Mohon tunggu...
Tati Herawati
Tati Herawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - All iz well

Tulisan Ringan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PARINDRA: Partai Kooperatif Pada Masa Pergerakan Nasional Yang Hampir Terlupakan

12 Juni 2022   06:17 Diperbarui: 12 Juni 2022   06:30 2373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image sc: docplayer.info

Latar Belakang lahirnya Parindra

Parindra didirikan pada kongres bersama antar organisasi tanggal 24-26 Desember 1935 oleh dr.Sutomo dan tokoh-tokoh nasionalis moderat Indonesia. Titik awal berdirinya Partai Indonesia Raya adalah ketika terjadinya fusi diantara Budi Utomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Fusi tersebut diadakan dalam kongres Budi Utomo pada tahun 1931 yang mana dalam kongres tersebut berisi perintah kepada pengurus besar untuk berusaha mempersatukan perkumpulan-perkumpulan yang sama-sama berdasarkan kebangsaan Indonesia. Pada masa tersebut visi misi Budi Utomo dianggap sudah tidak sejaalan lagi dengan perkembangan zaman. Diantara keputusan penting lain hasil dari kongres tersebut adalah seperti yang tertulis dalam tulisan Yulian berikut:

"Budi Utomo mengadakan perubahan anggaran dasar mengenai keanggotaaan dalam kongres tahun 1931. Budi Utomo terbuka untuk semua bangsa Indonesia tidak terbatas lagi pada Jawa dan Madura. Budi Utomo terbuka untuk semua orang tidak memandang asalanya dari mana, ini menunjukkan evolusi dari Budi Utomo yang semula kedaerahan Jawa dan Madura meningkat kepada persatuan bangsa Indonesia. Cita-cita Cipto Mangunkusumo untuk mengubah dasar keanggotaan Budi Utomo pada September 1909 yang ditolak pengurus besar Budi Utomo baru terealisasikan setelah 22 tahun kemudian" (Moh Yulian Al Adha, Sumarno, 2013)

Parindra adalah sebuah partai yang keberadaannya diakui dan diperbolehkan oleh Belanda yang dinilai oleh Belanda seabgai partai nnasional moderat yang bersifat lunak. Terjadi demikian dikarenakan Belanda mengenal salah satu pimpinannya yakni dr. Soetomo. Dr Soetomo yang pernah bersekolah di Belanda dapat dikenali jati dirinya oleh pemerintah Belanda bahwa dia merupakan orang intelektual yang tidak mempunyai jiwa untuk mengadakan kekerasan atau pemberontakan. Ia pasti dinilai oleh Belanda sebagai seorang humanis yang hanya ingin menolong rakyat sebangsanya yang masih hidup dalam kesengsaraan dengan keahliannya sebagai dokter medis (Kecik, 2009). Pada sekitar tahun 1930-an Indonesia mengalami masa yang sangat krisis sehingga kesejahteraan bangsa Indonesia sangat menurun drastis (Ricklefs). Pada masa tersebut pula Belanda baanyak menyimpan ketakutan akan timbulnya perlawanan dari bangsa jajahannya.

Parindra didirikan dengan tujuannya adalah kemerdekaan, yang pada akhirnya dengan lewat kerja sama dengan Belanda (kooperatif). Soetomo pada masa itu menjadi ketuanya (S, 2005). M. H. Thamrin serta tokoh lainnya turut bergabung. Partai ini pada dasarnya dalam tulisan Ricklefs merupakan organisasi kaum konservatif yang bersifat sekuler atau anti-Islam, dan bbahkan para pemimpinnya banyak mengambil model dari Jepang.

Kiprah

Parindra bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, dan ekonomi. Dalam bidang tersebut Parindra terutama melanjutkan pekerjaan baik yang telah dimulai oleh Boedi Oetomo dan khususnya oleh PBI di Surabaya, dimana klinik, koperasi, sekolah dan Bank Nasional telah didirikan. Roekoen Tani, koperasi tani dan asosiasi pendidikan pertanian, juga berkembang di bawah Parindra (Abeyasekere, 2011). Pada tahun 1937, Parindra mempunyai anggota lebih dari 4.600 orang. Anggotanya bertambah banyak pada tahun 1939 dapat terhitung mencapai 11.250 orang yang notabene berasal dari Jawa Timur. Pada bulan Mei di tahun 1941, anggota partai ini mencapai 19.500 orang. Banyaknya anggota tersebut adalah termasuk dari beberapa cabang Parindra yang menyebar di Indonesia.

 Diantara cabang-cabangnya adalah

  • Daerah Pasuruan
  • Probolinggo, Pasuruan, Bangil, Sukerejo, Malang, dan Lumajang. Diketuai oleh Tuan Sujono.
  • Daerah Kediri
  • Kediri, Pare, Tulungagung dan Bangil. Daerah komisaris tuan Kasran
  • Daerah Madiun
  • Madiun, Magetan, Ponorogo. Daerah Komisaris tuan Suraji di Madiun
  • Daerah Surakarta
  • Solo, Sragen, Klaten, dan Pacitan. Daerah komisaris tuan Sutejo di solo
  • Daerah Semarang
  • Semarang, Salatiga, Kudus, Pati, dan Tegal. Daerah komisasiris tuan Sudewo Notoamijoyo di Semarang
  • Daerah Mataram
  • Yogyakarta, Purworejo, Cilacap, Kutoarjo dan Magelang. Daerah komisaris tuan Sumardi di Yogyakarta
  • Daerah Jakarta
  • Betawi dan Bogor. Daerah komisaris terserah pada putusan dari dua cabang
  • Daerah Priangan
  • Bandung, Tasikmalaya. Daerah komisaris tuan Sutarjo di Tasikmalaya
  • Daerah Banjarmasin
  • Banjarmasin, Balikpapan dan sekitarnya. Daerah komisaris tuan Merah Johansyah di Banjarmasin. (Parindra)

Mengenai cabang baru, Parindra membuat ketentuan jika ingin mendirikan cabang yang baru maka lebih dahulu harus ada anggota tersiar banyaknya 20 orang. Mereka harus menjadi anggota tersiar dahulu selama beberapa bulan dengan syarat-syarat tertentu, baru setelah syarat-syarat terpenuhi, cabang baru boleh didirikan.

Inti dari Parindra paling sedikit pada massa awal, adalah aliansi antara pengikut Soetomo di Surabaya dan politikus keraton di Solo. Parindra secara resmi berkedudukan di Surabaya yang juga tempat pengurus hariannya. Tetapi Solo yang biasanya masih dianggap orang Jawa sebagai pusat politik yang terpenting di Jawa berperan sebagai "pusat pendamping". Aliansi antara Surakarta dan Surabaya ini mengingatkan kita kepada masa awal Sarekat Islam, dan seperti halnya dengan aliansi yang lebih awal ini, ternyata menjadi tegang beberapa waktu sesudahnya. Pada kongres peleburan tersebut, bulan Desember 1935, tujuh dari tiga puluh anggota yang dipilih sebagai pengurus pusat berasal dari Solo. Tetapi pada kongres reguler yang pertama yang diadakan dalam bulan Mei 1937 Woerjaningrat adalah satu-satunya yang dipertahankan dalam pengurus pusat baru yang terdiri dari 11 orang. Pada waktu Soetomo meninggal dalam bulan Mei 1938 ia diganti oleh Woerjaningrat sebagai ketua, tetapi pengurus harian tetap berada di Surabaya di bawah R Soedirman (Peter Kasenda, Dr. Yuda Tangkilisan, Prof. Dr. Djoko Marihandono, 2013).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun