Mohon tunggu...
Nahl Mumtaza
Nahl Mumtaza Mohon Tunggu... -

Teguh pendirian

Selanjutnya

Tutup

Money

Takad Menuju Era Mekanisasi Tebu

6 Juli 2015   07:58 Diperbarui: 6 Juli 2015   08:04 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harga pokok produksi (HPP) gula  ditingkat petani pada saat 

ini seperti telah kita ketahui 

secara bersama kurang lebih Rp 8.500,-/kg, 

sedang produsen gula dunia  Rp 5.500,- 

bahkan dibeberapa negara sudah tembus

 dibawah Rp 5.000,-. 

Rendahnya HPP gula ini disinyalir disebabkan oleh 

semakin berkurangnya tenaga kerja 

yang mau bekerja dikebun tebu, hal ini menyebabkan 

banyak pekerjaan dikebun tebu 

yang mengalami keterlambatan, tetapi mutu

 pekerjaannya jauh dari standar yang dibutuhkan 

oleh tanaman tebu, sehingga produktivitas rendah, 

baik ton tebu/ha maupun pencapaian 

Rendemen tebunya. Di satu sisi kenaikan upah 

UMR yang terus menerus juga memicu 

kenaikan upah tenaga kerja di kebun tebu yang 

berakibat biaya produksi ditingkat petani 

juga semakin tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut di atas, 

maka mekanisasi untuk kebun tebu rakyat 

sudah tidak bisa ditawar lagi.Namun dalam pelaksanaan mekanisasi 

khususnya di Jawa

 agar lebih efisien, disyaratkan adanya 

lahan hamparan yang cukup luas, sedang 

kepemilikan petani 

rata rata hanya 0,3 -0,5 ha, 

sehingga diperlukan langkah untuk regrouping areal 

petani menjadi 

minimal luasan 10 ha/ kebun tebu. 

Mengajak petani melakukan regrouping areal tentu tidak mudah 

karena petani sudah terbiasa dengan 

pola kooperatif, sehingga pada saat awal ini sangat 

diperlukan  stimulan agar 

petani mau melakukan regrouping areal.

 

Desa Ngingas Rembyong, Kec. Sooko Kab. Mojokerto 

memiliki potensi 

lahan seluas 60Ha yang terdapat dalam

 satu lokasi hamparan. Untuk itu Pabrik Gula Gempolkrep 

selaku 

pembina petani tebu 

setempat telah bertekad meraih poteni tersebut dengan 

meregrouping 

lahan milik petani dan desa 

yang dibagi menjadi beberapa bagiann kepemilikan. 

Salah satu stimulan 

untuk merangsang minat petani 

adalah dengan dibuatkannya saluuran pembuangan air 

dalam kebu (patusan) sejauh 2.000 meter 

dengan kedalaman minimal 1 meter yang telah 

direalisasikan 

pada bulan Juni 2015 melalui 

program coorporate social responsibility (CSR) 

PKBL PT Perkebuannan Nusantara X. 

Lurah setempat mengapresiasi langkah pabrik gula 

dan mendorong minat petani lokal untuk 

mau melaksanakan mekanisasi diawali dengan regrouping

 lahan menjadi lahan hamparan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun