbagai daerah. Walaupun semua lagu shalawat dibawakan dengan nusansa yang berbeda, namun hal tersebut tak mengurangi sedikitpun makna dari shalawat. Apalagi kolaborasinya dengan hujan yang enggan untuk mengurangi intensitas curah airnya, membentuk suasana dan hikmat tersendiri yang mungkin hanya pada kesempatan ini kita mendapatkan kemesraan seperti ini.
Beberapa jamaah diberikan kesempatan untuk bertanya, yang dibarengi dengan naiknya Mas Sabrang ke atas panggung. Langsung saja, Mas Sabrang diaturi untuk menjawab langsung pertanyaan dua jamaah pertama. Yang pertama lebih fokus ke kafir, yang menurut Mas Sabrang kafir sendiri adalah menutupi kebenaran akan sesuatu. Namun, sepertinya jawaban pertanyaan ini menjadikan jamaah penanya lebih memberanikan untuk membuka diri untuk menceritakan permasalahan pribadi yang sedang dialami rumah tangganya.Â
Begitupun dengan jamaah kedua, yang menanyakan tentang bagaimana mengatasi kritik yang mengalami dirinya. Mas Sabrang menanggapinya dengan beragumen bahwa kritik sendiri memiliki potensi membangun kalau memang itu fakta dan mengandung kebaikan. Apabila diluar fakta dan kebaikan, kritik tak lebih hanya sekedar nyinyir-nyinyiran orang yang terlalu perhatian kepada apa yang sedang kita alami.
Mas Sabrang terlihat sabar menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang terus dikejar oleh dua jamaah pertama tadi. Mas Sabrang kemudian menyimpulkan jika segala sesuatu yang terjadi adalah pengalaman yang suatu saat menjadi ilmu untuk membereskan suatu permasalahan. Jadikan pengalaman sebagai manifestasi ilmu dan pengalaman buruk memiliki potensi lebih dibandingkan dengan pengalaman baik.Â