Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seni Mencontek

29 Desember 2018   09:38 Diperbarui: 29 Desember 2018   10:05 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semasa kanak-kanak, prioritas utama kita adalah belajar akademis. Hari demi hari kita habiskan waktu di sekolah. Sehingga, betapa kita merasa bahagianya ketika ada hari libur tiba. Walau hanya sehari, atau setidaknya dapat pulang lebih awal dari jam biasanya sudah membuat kesenangan tersendiri. Dengan catatan, tidak dibebani dengan tugas-tugas pengganti yang seharusnya digunakan sebagai waktu pembelajaran.

Sadar atau tidak sadar, sebenarnya kita merasa jenuh ketika seluruh hari demi hari dihabiskan untuk belajar akademik terus-menerus. Suatu hal yang wajar jika teman-teman yang merasa pintar pada waktu itu lebih memilih untuk bermain playstation daripada mengikuti pembelajaran. 

Dalam koridor dan sudut pandang tertentu, mereka yang lebih dikenal dengan 'tukang mbolos', merupakan suatu kebiasaan yang tidak patut ditiru. Akan tetapi, manarik untuk diperhatikan.

Anak-anak yang tidak mengikuti waktu pembelajaran seperti banyaknya waktu pembelajaran yang dilahap oleh anak yang rajin tidak menjadi jaminan bahwa mereka pasti berada di peringkat juru kunci di dalam kelas. Mereka secara ajaib dapat mengungguli temannya yang notabene lebih rajin dalam mengikuti proses pembelajaran. 

Hanya anak bejo yang dapat mengungguli nilai akademik orang yang dianggap paling pintar di dalam kelas. Tentu semua teman-teman sudah pernah mengalaminya, bahkan merasakan kejadian seperti itu sendiri.

Mencontek adalah suatu cara yang digunakan oleh mayoritas pelajar untuk mengakali nilai. Dalam aturan ujian akademik, hal itu tentu saja dilarang. Akan tetapi, mayoritas pelajar di negeri kita ini pandai menggunakan akal mereka, apalagi kalau keadaan sudah kepepet.  

Mereka tahu jika sistem pendidikan di negeri kita ini prioritas utamnya adalah nilai akademik, bukan akhlak yang baik. Tolak ukur keberhasilan pendidikan kita adalah angka, bukan perilaku mereka dalam bersosial.

Jadi seketat apapun pengawasan dalam ujian, kalau ada celah sedikit, why not? This is a chance. Gadget, sepotong kertas kecil yang sering kita sebut 'kepekan', ataupun dengan kode bahasa tubuh tertentu (yang lucu, unik, dan butuh kecerdikan) yang dirancang sedemikian rupa sebagai sebuah strategi untuk salng berbagi jawaban yang benar, tanpa memperdulikan aturan yang dibuat oleh para birokrat di sekolah. 

Seakan-akan para birokrat itu melebihi Tuhan dengan mengeluarkan statement jika mencontek adalah perbuatan dosa. Dan, kita harus jujur dengan mengerjakan ujian sendiri.

Dalam benak para siswa itu pun nggrundel dengan berkata bahwa, ya dikerjakan sendiri, masa bapak ibu saya yang mengerjakan, saya pun jujur berusaha memberi tahu jawaban yang benar kepada teman saya, tidak mungkin menjerumuskan teman saya dengan jawaban  yang salah.  

Walaupun kalau saya ketahuan akan saya tanggung resiko yang terjadi demi teman-teman yang tidak tahu. Ujian bukan hanya proses mendapatkan nilai yang terbaik. Di balik itu, terdapat ujian kebersamaan dan kesetiakawanan antara yang tahu dan tidak tahu mengenai jawaban tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun