Tahu ga kalau salah satu kemiskinan itu dapat terjadi karena beberapa faktor seperti faktor pribadi yang berasal dari dalam individu sendiri. Dimana faktor tersebut seperti penyakit fisik, penyakit mental, kecelakaan, buta huruf, kemalasan, pemborosan, dan demoralisasi. Salah satunya adalah pada Pendidikan merupakan salah satu faktor terjadinya kemiskinan. Kemiskinan ini dapat berupa seseorang yang tidak bisa mendapatkan pendidikan umum sehingga tidak mengetahui ilmu pengetahuan yang luas. Salah satunya adalah seseorang yang tidak dapat membaca ataupun tidak dapat menulis.
Pendidikan salah satu faktor dari kemiskinan
Makanya penipuan sering terjadi dan di alami masyarakat desa yang masih awam atau pun kurang luas wawasannya. Sehingga mereka tertindas dan mengalami kerugian yang teebilang cukup banyak. Pemerintah terus mengupayakan untuk memberantas kemiskinan hingga ke pelosok, namun ini butuh dukungan dari dari pemerintah daerah dan masyarakat sekitar.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) ada 15 provinsi di Indonesia, yanh daftar kemiskinan karena tingkat kemikskinan diatas 10%. Salah satunya dua dari  provinsi Sumatera ini memiliki ti gkat kemiskinan yang sangat tinggi periode Maret-September 2022. Di Pesisir Serdang Bedagai, Sumatera Utara, kemiskinan adalah kondisi umum di kawasan perkampungan nelayan ini dan di anggap wajar. Pendidikan yang layak sulit diakses, sehingga Anak-anak banyak yang putus sekolah. Pendidikan hanya untuk si kaya saja. Mirisnya Masyarakat setempat punya semboyan konyol, "Kerja tak kerja, asal hidup enak." Situasi ini membuat Rusmawati tergerak hati nya. Aktivis Hapsari, LSM yang fokus pada pemberdayaan perempuan, ini merasa harus berbuat sesuatu. Rusmawati ingin mengubah kehidupan masyarakat pesisir menjadi lebih baik.
Langkah awal untuk memulainya, Rusmawati  mendirikan Sanggar Belajar Anak.
Perempuan kelahiran Desa Bingkat, 2 Februari 1976, tentu saja Rusmawati tidak sendiri dia didukung oleh rekan-rekannya yang tergabung dalam Serikat Petani Pesisir dan Nelayan (SPPN).
Sejak berdiri hingga sekarang, pendanaan SBA (honorarium guru dan operasional sehari-hari) berasal dari kucuran dana Hapsari, organisasi induk SPPN, SPP murid yang besarnya bervariasi dari Rp. 8.000-10.000 ribu per bulan, dan bantuan dari lembaga asing."Ibu-ibu wali murid juga dilatih berorganisasi dan berdiskusi yang menyangkut persoalan perempuan, ekonomi, sosial, dan budaya setempat," kata Rusmawati. Tak hanya berdiskusi, mereka juga berkelompok mengelola pinjaman lunak. Dalam empat tahun terakhir, ada 40 ibu rumah tangga mendapatkan pinjaman Rp 1 juta per orang yang digunakan untuk beternak ayam dan bebek, berkebun sayur di rumah, membuat ikan asin peternak pun tersenyum.
Kontribusi Rusmawati ini sangat berpengaruh besar bagi masyarakat Serdang Bedagai desa nelayan ini. Tidak hanya berfokus pada pendidikan saja, Rusmawati juga terlibat dalam kegiatan konservasi pesisir, khususnya pada penanaman pohon bakau. Ini adalah bagian dari program "Rehabilitasi Pengelolaan Hutan Bakau Berbasis Masyarakat" yang bekerja sama dengan pemerintahan Desa Bogak Besar dan melibatkan seluruh komunitas setempat. Hingga tahun 2008, dan sudah lebih dari 6.000 bibit pohon bakau ditanam di pesisir pantai.
Patut menjadi teladan, Rusmawati dan suaminya menjalankan usaha pembuatan batu bata dan hasil dari keuntungan usaha tersebut, untuk pendanaan Sanggar Belajar Anak juga kegiatan lainnya. Rusmawati mendapatkan banyak kendala dan kesulitan dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Belum lagi tidak ada dukungan daei Pemerintah daerah terhadap pendidikan di wilayan Serdang Bedagai. Tentu saja kesulitan ini tidak membuat surut semangat perjuangannya, dan dia pun mendapatkan bantuan dari lembaga asing. Bantuan dana berlangsung sejak tahun 2007 hingga 2011, ini semua berkat kekompakannya dan kerjasama nya dengan rekan-rekannya di LSM SPPN.Â